Aku dan Kau Mencintainya

"Rembulan penuh dengan keindahan. Menyimpan ketenangan dan cahaya kebenaran."

Sosok Pangeran berambut cokelat panjang berujar pelan, namun saat mengatakan hal itu bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis. Menyesap teh yang disediakan untuknya dengan perlahan, menikmati rasa hangat dan manis melewati jalan kehidupan dalam dirinya. Meletakan cangir itu, ia memandang lawan bicaranya yang sama halnya dengan dirinya sedang menyesap ocha miliknya. Dengan helaan nafas pelan ia melanjutkan perkataannya. "Itu seperti dirinya."

Lelaki di depannya hanya terdiam. Namun netra kelamnya memperlihatkan kilatan keterkejutan. Menatap rembulan dari tempat mereka berbincang ia berujar. "Kami di takdirkan untuk bersama. Pekatnya malam sangat membutuhkan sang rembulan untuk selalu memberinya cahaya."

Pangeran Hyuga mengangguk namun rahangnya mengeras mendengar perkataan tadi. Jelas. Sangat jelas jika sang rembulan tidak bisa menemani sang matahari. "Aku mencintainya..." Aku sang Pangeran Hyuga itu, dan suaranya langsung terhenti dan hilang menggantung di udara.

Lelaki dengan wajah datar itu memandang Sahabat sekaligus musuh dalam perebutan kekuasaan. "Hn. Lepaskan dia, Neji."

Pangeran Hyuga atau Hyuga Neji menghela nafas berat. Tidak mungkin ia melakukan hal itu karena ia sangat membutuhkan dan mencintainya. "Gomennasai, Sasuke."


Uchiha Sasuke hanya terdiam dengan pandangan yang kembali menatap rembulan di singga sana.

"Jangan kau sakiti dia sedikitpun Neji." pintanya dan hanya di jawab keheningan malam.

Di salah satu ruangan milik kerajaan Uchiha menjadi saksi pembicaraan mereka mengenai sang rembulan yang sangat mereka cintai. Sang rembulan yang selalu membawa kehangatan untuk mereka...

... Haruno Sakura.



Chapter 6


-oOo-



Angin pagi berhembus lembut dengan udara sejuk dan basah oleh embun-embun pagi yang membasahi daun dan benda-benda di luar sana.

Hyuga Neji bersender di balkon kamarnya dengan tangan yang di silangkan. Semalaman ia tidak bisa tidur. Entah kenapa mimpi aneh terus menjadi teman tidurnya setelah bertemu dengan gadis aneh itu. Ia sendiri bingung apa yang terjadi. Kenapa gadis itu tiba-tiba pingsan dan tau namanya. Tapi mengingat bagaimana Sasuke membawanya pulang ada rasa gejolak emosi yang tidak menginginkan gadis itu pergi, dan ia tidak tau kenapa dan apa yang terjadi kepada dirinya saat ini?

Menghela nafas pelan ia memejamkan mata, menghirup udara pagi yang mungkin bisa membuatnya tenang.

"Siapa kau." ujarnya pelan dengan tangan yang di rentangkan, merasakan udara yang masuk mendinginkan ruang-ruang tubuhnya.

Gadis itu terus melintas di pikirannya. Siapa dia? Kenapa ia merasa selalu penasaran, ingin bertemu kembali?  dan yang membuatnya semakin tidak mengerti adalah... kenapa Sasuke ada di mimpinya? Menggelengkan kepalanya pelan, mencoba mengusir hal-hal asing yang membuatnya kacau.

"Neji-sama."Suara lembut itu terus mengalun indah di pendengarannya.

Suara langkah seseorang tidak membuat Neji menoleh. Ia hanya menunggu orang itu berbicara kepadanya.

"Neji Nii-san."Suara lembut memanggil namanya. Itu adalah adiknya, Hyuga Hinata.

Berbalik Neji tersenyum tipis. "Ya, Hinata."

Hinata masih memakai pijama panjang tidurnya saat ini, sedangkan rambutnya masih tergerai."Apa Neji nii-san hari ini e-eto...," Hinata tampak ragu hingga menghentikan perkataannya.

Neji mendengus kecil melihat gelagat Hinata yang sepertinya ingin.sesuatu dan itu terlihat jelas. "Ada apa? katakan saja!"

"Hari ini aku ingin pergi ke Konoha Land. Apa Neji-nii bisa menemaniku?"

Neji mengeryit alis. "Kau sendirian?"

Hinata mengangguk. "Tadinya aku ingin pergi dengan Ino-chan. Tapi, Ino-chan membatalkannya. Padahal kita sudah mempunyai tiket. Tapi jika Neji-nii tidak..."

"Baiklah."

Iris mutiara Hinata berbinar senang."B-benarkah?" tanyanya dan hanya di jawab anggukan Neji.

"Hm."

"Baiklah. Ayo siap-siap sarapan dan kita akan pergi siang nanti."

