BAB 3

Kekayaan keluarga Meia—lebih tepatnya, berkeping-keping harta ibu bercampur limpahan harta si hidung belang—cukup membuat nama gadis itu diakui seluruh entitas di lingkungan sekolahnya.

Perkara kerdil semacam perkelahian atau perbuatan onar tidak bisa membuat dirinya menjadi pihak yang salah. Walau merasa jijik menelan harta keluarganya sendiri, Meia tetap lihai menggunakan statusnya untuk berkuasa dalam bayangan.

Meia bisa dengan enteng tersenyum miring mengamati Joe yang ditarik paksa ke ruang konseling oleh Tuan Hendrick.

Seisi kelas mendadak menusukkan pandangan menyelidik atas keberadaan Meia di sana. Lizie menabrak bahu si gadis kaya, berlari menyusul belahan jiwa tidak bergunanya secara semi-dramatis.

Meia mengabaikan, lebih tertarik membalas tatapan warga kelasnya satu persatu. Mengamati pandangan konyol yang seharusnya tidak ia terima.

Dari awal Meia tidak melakukan kesalahan. Mereka yang lebih dulu memulai dan merendahkannya—ya, sosok-sosok berhati miskin itu merendahkan gadis imut nan kaya dan tidak sombong—tanpa alasan masuk akal.

Meia hanya menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan apa yang dimilikinya. Karena tidak punya teman, keluarga, atau apa pun yang tulus hadir, Meia pun menggunakan nama ibu untuk mengelabui makhluk-makhluk rakus di luar sana.

Apa yang salah? Pikirannya memberontak.

Kenapa gadis itu harus berperan sebagai orang jahat di mata orang lain?

Tangannya mengepal kuat. Bagaimana bisa dirinya yang dirusak malah menjadi penjahat?

Tidak adil batinnya menggelap.

Tanpa uang, gadis itu sepenuhnya sampah. Dengan uang, ia tidak bisa membeli loyalitas. Kaya atau tidak, segala sesuatu tidak akan membaik. Dan dia bersumpah tidak akan menerima teman yang hanya memanfaatkannya saja.

Semua terasa sia-sia. Pada dasarnya dia tidak pernah memiliki apa pun.

Gadis bermanik kelabu itu pun menghentakkan kaki. Menuju bangkunya, menyeret tas sekolahnya dan keluar kelas. Melupakan pelajaran hari itu. Mengasingkan diri dari gerombolan binatang yang tidak pernah menghargai kehadirannya.

👑

Perpustakaan. Sejak masuk SMA, gadis berkepang itu menaruh perhatian lebih pada timbunan buku-buku di sana. Buku adalah teman dengan kesetiaan paling tinggi. Mereka tidak mengecewakan. Mereka tidak akan pergi sebelum kita yang meninggalkan.

Sebagai anak dari donator tertinggi di sekolah, Meia mengalokasikan sebagian dana untuk buku baru di perpustakaan. Mengingat ibunya itu spesies malam yang doyan pencitraan, adalah keputusan paling bijaksana untuk menyerahkan peran ibunya kepada Meia. Gadis itu sudah cukup mampu menangani tugas orang dewasa secara diam-diam.

Guru-guru dan petugas kebersihan tahu bahwa perpustakaan itu tempat favorit anak dari orang penting. Maka, secara berkala perpustakaan akan dijaga kebersihannya dan segala properti akan selalu terlihat baru ketika melangkah masuk.

"Meia, kau tidak masuk kelas?" seorang penjaga perpustakaan menyambut dari meja yang berdekatan dengan pintu masuk.

Meia memberi senyum kecil yang dipaksakan, "mungkin tidak."

Wanita paruh baya itu memicingkan matanya, "apa teman-temanmu masih sering mengganggu?"

Ibu Rosaline adalah penjaga perpustakaan senior yang paling dekat dengan Meia. Entah bagaimana, saat Meia tidak bercerita pun, beberapa kepahitan yang dilalui gadis itu sukses ditebak oleh wanita pemenang senyum terbaik sedunia itu.

