BAB 6
Meia secara perlahan melepaskan pelukannya dari Eunar. Gadis itu memutuskan untuk menikmati sesi terbangnya malam ini. Dia teringat dengan film-film sihir yang biasa ditontonnya sewaktu akhir pekan. Di film, para tokohnya selalu merentangkan tangan dan menyatukan kaki jika terbang dengan bubuk ajaib. Dan sekarang, hal yang sama sedang berusaha dilakukannya.
"Siap?" tanya Eunar.
"Siap!" jawab Meia.
WUSH!
Tubuh dua pasang manusia itu pun memelesat ke angkasa. Netra Meia membelalak kaget. Sesi terbangnya bersama Eunar entah kenapa terasa sangat nyata, tatkala angin yang menerpa kulit berhasil membawa mereka ke atas lapisan awan hingga lampu-lampu rumah tidak terlihat. Saat ini, Meia dan Eunar dihadapkan dengan pemandangan sang dewi malam yang bersinar terang di depan.
"Cantik." Eunar bergumam.
"Ya, bulannya--" Kalimat Meia tidak sempat bertemu titik karena begitu kepalanya menoleh ke arah Eunar, gadis itu malah disambut dengan netra terbelalak sang pangeran.
Eunar tidak menatap bulan di depan. Pemuda bermahkota emas itu malah melayangkan tatapannya ke arah Meia.
"Eh? Maaf?" ucap Meia canggung.
Kelopak netra Eunar pun langsung mengerjap-ngerjap, berusaha tersadar. Pemuda itu, diam-diam merasa malu dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia malah merasakan perasaan semacam ini ketika sedang menjalankan misinya. Tentu, hal itu tidak boleh.
"Ah, maksudku, bintang yang ada di belakangmu cantik," ucap Eunar.
"Oh, yang sebelah mana?" tanya Meia. Gadis itu pun langsung menoleh ke arah yang si pangeran maksud. Namun, di sana tidak ada bintang. Hanya ada kumpulan kapas langit yang berarak. "Hm, sepertinya sudah terhalang awan, ya?"
"Haha, iya. Pasti begitu," ujar Eunar cepat. Sungguh, dirinya tidak mau berlama-lama pada topik ini. Bisa-bisa seorang Meia Lyndis merasa curiga.
👑
Cukup lama dua manusia itu terbang menikmati langit malam. Sekarang, mereka berdua sudah kembali menapakkan kaki di atas tanah. Tepatnya, di halaman depan rumah Meia. Soal ada orang yang melihat atau tidak, jawabannya tidak ada. Ya, hal itu disebabkan karena Eunar melapisi tubuhnya juga Meia dengan mantra tembus pandang.
"Terima kasih, Eunar. Tadi itu sangat menyenangkan," ucap Meia. Gadis itu baru saja berhasil membuka pintu rumahnya dengan kunci yang tersimpan di saku seragam. "Sampai bertemu lagi."
"Eh, tunggu!" Eunar menghentikan tangan Meia yang hendak menutup pintu, meninggalkan sang pangeran sendirian di luar. "Aku tidak tahu bagaimana caranya kembali."
"Eh?" gumam Meia tertegun.
"Aku tidak punya rumah sekarang," ujar Eunar lagi.
"HE?!" Meia akhirnya terpekik kaget.
👑
Si gadis terbuang, akhirnya tidak memiliki pilihan lain selain membiarkan sang pangeran tinggal satu atap dengannya. Sungguh, dia benar-benar tidak habis pikir. Meskipun rumah Meia cukup besar, tetapi di dalam rumah, tidak terdapat kamar tamu.
Hal tersebut pada akhirnya membuat Meia melakukan sebuah keputusan. Yaitu, membiarkan Eunar satu kamar dengannya. Lagipula, tidak mungkin juga sang pangeran dia biarkan terlelap di dalam kamar ibunya.
"Tidak apa, kan, kau tidur di bawah?" tanya Meia. Gadis itu sekarang sedang duduk sambil menyesap cokelat panas di atas ranjang. Sementara itu, Eunar sedang tiduran di atas matras. Pakaiannya entah sejak kapan sudah berganti menjadi sebuah piyama tidur. Sekarang, dia mirip sekali seperti pemuda normal dari dunia Meia.
"Tidak apa-apa. Semua ini karena kecerobohanku," jawab Eunar. Diam-diam, wajahnya merona menahan malu. "Um, kira-kira apa yang akan ibumu katakan soal aku?"
Mendengar pertanyaan Eunar, Meia pun langsung mendesah gusar. Ibunya pasti tidak akan pernah peduli. Dia selalu menerima apa pun yang Meia lakukan seakan tidak melihat. Mungkin kejadian ini mirip seperti saat gadis itu membawa seekor anjing jalanan ke dalam rumah. Nyonya Marie hanya menatap sekilas lalu berkata, "Beri dia makan yang banyak. Aku tidak peduli dia ada atau tidak. Pokoknya urus saja."
Namun, apakah akan sama jika yang Meia bawa kali ini adalah manusia?
"Entahlah. Aku tidak tahu," jawab Meia jujur. "Untuk sekarang, kau tidur saja, Eunar."
"Bagaimana denganmu?" tanya Eunar. Sang pangeran rupanya sadar kalau Meia tampak belum bersiap-siap untuk tidur meskipun jam di dinding sudah menunjukkan waktu tengah malam.
"Aku akan menunggu ibuku," jawab Meia.
👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top