Hinata pergi dengan senyuman bahagia tercetak di wajahnya. keinginannya untuk mengunjungi tempat hiburan itu akhirnya bisa terwujud. Karena saat ini ia tahu jika seseorang yang ia sukai juga akan ke sana.

Sedangkan Neji hanya menghela napas pelan. Setidaknya ia bisa sedikit terhibur dan menghilangkan bayangan-bayangan gadis itu dan hal yang berkaitan dengan mimpi-mimpinya

-oOo-

"Ohayou gozaimasu."Sakura membungkuk dan menyapa semua keluarga Sasuke yang sedang menikmati sarapan pagi.

Mikoto tersenyum dan bangun menghampiri Sakura. "Ohayou mo Sakura-chan." tangannya bergerak mengecek kondisi Sakura dengan menempelkan telapak tangannya di kening gadis ini. "Syukurlah sudah membaik." desah Mikoto lega karena tidak terjadi hal serius pada Sakura.

"Arigatou sudah menjagaku,Ba-san."

Mikoto terkikik. "Ne, bukan aku," Mikoto melirik ke meja makan di mana anak bungsunya tampak anteng menikmati sarapan paginya."Tapi Sasuke lah yang seharian merawatmu." ujar Mikoto dengan suara yang sedikit menggoda. "Ayo, sarapan bersama."

Sasuke hampir saja tersedak jika tidak buru-buru menenangkan dirinya. Tatapannya Teralih kepada gadis yang duduk di depannya. Wajahnya sudah tidak pucat, dan sepertinya dia sudah membaik.

Tiba-tiba ia mengingat mimpinya semalam tentang dirinya dan... Sakura. Meyakinkan kepada dirinya sendiri jika itu hanya mimpi. Tapi, hatinya seperti menolak. Itu seperti nyata dan dia mencium...

Tidak!

Menggeleng kepalanya pelan, Sasuke mengenyahkan pikiran itu. Tapi, melihat bibir yang terbuka dan mengunyah makanan mau tidak mau membuatnya terpana dan ingin... menyentuhnya.

Oh ayolah, itu tidak mungkin dan memalukan, rutuk Sasuke dalam hati.

"Apa bibir itu terasa lezat."Tiba-tiba seseorang berbisik dan menggoda Sasuke.

Itachi menyeringai melihat tatapan maut adiknya itu. Melihat Sasuke yang melamun dan terus memperhatikan gadis -Sakura- di depannya itu membuatnya tergerak untuk menggoda sang adik.

Sasuke mendecih. "Baka."

Fugaku berdehem. Mata kelamnya menatap Sakura yang masih memakan sarapannya."Jadi, kapan Sakura akan kembali ketempatnya?"

"Aku malah ingin dia di sini selamanya, Fugaku-kun." Mikoto menatap lembut Sakura yang duduk di sampingnya.

Sakura menyudahi acara sarapan paginya, kemudian menatap Fugaku dengan senyumannya."Mungkin besok Gaara-kun akan menjemput, Jii-san."

Fugaku mengangguk kemudian menatap Sasuke dan Sakura secara berganti. Buku yang di bacanya hanya sampai mereka menikah. Tapi, apa mungkin mereka itu adalah reinkarnasi?

"Hn."

"Aku tidak mungkin terus menjaganya di apartement Tou-san." Sasuke berujar tentang dirinya yang tidak memungkinkan menjaga Sakura setiap detik. Tapi ia tidak ingin mengingkari tanggung jawabnya jika sesuatu terjadi kepada Sakura. "Dan ini belum seminggu Sakura." jelasnya akan waktu dan berapa lama Gaara pergi dan kembali lagi.

"Tou-san hanya bertanya." Fugaku menghela nafas pelan dan bangun dari duduknya. "Itachi ayo berangkat!" ujarnya kepada anak sulungnya dan pergi di ikuti Mikoto yang menjinjing tas kerjanya.

Itachi mengangguk dan tatapannya beralih kepada Sakura. "Sakura."

"Ya."

Sakura menatap Itachi di seberang meja yang tersenyum lembut.

"Apa kau belum keliling melihat Kota ini?" tanyanya yang di jawab gelengan pelan Sakura.

"Ajak lah Sakura ke luar Otouto." Itachi menepuk bahu adiknya dan bangun."Sekarang kalian libur bukan? Jadi bersenang-senanglah." ujarnya kemudian pergi menyusul Ayahnya yang sudah menunggu.

Hening.

Mereka terjebak dalam suasana hening. Kata-kata yang ingin keluar sepertinya tercekat di tenggorokan. Sakura melirik Sasuke yang juga menatapnya dalam diam.

"Apa kita tidak berangkat sekolah, Sasuke-kun?" akhirnya, Sakura memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

Sasuke mendengus. "Hari ini kita libur, Sakura."Sakura menghembuskan nafasnya pelan. Setidaknya, setidaknya ia bisa memulai pembicaraan yang baik.

Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Mikoto kembali dengan senyuman di wajahnya. Ia menghampiri meja makan dan mulai membereskan nya.

"Sakura-chan."

Sakura bangun dan membantu Mikoto membereskannya.

