🎋9. Waiting🎋
👆Mulmed👆
"Halo!"
"Datanglah ke sini. Aku punya sesuatu untukmu."
"Kau lupa dompet lagi pastinya."
"Ehm, ya tapi aku memang punya sesuatu untukmu."
"Oke, aku ke sana, ya. Jangan biarkan barista cantik itu membayar!"
"Baik!"
Eugene tetaplah Eugene yang tetap tebar pesona meskipun sudah berjanji tak akan membiarkan barista itu membayar tagihan kopi americano-nya. Chris seharusnya mengatakan dengan jelas kalau wanita itu tidak boleh bicara dengan pria itu. Eugene memiliki pesona untuk membuat pria tertarik meskipun dengan gaya sembrononya, ia tetap memiliki daya tarik.
Chris hanya bisa menghela nafas sebelum mendekati Eugene.
"Hai! Sudah beres tagihannya?" tanyanya seriang mungkin, tapi tak bisa menyembunyikan ekspresi cemburu dalam nadanya yang berat.
"Ah, Chris. Kata Gandaria, aku lebih baik mendownload aplikasi member di ponsel, jadi kalau ketinggalan dompet, aku bisa bayar pakai aplikasi," tukas Eugene. Chris menyeringai tajam sambil melirik barista yang pura-pura cuek padanya.
Dia bahkan sering meninggalkan ponselnya, kau tau?
Ddrrtt!
"Halo!"
"Pacar baru?"
Chris menjauhkan ponsel untuk memastikan kalau yang baru menghubunginya adalah adik tunggalnya, Danielle. Matanya menangkap sosok itu di depan pintu masuk gerai kopi sambil melambaikan tangannya pada Chris dan Maharani juga bersamanya. Bocah berusia lima tahun itu tampak senang melihat pamannya.
"Daddy!"
Kurang ajar!
Chris memperlihatkan gesture melarikan diri dari kedua orang dekatnya, tapi situasi tak memungkinkan baginya kabur dari dua orang dekatnya.
"Daddy!" teriak Maharani begitu pintu didorong oleh Danielle, langsung berhamburan ke arah Chris. Lelaki jangkung itu meringis sementara bocah berusia lima tahun itu tampak senang karena bertemu pamannya.
"Daddy?"
Chris menggeleng pelan pada Eugene yang sedang menatap dirinya dan Maharani dengan bingung.
"Kau bilang kau belum menikah."
"Dia bukan anakku!"
Danielle berada di belakang Maharani dan terkekeh geli memandangi suasana canggung yang sedang terjadi. "Sudah, Rani. Kau bisa menyebabkan perang dunia ketiga jika kau terus-terusan memanggil Oom-mu dengan panggilan Daddy!"
"Apa?"
"Hai, namaku Danielle Lie. Yap! Nama belakang kami sama. Aku adiknya si Muka Straight itu," ucap Danielle setelah berhasil mengatasi suara tertawanya.
"Aku tidak tau dia punya adik," gumam Eugene pelan.
"Ah, tidak heran dia tidak bilang. Dia malu mengakui aku sebagai adiknya," tukas Dani cepat.
"Oiii!"
Dani tertawa. "Nanti kau tanyakan alasannya. Di saat aku tidak ada."
"Satu-satunya alasan adalah Eugene tak tanya."
"Baiklah, sekarang aku tanya. Kenapa kau malu mengakui dia sebagai adikmu?"
Chris mengusap tengkuknya dengan bingung.
"Bukan gitu pertanyaannya."
Dani tertawa lagi, adik tunggal Chris menikmati suasana kikuk yang telah disebabkan karena kehadirannya.
"Belum pernah aku lihat kakakku canggung karena perempuan," ungkapnya sambil terkekeh geli.
"Diam!"
Dani dengan santai mengacuhkan tatapan Chris, menggandeng tangan anaknya menuju kasir tapi sempat berbisik pada Eugene, "Aku pesan dulu, ya. Nanti kita ngobrol lagi."
Tidak! pikir Chris. Adik dan keponakannya harus segera disingkirkan. Posisinya belum aman bagi Eugene untuk dekat dengan Dani dan Rani. Tidak sekarang.