Gadis itu menggeleng, "Bu, tolong jangan besar-besarkan masalah ini, ya? aku sudah meminta Pak Hendrick untuk melepaskan Joe. Lagipula kami masih siswa, masih di tahap pembelajaran. aku bisa mengatasinya dengan caraku, kok."

Ibu Rosaline bangkit dari duduknya. Beliau mengusap rambut Meia lembut, "Meia Lyndis adalah anak yang baik. Selalu yakinkan dirimu akan hal itu, ya. Suatu saat kebaikan akan berbalik padamu."

Meia menyembunyikan seulas senyum hampa.

Benar.

Walau marah, benci, atau segala emosi buruk selalu menampar, perasaan Meia tidak berubah. Walau kekuasaan bisa saja menyentil pergi orang yang mengganggunya, dia tidak lakukan. Walau mulutnya bebas 24 jam mengadu—bukan kepada ibunya, tentu saja—Meia akan tetap bungkam.

Mungkin berat untuk membenarkan bahwa Meia Lyndis adalah sosok yang baik. Anggaplah saja dia gadis yang lapang dan putus asa. Sudah berhenti peduli pada parasit di sekitarnya. Gadis tanpa mimpi yang hanya mengharapkan kematian sebagai akhir dari ceritanya.

👑

Karena kecintaannya pada buku, perpustakaan sekolah Meia selalu dibanjiri buku-buku baru. Menyebabkan buku lama dipindahkan ke gudang perpustakaan, yang berlokasi di belakang ruang perpus.

Setelah asyik berkutat dengan buku-buku perpustakaan sepanjang hari, sore itu Meia tidak langsung kembali ke rumahnya. Dia memutuskan untuk pergi ke gudang buku.

Meia memiliki akses tersendiri menuju tempat-tempat favoritnya. Contohnya saja kunci duplikat gudang perpustakaan yang menjadi aset andalannya. Dia memiliki kebebasan penuh berkunjung dan meninggalkan tempat-tempat itu tanpa mencemaskan apa pun.

👑

Dalam barisan-barisan rak yang usang dan berdebu itu, jemari Meia menangkap satu judul buku yang benar-benar menjadi dambaannya. Novel yang membuatnya menjelma menjadi penggila baca.

Novel itu berjudul The Prince of Oz.

Meia mengambil satu kursi di sana lalu menaruh empat seri novel tersebut di atas meja. Dia berniat membaca ulang novel-novel itu.

The prince of Oz bercerita tentang seorang pangeran yang suka bertualang. Dalam perjalanannya, sang pangeran akan mendatangi tokoh-tokoh yang dilanda kesulitan. Sang pangeran akan pergi melanjutkan perjalanannya sebelum tokoh yang lain sempat mengucapkan terima kasih.

Sosok pangeran ini pun menjadi sangat misterius karena sulit ditemukan. Orang-orang tidak akan lagi bertemu sang pangeran apabila sebelumnya telah bertemu. Tentang tujuan perjalanannya, tentang apa yang dicarinya, semuanya tetap misteri hingga seri ke-4. Nama sang pangeran pun menjadi perbincangan di seluruh penjuru negeri. Dikenal dengan julukan malaikat yang menjelma ke dalam sosok tampan yang baik hati—Pangeran Eunar Daphariel.

Meia membuka satu per satu halaman dengan antusias. Walaupun sudah berpuluh-puluh kali membaca, rasa kagum pada sang tokoh utama tidak akan berkurang. Eunar Daphariel akan selalu menjadi cinta pertama dan terakhirnya.

BRAKKK!

Suara hentakkan itu membuat punggung Meia Lyndis tegang. Arahnya berasal dari pintu gudang.

Meia berbalik dan menyadari beberapa orang masuk. Orang-orang menyebalkan yang gagal mendaftarkan kata 'menyerah' dan 'tahu diri' dalam kamus hidup mereka.

👑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top