"Ya."

"Tidak usah, Sakura-chan." tolak Mikoto agar Sakura tidak usah membantunya.

Tersenyum, Sakura menggeleng pelan. "Tidak apa-apa Ba-san."Mikoto tersenyum dan mengangguk. Senang rasanya saat-saat seperti ini. Ia seperti mempunyai anak perempuan.

"Selesai ini bersiaplah. " Mikoto menaruh piring-piring kotor di tempat pencucian piring."Kita akan pergi keluar."

"Ya."Sakura mengambil piring Sasuke dengan hati yang berdebar, kemudian tangannya terhenti Saat tangan besar Sasuke menggenggam pergelangannya.

"Kaa-san aku pinjam Sakura." kata Sasuke dan menarik Sakura agar mengikutinya.

Mikoto menoleh dan terkikik. "Anak muda." ujarnya senang dan kembali membereskan semuanya.

.

.

.

Sasuke membawa Sakura ke halaman belakang rumahnya. Mereka berdiri di dekat kolam ikan yang pernah menjadi saksi malam itu. Malam di mana mereka melihat bintang bersama.

"Kau tidak bisa pergi."

Sakura memandang heran Sasuke yang sepertinya tidak suka ia pergi keluar."Kenapa?"

Sasuke terdiam. Ia bingung. Tapi tidak mungkin mengatakan, kau itu akan melakukan hal aneh dan ibunya bisa curiga atau kau tidak bisa pergi tanpa ada aku bersamamu. Tapi, mengatakan hal yang terakhir itu tidak mungkin."Karena aku ada janji dengan Naruto."

"Tidak apa. Aku bersama Ibumu saja."

"Tidak bisa!"

"Kenapa?"

Apa alasanmu Sasuke?

Aku mencemaskanmu?

Itu terdengar... sangat konyol.

"Terserah." kata Sasuke ambigu dan langsung berbalik pergi meninggalkan Sakura yang memandang sendu sosoknya.

"Setidaknya... Setidaknya katakan kau mencemaskan-ku." lirih Sakura. "Walau itu hanya pura-pura."




-oOo-



Kini Mikoto dan Sakura sedang berada di pusat perbelanjaan besar di Konoha. Mikoto mengajak Sakura masuk ke butik milik sahabatnya yang ada di sana."Kushina." sapa Mikoto kepada perempuan berambut merah panjang yang sedang merapihkan busana yang di pakai di manekin yang terletak di jendela kaca besar.

"Mikoto." Kushina tersenyum dan langsung menghampiri Mikoto dan mereka berpelukan singkat. Kini tatapan Kushina teralih kepada gadis yang berdiri di samping Mikoto. "Siapa gadis cantik ini, Mikoto?"

Mikoto tersenyum dan mengelus surai pink yang tergerai indah itu. "Ini, Haruno Sakura."

"Kekasih Itachi-kun atau... Sasuke-kun?" tanya Kushina yang penasaran.

Sakura menggeleng. Membungkuk, ia memberikan salam kepada wanita cantik di depannya ini. "Salam kenal, Kushina-san."

"Panggil Ba-san atau oka-san tidak apa Sakura-chan."

Sakura tersenyum dan mengangguk meng-iya-kan. "Ha'i."

"Jadi siapa antara Itachi-kun and Sasuke-kun?" Tanya Kushina yang sepertinya masih penasaran.

"Dia calon kekasih Sasuke-kun, Kushina." Mikoto menjelaskan dan kini berjalan melihat-lihat koleksi busana Kushina.

"Aku kira dia belum punya kekasih. Aku ingin kau dekat dengan anak-ku."

"Anak?"

Kushina mengangguk. "Ya. Anakku seusia dengan Sasuke-kun, dan dia adalah Uzumaki Naruto." jelas Kushina.

Sakura tersenyum dan sangat tau siapa pemuda yang di sebut tadi. "Jadi Naruto-kun anak anda?"

Kushina tertawa pelan. "Hn. Jika kau tidak bisa dengan Sasuke-kun, ba-san akan jadikan kamu dengan Naruto-kun."

"Tidak bisa Kushina." Tolak Mikoto.

"Yare yare aku hanya bergurau, Mikoto." Kushina terkekeh melihat wajah galak sahabatnya itu. "Jadi, apa yang kalian inginkan? Sebaiknya duduk dulu aku akan memesan teh dulu." kata Kushina yang kemudian berbalik pergi meninggalkan ruangan ini.

Mikoto mengangguk dan merangkul bahu Sakura mengajaknya duduk di sofa yang berada di sudut ruangan. "Ayo, Sakura-chan."

"Hm."Sakura mengikuti Mikoto untuk duduk di sofa putih di butik ini. Tempat yang sama namun berbeda seperti milik Temari-san. Penuh dengan baju-baju cantik.

"Apa kau mau ikut memilih baju-baju di sini?" Mikoto mengajak Sakura untuk memilih baju-baju yang ada di di butik ini.

"Boleh kah?"

"Tentu saja. Ayo!"

