BAB 10

Jengkel adalah satu-satunya perasaan Meia pagi itu. Langit mendung, udara dingin, dan buruknya Eunar kena flu. Namun, sang pangeran tetap bersikeras untuk berangkat sekolah.

"Kenapa sih, kau tetap ingin pergi ke sekolah?" tanya Meia ketika gedung sekolah sudah terlihat di depan mata.

Eunar menarik ingus sejenak, lalu menjawab, "Um, aku ingin melindungimu."

Lagi-lagi jawaban seperti itu. Meia pun lagi-lagi hanya bisa mengembuskan napas lelah. Dia tidak tahu harus berbuat apa jika si pangeran sudah bersikap seperti itu. Bukan karena tidak bisa melawan, tetapi, hanya saja ... jantung Meia jadi berdegup kencang tak karuan.

Apa aku benar-benar suka dengan dirinya? batin Meia malu.

BRUK!

Tubuh Meia seketika didorong kasar hingga jatuh ke tanah. Rok seragamnya yang tidak bersalah pun terkena imbas berupa basah akibat genangan air. Sementara itu, tepat di depan mereka, berdiri seorang gadis yang menatapnya penuh kebencian. Gadis itu adalah Erna.

"Hei, apa yang kau lakukan?!" sentak Eunar. Pemuda itu sama sekali tidak melirik ke arah Erna. Dirinya malah sibuk membantu Meia kembali berdiri.

"Eunar, biar kuberitahu kau sesuatu, ya! Meia Lyndis adalah anak orang kaya yang sombong! Seharusnya kau tidak berteman dengan orang seperti dia!" cecar Erna geram. Kedua telapak tangannya mengepal.

Eunar seketika melayangkan tatapan tajam ke arah Erna. "Tahu apa kau soal Meia?"

"Sudah, hentikan! Jangan bertengkar lagi! Pagi ini mood-ku sudah buruk. Tolong jangan buat jadi bertambah buruk," ujar Meia seketika. Gadis itu merentangkan tangannya di antara Eunar dan Erna.

"H-hei, aku tidak bicara denganmu, ya!" Erna menyipitkan netranya sambil melayangkan telunjuk kepada Meia.

"Aku pergi!" Meia yang muak, langsung saja melangkahkan kakinya pergi. Menjauhi sang pangeran dan gadis menyebalkan kedua setelah Lizzie.

Namun, usaha pelariannya tersebut terpaksa berujung dengan kegagalan karena ternyata Lizie dan kawan-kawannya yang lain muncul. Dengan ekspresi sok hebat, mereka menatap Meia remeh. Lizie yang berada di paling depan, langsung menarik kerah seragam Meia.

"Oh, jadi ini makhluk yang ingin kau lenyapkan, Erna?" tanyanya.

Erna berbalik ke arah kawan-kawannya. Kemudian, sambil memyeringai, dia segera berlari ke arah Lizie dan ikut-ikutan menatap remeh kepada Meia.

"Benar sekali. Jika dia tidak ada, Eunar pasti akan bergabung dengan kelompok kita," jawab Erna.

"Menurutmu." Lizie menyikut Liana yang sedari tadi hanya diam sambil setengah menunduk kikuk, "Alasan apa yang membuat Eunar tetap bertahan menemani si sombong?"

Ditanyai seperti itu, Liana tentu saja kaget. Dia tidak pandai mencari-cari keburukan orang lain seperti teman satu kelompoknya. Maka, dengan asal, dia pun bersuara, "Um, Meia cantik."

Lizie tersenyum kepada Erna. Kemudian, sambil mengedikan dagu ke arah Joe, Lizie berkata lagi, "Kalau begitu, mari kita buat kecantikannya hilang."

Netra Meia terbelalak ngeri begitu jemari Joe merogoh sebuah cutter dari dalam tas selempang. Meia sebenarnya berniat untuk kabur, tetapi Erna dan Lizie segera memegangi kedua lengan gadis itu. Erna di kiri sedangan Lizie di kanan.

"Lepaskan aku, dasar berengsek!" umpat Meia geram.

"Hoho, setelah cutter itu merobek wajahmu, kau tidak akan lagi bisa mengumpat, Nona Kaya," ejek Lizie puas.

GREP.

Eunar dengan sigap menahan tangan Joe yang bersiap melukai wajah Meia dengan cutter. Pemuda itu berjanji tidak akan lagi menggunakan sihir, jadi saat ini, tenaga aslinya entah kenapa kalah saing dengan tenaga milik Joe. Perlahan, kaki Eunar terdorong ke belakang.

"Masih mau berlagak seperti pahlawan?" sindir Joe sinis. "Akan aku tunjukkan kepadamu apa arti dari menjadi seorang pahlawan sesungguhnya!"

Ketika Joe berhasil melepaskan tangannya dari Eunar, saat itu jugalah, lengan sang pangeran tergores oleh cutter. Oke, tentu saja kejadian itu dilakukan secara tidak sengaja. Semua orang yang terlibat dalam konflik tersebut langsung saja menarik napas kaget ketika cairan merah mengucur turun dari luka di lengan Eunar.

"E-Eunar," gumam Meia tidak percaya.

"A-a-ayo kita pergi!" Lizie menarik Erna dan Joe menjauh. Kemudian, Liana ikut menyusul dengan langkah tertatih. Mereka takut.

"Aku tidak apa-apa, Meia," ucap Eunar. Pemuda itu sadar kalau gadis di depannya jadi merasa bersalah akibat kejadian yang menimpanya. "Tidak usah kau pikirkan, ya."

Meia mengangguk pelan. Namun, hatinya tetap saja meronta-ronta. Ini tidak benar. Meia sadar dirinya harus berubah. Jika selamanya dia diam seperti ini, entah siapa lagi yang akan terluka akibat ulahnya. Dan, yah, mungkin saja Nyonya Marie bisa menjadi sasaran berikutnya.

"Eunar, terima kasih," ucap Meia, "mulai sekarang, aku juga akan melindungimu."

"Eh?!" Eunar terpekik kaget.

👑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top