BAB 2
Meia keluar dari rumah dengan kelopak mata bengkak karena kurang tidur juga menangis semalam. Sambil menarik napas berat, dirinya mulai berjalan menelusuri trotoar. Terbayang di benak tentang memori mengenai tindakan bullying yang diterimanya selama ini.
Gadis itu tidak mengerti dengan manusia di sekitarnya. Yang dilakukannya setiap hari hanyalah membaca novel di perpusatakaan lalu tiba-tiba saja semua orang mulai melayangkan tatapan permusuhan. Dunia Meia memang sudah tidak beres. Semua penghuninya sudah tidak waras.
Perlu diketahui, bahwa jarak rumah dan sekolah Meia sangat dekat. Kedua bangunan itu berada di satu komplek tempat tinggal yang sama. Jadi, Meia lebih memilih untuk berjalan kaki seorang diri dibandingkan harus menumpang di mobil ibunya. Itu terlalu nenyakitkan untuk Meia.
"Hei!" Terdengar suara seorang gadis yang teredam oleh suara mesin sepeda motor.
Meia melirik sekilas ke arah jalan aspal di sampingnya. Lalu, setelah tahu bahwa yang memanggilnya adalah Lizie---salah satu teman sekelasnya---Meia langsung saja mengembuskan napas panjang. Seperti hari-hari yang biasanya, Lizie yang selalu berdandan nyentrik seakan dirinya adalah gadis paling hits berangkat bersama pacarnya menggunakan sepeda motor.
"Kenapa kau menatap kami seperti itu?" tanya Lizie sewot. Tatapan Meia yang super datar memang kerap kali menjadi pembawa sial karena orang sekitar akan dengan mudah salah paham ketika melihatnya.
"Maksudmu? Aku menatap seperti biasanya, kok," jawab Meia tidak mau ambil pusing.
Sialan anak ini. Hanya karena dia orang kaya, dia jadi menatap rendah sepeda motor pacarku batin Lizie geram.
Meia sempat bingung melihat ekspresi Lizie yang aneh. Namun, gadis itu sudah terbiasa untuk tidak peduli. Maka, sambil mengalihkan fokusknya pada arloji di tangan, Meia pun kembali melanjutkan perjalanannya ke sekolah.
Lizie tentu tidak terima diperlakukan seperti itu oleh seorang Meia Lyndis. Harga diri gadis itu terasa diinjak hingga ke dasar bumi. Padahal, tadinya dialah yang berniat untuk memancing emosi Meia, tetapi keadaan malah berbalik.
"Permalukan dia," bisik Lizie ke telinga Joe, kekasihnya.
Sebentuk senyum sinis pun terukir di wajah tegas pemuda itu. Sambil mengangguk mantap, Joe kembali menyalakan mesin motornya lalu melaju cepat ke depan. Sengaja hal itu dilakukan agar Meia yang sedang berjalan di depan terciprat genangan air yang timbul akibat hujan deras semalam.
SPLASH!
Benar saja prediksi Lizie. Kini seragam Meia sukses basah kuyup. Genangan air di pinggir trotoar terciprat ke arah gadis itu ketika motor yang dikendarai Joe melintas dengan cepat.
"Rasakan itu!!" seru Lizie dari kejauhan. Tak lama, dirinya pun tertawa terbahak bersama Joe.
👑
Suasana kelas masih ribut ketika Meia baru kembali dari ruang ganti olahraga untuk mengganti seragamnya dengan satu stel pakaian olahraga. Sementara itu, seragamnya bernasib malang di dalam loker pakaian dengan air kubangan yang menetes-netes.
Meia berjalan ke bangku paling belakang, mengabaikan segala jenis gunjingan yang melayang untuknya. Sesekali, bola-bola kertas terlempar mengenai kepalanya disusul oleh cekikikan-cekikikan jahil yang meminta reaksi gadis itu.
Persetan batin Meia.
"Wah, si putri bangsawan sudah datang," celetuk salah satu temannya seperti biasa.
"Tuan putri minta uang, dong!" Terdengar celetukan lainnya.
"Hah? Uang? Minta emas saja sekalian, haha!" Lizie yang sudah sampai ke kelas lebih dulu pun ikut nimbrung, kian memperparah suasana.
"Hei, Liz, kira-kira berapa uang yang harus aku bayar jika ingin menyewa si Tuan Putri untuk dijadikan budak, ya?" Joe yang duduk di depan Lizie tidak tahan untuk tidak ikutan berceletuk. Bibirnya bergetar menahan tawa.
BRAK!
Tanpa disangka, Meia berlari menerjang bangku milik Joe. Dengan sekali tendangan, meja milik Joe terhempas hingga posisinya menjadi terbalik. Semua penghuni kelas tentunya kaget melihat aksi Meia. Sebelumnya, Meia tidak pernah terpancing. Jadi tidak ada seorang pun yang khawatir akan mendapatkan balasan dari gadis itu tiap kali mengejeknya.
"Berengsek," umpat Meia geram. Ditariknya kerah seragam Joe hingga pemuda itu berdiri dari kursinya. "Kau mau cari gara-gara denganku?"
"A-a-aku...." Joe gelagapan sendiri menghadapi Meia. Siapa sangka, gadis yang di-bully-nya itu memiliki nyali dan tenaga yang cukup besar untuk membalas celetukannya. "Apa-apaan kelakuanmu ini? Bukankah kau--"
Cengkraman tangan Meia semakin mengerat ketika Joe berusaha bicara. Otomatis, pemuda itu pun kembali bungkam. "Kali ini kau sudah kelewatan. Seharusnya kau mencuci seragamku setelah mulut kotormu itu selesai berbuih," ucap Meia geram.
"Ada apa ini?" Pak Hendrick sang wali kelas masuk ke ruangan. Netranya terfokus ke arah Meia dan Joe.
👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top