Mikoto terlihat antusias memilih beberapa baju dan di cocokan kepada Sakura. Senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya saat baju yang ia pilih terasa cocok untuk Sakura. Di tangannya terdapat banyak baju pilihannya dan meletakannya di sisi sofa.

Sakura mengikuti Mikoto yang kembali duduk di sofa."Aku senang akhirnya aku memiliki anak perempuan." ujar Mikoto dengan senyumannya.

Sakura tersenyum tipis. "Aku juga senang... Ba-san seperti Kaa-sama." kata Sakura dengan raut sedih.

"Benarkah? Aku jadi ingin bertemu Ibu-mu."

"Kaa-sama dan Tou-sama sudah pergi." lirih Sakura mengingat Ibunya yang sudah meninggal tidak lama setelah ia menikah dengan Sasuke.

Mikoto menatap iba Sakura dengan raut menyesal. "Anggap Ba-san sebagai Ibu juga, Sakura-chan." ujar Mikoto yang memeluk Sakura.

Sakura mengangguk dengan setetes air mata keluar dari sudut matanya. Sasuke -suaminya- juga merasakan hal yang sama. Kehilangan keluarganya yang tewas oleh penyerangan pemberontak.

"Ah... manis sekali." Kushina datang dengan tiga cangkir teh yang dibawanya dengan nampan di tangannya. Meletakannya di meja, ia kemudian ikut duduk berkumpul dengan Mikoto dan Sakura.

"Baju-bajumu sangat bagus dan cocok untuk Sakura-chan." kata Mikoto setelah melepaskan pelukannya.

Kushina tersenyum dan memandang Sakura."Benarkah?"

"Semua sangat manis."

"Ten..." Kushina memajukan tubuhnya dan memandang Sakura dengan alis berkerut. "... kau menangis?"

Sakura menggeleng. "Aku hanya teringat Ibu." katanya dengan senyuman kecil.

"Memangnya ken..."

"Kushina." Mikoto memotong perkataan Kushina dan menggeleng seolah berkata jangan bertanya hal itu dan Kushina mengangguk mengerti jika pertanyaan itu tidak boleh ia tanyakan saat ini.

Kushina bangun dari duduknya dan duduk di samping Sakura. Merangkul bahu mungil Sakura ia berujar, "tenang, ada aku dan Mikoto, jadi tersenyumlah."

Sakura tidak bisa menahan rasa kebahagiaannya mendapati dua sosok wanita yang seperti Ibunya. Penuh kelembutan dan kehangatan yang ia rasakan saat ini."Arigatou."

"Jadi, sudah ada kah pilihan untuk Sakura-chan, Mikoto?"

Mikoto menunjuk setumpuk baju pilihannya."Coba pakaikan kepada Sakura-chan dan kita dandani yang cantik."

"Tentu Saja." Kushina mengecup pipi Sakura. Sungguh ia pun merasa senang, seperti memiliki seorang putri. "Ayo Sakura-chan kita keruanganku!" ajak Kushina dan menarik Sakura keruangannya dan di ikuti Mikoto yang membawa pakaian pilihannya. Ia tidak menyuruh pelayan karena ia sendiri senang melakukan ini dan untuk pertama kalinya memilihkan baju anak perempuan.

.

.

.

"Cantik sekali."Dua kata yang terucap dari dua orang wanita cantik dengan tatapan takjub akan hasil kerjanya. Sakura yang kini memakai dress biru muda lima senti di atas lutut. Sedangkan alas kakinya ia di pakaikan boots tujuh senti setumit berwarna putih. Make up natural dengan sedikit polesan lip gloss. Sedangkan rambutnya di buat ikal dengan poni rata.

Sakura tersenyum dan menatap bayangan dirinya di cermin besar di depannya. Dirinya terlihat sangat berbeda dan ia pun tidak mengenali dirinya jika itu wujudnya sekarang."A-arigatou."

Mikoto tersenyum dan menghampiri Sakura."Ah, sayang sekali sebentar lagi kau akan kembali ke tempatmu."

"Aku akan sering menemui Ba-san." kata Sakura yang tidak tega melihat raus sedih Mikoto.

"Pintu rumah kami selalu terbuka untuk-mu, Sakura-chan." ujar Mikoto mengelus surai pink Sakura dan berbalik pergi menuju kasir.

Kushina datang dengan tas slempang putih berukuran kecil dan fluppy hat untuk Sakura."Pakai ini dan nikmatilah hari-hari terakhir musim semi." kemudian memakaikan topi bulat itu pada Sakura. Lihatlah! Gadis ini semakin terlihat sangat cantik.

Sakura mengangguk dan menerima tas itu dan menyampirkan di pundaknya. "Arigatou, ba-san."

"Tidak apa-apa aku malah senang. Sering-seringlah ketempat ini." pintanya dan Sakura menjawabnya dengan anggukan.

"Kami harus pergi, Kushina-chan."Mikoto datang dengan dua tas belanjaannya dan menghampiri Sakura. "Ayo Sakura-chan!"

Sakura membungkukan badannya dan berpamitan kepada Kushina. "Aku pamit,Ba-san."

"Hm. Hati-hati dan jangan lupa sering-seringlah ke sini."

Sakura mengangguk dan berbalik bersama Mikoto pergi dari butik milik perempuan cantik dan baik itu.

Kushina menatap pintu yang kini tertutup dan menghilangkan mereka dari pandangannya."Gadis yang manis." ujarnya dengan senyumannya.

.

.

.

"Apa kau yakin bermain ke sini sendirian?"

Mikoto menatap cemas Sakura yang duduk di sampingnya. Mereka masih di dalam mobil dan Mikoto harus menemui suaminya di kantor namun Sakura tidak ingin ikut dengannya. Jadi ia terpaksa menyetujui keinginan Sakura yang tiba-tiba ingin ke tempat ini.

"Tidak apa-apa ba-san." Sakura tersenyum untuk meyakinkan Mikoto. Sesungguhnya ia tidak tau tempat apa ini. Tapi melihat orang-orang tertawa dan melihat benda bulat raksasa yang berputar membuatnya penasaran. Dan tidak mungkin ia mengatakan 'aku belum pernah melihatnya' dan itu akan membuat Sasuke marah karena kebodohannya.

Mikoto tersenyum dan mengambil sesuatu dari tas-nya. "Ini, gunakan ini untuk masuk dan bebas untuk bermain apapun yang kau mau dan aku akan menyuruh Sasuke-kun menjemputmu." Mikoto memberikan kartu khusus VVIP anggota Konoha Land. Itu adalah pemberian koleganya yang memiliki taman hiburan ini.

Sakura menerima kartu ini dengan alis berkerut karena kebingungan. "Arigatou ba-san." ujarnya dengan senyuman tipis. Tidak mungkin ia mengatakan ini untuk apa? Pasti akan mencurigakan.

"Selamat bersenang-senang." kata Mikoto sambil mengelus surai merah muda Sakura.

Sakura keluar dari mobil dan membungkukan badan sebelum menutup pintu mobil dan berkata, "hati-hati Ba-san."

"Kau juga, Sakura-chan."Sakura mengangguk dan menutup pintu mobilnya. Dan tidak lama, mobil itu meninggalkan Sakura sendirian di pintu masuk Kohona Land.

"Ramai sekali." kagum Sakura melihat orang-orang yang memadati tempat ini. Berjalan dengan pelan, Sakura sampai di pintu masuk yang di jaga orang-orang yang meminta sesuatu.

"Bisa lihat tiket masuknya Nona."Seseorang berpakaian sama dengan beberapa orang yang berdiri menjaga orang-orang untuk masuk bertanya kepada Sakura.

Sakura memiringkan kepalanya tidak mengerti. "Tiket?" sungguh ia tidak mengerti benda atau apa yang di tanyakan lelaki ini.

Petugas itu menatap Sakura dengan seksama."Kau tidak punya tiket?" tanya heran saat melihat penampilan Sakura. Tidak mungkin gadis ini orang biasa di lihat dari cara berpakaiannya.

Teringat sesuatu yang di berikan Mikoto ba-san tadi, Sakura menyerahkan benda gepeng itu ke lelaki itu.

"Apa ini?"

Petugas itu menerimanya dan tersenyum."Silahkan masuk, maaf telah membuat anda tidak nyaman Nona." petugas itu membungkuk dan mengembalikan kartu itu pada Sakura.

"Arigatou." Sakura menerimanya dan masuk melewati lelaki itu.

Matanya berbinar cerah melihat ramainya tempat ini. Suara nyanyian, jeritan memenuhi tempat ini. "Tempat apa ini?" tanyanya kebingungan namun kakinya terus melangkah masuk menyusuri tempat ini.

.

.

.

"Neji-nii mau main apa?" Hinata tersenyum senang melihat beberapa wahana yang ada ditempat ini.

"Kau belum pernah main kesini sebelumnya Hinata." Neji memperingatkan adiknya itu. Bukan ia takut, tapi untuk adiknya itu ia tidak menjamin apa Hinata kuat menaiki wahana yang ekstrem itu.

"Tidak apa-apa, aku ingin mencobanya Neji-nii." mohon Hinata akan keinginannya menaiki wahana di sini.

Menghela nafas pelan, Neji mengangguk menyetujuinya."Baiklah."

Hinata memekik senang."Arigatou, Neji-nii."

"Hn."

"Hinata-chan, Neji."

Seseorang memanggil mereka membuat Hinata dan Neji sontak menoleh."Naruto, Sasuke."

Naruto memperlihatkan cengirannya sedangkan Sasuke bersikap datar. Netra kelamnya menatap gadis bersurai indigo dengan seksama. Entah kenapa kini tidak seperti dulu saat ia diam-diam melihat gadis ini.

"Hay... Kalian ke sini juga ternyata." ujar Naruto.

Neji mengeryitkan alisnya. "Apa ini kebetulan atau sudah di rencanakan?" tanyanya curiga.

Naruto tertawa. "Mana mungkin. Ini mungkin kebetulan benarkan, Hinata-chan?" tanya Naruto dan di jawab anggukan Hinata.

'Tidak mungkin aku mengatakan ini adalah rencanaku untuk mendekatkan teme dengan Hinata-chan.' dengus Naruto dalam hati. Bisa-bisa ia mati di kupas oleh teme dan Neji, bayangnya ngeri.

Sasuke mendengus. Ia sekarang faham kenapa si baka Naruto ngotot menyeretnya untuk ikut. Seharusnya ia senang bukan? Tapi hatinya tidak demikian dan merasa cemas.

"A-ano... apa kalian mau menaiki itu?" Hinata menunjuk permainan rolle coster yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Terdengar teriakan-teriakan memekakan telinga memenuhi area taman hiburan ini.

"Kau berani Hinata-chan?" tanya Naruto dengan wajahnya maju mendekat ke wajah Hinata.

Hinata mengangguk dengan wajahnya yang merona. "Hm."

Neji mendengus melihat kelakuan Naruto. Hanya melihat itu saja ia faham jika adiknya itu menyukai Naruto. Mungkin Naruto terlalu bodoh hingga tidak menyadarinya.

Sasuke berbalik ingin pergi namun di tahan oleh Naruto. "Kau takut ya?" goda Naruto untuk memancing Sasuke.

"Untuk apa aku mengikutimu menaiki permainan bodoh itu?"

Naruto tertawa mengejek. "Bilang saja kau takut kan."

Mendengus, Sasuke berjalan melewati Naruto menuju permainan yang mereka inginkan itu."Hn."

"Ayo, Hinata-chan... Neji..." Naruto memasang wajah mengejeknya kepada Neji. "Apa kau juga takut?"

Neji mendecih dan mengikuti langkah Sasuke.

"Hm."

Mereka berempat memutuskan bermain permainan yang memacu adrenalin itu.

.

.

.

.

"Kau tidak apa-apa?"Sasuke menatap cemas Hinata yang nampak pucat. Naruto pergi menyeret Neji menantangnya menaiki permainan lainnya yang lebih memacu adrenalin . Dia di tinggalkan begitu saja dengan Hinata yang sepertinya bermasalah setelah menaiki permainan tadi. Bukan kah ia yang mengajaknya menaiki permainan itu?Hinata mengangguk lemah. "Sedikit pusing saja Sasuke-kun."

Mengangguk, Sasuke menyerahkan sapu tangannya kepada Hinata. "Pakailah!"

"Arigatou." Hinata menerimanya dan mengelap keringat dingin yang membasahi wajahnya.

Deringan ponsel Sasuke membuat mereka terdiam sesaat.

Sasuke mengambil ponsel miliknya dari saku jaket yang di gunakannya. Ia langsung mengangkatnya saat tahu siapa yang menghubunginya itu.

"Ya,Kaa-san."

"..."

"Kenapa Kaa-san baru memberitahu?!" Sasuke sedikit mengeraskan suaranya saat ibunya mengatakan sesuatu yang membuat rahangnya seketika mengeras. Kesal dan cemas secara bersamaan melanda hatinya.

"..."

"Aku akan mencarinya." kata Sasuke dan langsung menutup ponselnya."Hinata aku..."Perkataan Sasuke terhenti karena tiba-tiba kulit wajahnya tersentuh sesuatu.

Rintik-rintik air yang kini mulai banyak menghujaminya.

Hujan tiba-tiba turun.

"Sebaiknya kita mencari tempat berteduh." Sasuke mengusulkan untuk mencari tempat berlindung dari guyuran hujan yang kini semaki deras.

"Ya. Sebaiknya kita mencari tempat untuk berteduh lalu menghubingi Naruto-kun dan Neji-nii." Hinata bangun dan melangkah pergi. Ia tidak bisa berlari karena kepalanya yang masih terasa pusing.

Sasuke mendengus dan membuka jaketnya untuk menutupi kepala Hinata. "Kau bisa lari?" tanya yang di jawab gelengan pelan.

Menghela nafas, Sasuke menarik pergelangan Hinata dan mengajaknya untuk berjalan cepat. Setidaknya ia akan menempatkan Hinata ketempat untuk berteduh kemudian ia mencari Sakura. Tidak mungkin ia meninggalkan orang yang sedang sakit seperti ini.

.

.

.

Neji mendongakan wajahnya saat merasakan tetesan air yang menghujaminya."Hujan." gumamnya dengan tangan terangkat menangkap air yang berjatuhan.

Hujan semakin deras dan ia harus kembali menemui adiknya yang kini bersama Sasuke. Ini semua gara-gara Naruto yang menyeretnya kesegala permainan. Beruntungnya ia bisa kabur meninggalkan makhluk kuning itu. Ia sudah lelah dan ingin pulang.

Berlari menembus air hujan, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat sosok yang sepertinya ia kenali. Gadis dengan baju biru yang kini basah kuyup hanya terdiam menatap danau kecil yang ada di tempat ini.'Sedang apa dia?' tanya dalam hati dan berlari menghampirinya.

"Hey kau bisa sakit!" Neji mengeraskan suaranya agar bisa terdengar di tengah-tengah hujan deras.

Gadis itu menoleh dan alangkah terkejutnya ia melihat air mata di wajahnya. Walau tidak nampak oleh air hujan, tapi wajahnya tidak terlalu basah karena tertolong oleh topi yang di pakainya."N-neji-sama..."

"Kenapa di sini? Ayo pergi!" Neji mengajaknya pergi untuk mencari tempat berteduh.

Sakura menggeleng. Melihat Neji di depannya membuat Sakura teringat kejadian itu. Kejadian di mana ia merasa menyesal akan kejadian ini.

"Neji-sama."

Neji mendekat dan berdiri di depan Sakura. Tidak lagi menghiraukan hujan yang turun semakin deras menimpanya. Melihat air mata yang turun dari mata indah itu membuatnya sakit. Kenapa? Apa yang terjadi?

"Kau siapa?"

Lolos sudah perkataan yang ingin Neji tanyakan semenjak kejadian itu.

"Gomen ne, gomennasai." Sakura mengucapkan kata maaf dan Neji tidak tau apa maksud dari kata maaf yang di ucapkan. Untuk apa?

"Tidak apa-apa."

"Andai aku menikah denganmu mungkin..." Sakura menggantungkan kalimat yang di ucapkan. Dan kembali melanjutkan."...mungkin Sasuke-kun tidak mati."

"Mati? Me-menikah?" sungguh Neji tidak mengerti apa yang di ucapkan gadis ini. Tapi, kenapa seperti mimpinya yang menginginkan dia.

Sakura mengangguk lemah.

Tidak. Ia tidak bisa mengatakan karena pangeran Neji di depannya ini bukan sosok pangeran Neji di dunianya.

"Gomennasai." Sakura berbalik pergi dengan berlari meninggalkan Neji yang terhentikan langkahnya karena deringan ponsel miliknya.

Beruntung lah karena ponsel miliknya tahan air jadi tidak perlu mencemaskannya."Ya, Hinata." telpon dari adiknya yang mengatakan menunggunya di kafe dekat danau."Baiklah aku kesana." Kemudian Neji menutup sambungan telponnya dan menatap kemana tadi gadis itu pergi. Ada perasaan cemas namun ia juga harus menemui adiknya. Berbalik, ia pergi ke tempat di mana adiknya berada dan menunggunya.

.

.

.

Sakura berlari di tengah-tengah guyuran hujan. Semua orang menyingkir dan menepi untuk melindungi diri dari terpaan hujan. Namun ia tidak peduli. Kenapa sosok yang ada di dunianya semua berada di sini? Dan lagi sosok yang membuatnya merasa bersalah... Hyuga Neji.

"Aku mencintaimu..."

"Menikahlah denganku."

Tidak!

Ini bukan lah saat itu. Dunia ini berbeda bukan dunianya yang ia tinggali.

'Sasuke-kun... aku ingin kembali.' hati Sakura menjerit memanggil nama suaminya.

Tiba-tiba tubuhnya berputar karena seseorang menarik pergelangan tangannya.

"Kenapa tidak memberi tahu ku!" Sasuke berkata sedikit berteriak. Tangannya mencengkram kuat pergelangan Sakura.

Sakura memandang tidak percaya apa yang ada si depannya kini. Benarkah... Benarkah Sasuke?

"Sasuke-kun."

Sasuke mengeryitkan alisnya heran melihat keadaan Sakura yang entah kenapa membuatnya merasa bersalah. "Hn. Kita pulang!" ajaknya menarik pergelangan tangan Sakura.

Di tengah guyuran hujan mereka berjalan dengan tangan saling bertautan. Perasaan cemas yang tiba-tiba datang setelah Ibu-nya memberitahukan jika Sakura sendirian ingin ke Kohona Land membuatnya seperti hilang kendali. Tidak tunggu hujan mereda ia langsung pergi untuk mencari Sakura.

Bodoh! Tentu saja bodoh. Dia tidak tahu daerah ini dan bagaimana jika sesuatu hal buruk terjadi kepadanya? Dan itu bisa membuatnya gila seketika.

"Sasuke-kun."

Sasuke menghentikan langkahnya setelah sampai di parkiran. Secepat mungkin ia membukakan pintu dan menyuruh Sakura masuk ke mobilnya."Kenapa belum berhenti." dengus Sasuke merutuki hujan yang masih turun dengan pagi cuaca cerah, namun siang sudah mendung.

"A-ano..." Sakura menghentikan perkataannya karena merasakan tubuhnya kedinginan. Memeluk tubuhnya sendiri, ia menatap banguan yang tadi ia singgahi dengan pandangan yang sulit di artikan.

Sasuke menoleh dan terkejut melihat keadaan Sakura. Wajah gadis itu pucat dengan tubuh yang menggigil hebat.

"Buka bajumu!"

Iris klorofil itu membulat mendengar perkataan Sasuke. Apa katanya? Membuka baju? Di sini?

"Tidak usah."

Sasuke mendengus mendengar penolakan Sakura. Mengambil sesuatu dari balik jok mobilnya ia menyerahkan benda itu pada Sakura. "Ini. Ganti dengan ini." Sasuke menunjukan selimut yang tidak terlalu tebal yang selalu ada di mobil miliknya.

Sakura melirik selimut biru dongker itu sesaat sebelum kembali menggeleng. "Tidak bisa."

Menghela, Sasuke sepertinya tahu apa yang ada di pikiran Sakura. Mobil ini memang hanya ada dua kursi di depan saja. "Gantilah!" Sasuke membentangkan selimut itu agar menghalangi Sakura dari kaca dan dirinya agar tidak melihat. "Aku tidak melihat. Cepat ganti."

Sakura ragu. Namun jika ia terus memakai baju basah ini bisa-bisa ia mati kedinginan.

"Jangan mengintip!"

Sasuke tersenyum mendengar peringatan Sakura. Entah kenapa sisi lain dirinya terusik ingin menjahili, namun ia tahan karena tidak ingin membuat Sakura ketakutan nantinya.

Lima menit Sasuke membentangkan selimut untuk menghalangi Sakura yang sedang membuka bajunya. Dan tiba-tiba sebuah tangan dengan baju biru dan baju dalam yang di gunakan menyembul ke atas.

"Ini di taruh di mana?"

Sasuke berusaha keras menahan detak jantungnya yang tiba-tiba bergemuruh kencang. Dengan cepat Sasuke membungkus tubuh Sakura dengan selimut yang sejak tadi di pegangnya. Jarak wajah mereka hanya beberapa senti dan membuat keduanya terdiam saling menatap dalam keheningan.

"Sasuke-kun."Suara itu seperti memanggil-manggil jiwanya yang tertidur.

"Sasu..."

"Di kehidupan mendatangpun aku akan selalu menjagamu."

Perkataan Sasuke spontan membuat Sakura seketika memeteskan air matanya. Sang permaisuri itu terisak kencang dengan tangannya yang melingkar di bahu pemuda itu, memeluknya."Aku sangat mencintaimu... Aku merindukanmu."

Sasuke terdiam. Tangannya yang sempat terangkat hanya menggantung diudara. Kenyataan membuatnya sadar jika yang Sakura cintai bukan dirinya melainkan... Suaminya itu."Hn."

.

.

.

Sasuke menerobos hujan dan melintasi jalan pusat dengan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Entah kenapa hatinya merasa kacau. Kacau melihat iris yang membuatnya terhanyut itu nampak meredup, perasaan asing yang tiba-tiba menyapanya, dan rasa kecewa saat tau jika Sakura merindukan Suaminya bukan dirinya.'Apa yang aku pikirkan?' dengus Sasuke dalam hati.Dengan pandangan yang terus fokus ke jalanan yang di lalui, Sasuke melirik gadis di sampingnya. Sakura sudah tidur meringkuk dengan selimut yang meutupi tubuhnya sedangkan ia membuka kaos basahnya dan kini hanya bertelanjang dada.

"Manis." gumam Sasuke dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan sana.

Tiba-tiba suara decitan terdengar jelas saat Sasuke menginjak rem dan sontak ia menolehkan wajahnya ke samping dan melihat bagaimana bahu telanjangnya tertimpa sesuatu. Sakura tertidur dan sepertinya tidak sadar menjatuhkan kepalanya ke pundak Sasuke. Helaan nafas terdengar memberat dari gadis bersurai pink itu. Sasuke mengangkat tangannya, dan menyentuh kening Sakura. Badannya sedikit panas dan mungkin terserang demam karena kehujanan tadi.

"Kenapa aku sangat mencemaskanmu." bisik Sasuke mengecup helaian merah muda yang setengah basah itu.

.

.

.

Beruntunglah hujan sudah reda dan mereka sudah sampai. Sasuke tidak membangunkan Sakura dan memilih membawa Sakura masuk ke rumah dengan cara menggendongnya. Tatapannya tidak bisa lepas dari wajah damai Sakura yang berada di gendongannya.

Pikiran-pikirannya yang terus menghantuinya membuatnya terusik. Jika benar ia adalah suaminya di masa lalu, bisakah... bisakah ia menjaga di dunia ini juga? Melindunginya dan membuatnya selalu tersenyuum dan berada disisinya.

"Sasuke."

Langkah Sasuke terhenti saat seseorang yang sedang terduduk di ruangan tamu berdiri.

"Kau..."

Sasuke memperkuat pegangannya pada tubuh mungil di gendongannya. Perasaan cemas kembali menghinggapinya.Tidak. Ia seperti tidak menginginkan ini.

"Hm."




.

.

.

.

.

Tbc

T

erima kasih buat semua yang sudah mampir dan baca fict lama dan gaje ini.

Semoga bisa lanjut dalam waktu dekat ini fict yang sudah berlumut /katanya.

^__^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top