"Kami mau pergi, Dani. Sampai ketemu di rumah!" pamit Chris. Ia bersyukur setidaknya americano milik Eugene ditempatkan di tumbler bukan di cangkir milik Starbuck, jadi mereka bisa pergi tanpa perlu menghabiskan kopinya. Dani dari meja kasir malah tersenyum hangat.
"Ah, baiklah. Mama menunggu kehadiranmu. Nanti malam, ya," ujarnya riang pada Eugene. Dani, adik kurang ajar berkata pada Eugene yang sedang kebingungan menerjemahkan kalimat dari adiknya.
"Mama suka dibawakan bunga!"
"Kita pergi, Beib!"
Masih dalam keadaan bingung, Eugene digandeng keluar dari gerai kopi oleh Chris, tapi merasa aneh karena pria itu sepertinya tidak suka adiknya banyak bicara. Ia merasa Chris pasti menyembunyikan sesuatu darinya.
"Kenapa kau takut adikmu bicara padaku?" tanya Eugene ketika mereka masuk ke mobil. Tangannya sibuk membuka tutup tumbler berisi kopi Americano. Chris sendiri mencoba berkelit dengan menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan ekspresi songong.
"Aku? Takut? Nggak!"
Eugene menyeringai. Sudah jelas baginya kalau pria yang sedang bersamanya menyembunyikan sesuatu darinya dan berhubungan dengan adiknya. Namun, ia tak ingin terlalu memaksa ingin tahu terlalu banyak soal keluarga Chris, sebab baginya pria itu hanya sebatas teman.
"Tadi kau bilang mau kasih sesuatu untukku. Apa itu?" todong Chris, walaupun Eugene tahu kalau sebenarnya pria berbibir lebar itu hanya berusaha mengalihkan pembicaraan soal keluarganya, ia tetap mengeluarkan sebuah buku dari dalam tote bag-nya.
"Novelku baru tiba hari ini. Aku ingin kau memilikinya, meskipun pria tidak baca bacaan seperti ini."
Chris buru-buru merebut novel itu dari tangan Eugene sebelum wanita itu berubah pikiran. "Kata siapa pria tak baca novel. Sok tau!"
Cover depan novel yang bertuliskan nama Yujin Li berwarna pastel dengan gambar puzzle 3 dimensi kapal perang kuno. Chris membaca judulnya Romeo Pinjaman.
"Tentang apa ini? Kenapa Romeo harus dipinjam?" tanyanya penasaran sambil membaca ringkasan ceritanya di belakang.
"Tentang seorang pria yang plin-plan akan pilihannya. Antara mantannya dan pacar barunya," kata Eugene menjelaskan. Chris tersenyum lebar dan menatap wanita di sampingnya.
"Kau tau, aku tak akan plin-plan soal dirimu."
"Sinting kau!" maki Eugene tapi tertawa juga. Chris menjalankan mobilnya dengan lambat ke kompleks rumah Eugene yang jaraknya memang dekat dengan gerai kopi.
"Di antara semua naskah yang kutulis, hanya ini yang paling tidak kusukai," aku wanita dengan nada lesu.
"Lalu kenapa kau kerjakan?" tanya Chris. Matanya tetap berkonsentrasi ke jalanan, meskipun jalanan menuju kompleks tampak lenggang. Eugene mengangkat kedua bahunya.
"Kukirim bersama naskah yang lain dan diterima oleh editorku. Katanya selera pasar," kilah Eugene.
"Ya, sih. Aku juga selera pasar tapi aku nggak pasaran!"
Eugene ngakak sambil memukul bahu berotot Chris dan berkata, "Dasar gila!"
Ddrrtt.
Ponsel Eugene bergetar, wanita itu mengeluarkannya dari tote bag, tapi ketika melihat nomor yang tertera, segera dimatikan nada deringnya. Chris meliriknya dengan tatapan heran.
"Kenapa tak diangkat?"
Eugene mengangkat kedua bahunya dengan cuek.
"Malas!"
Namun setelah deringan pertama diabaikan, ponselnya bergetar lagi, kali ini chat WA yang masuk. Eugene meliriknya sekilas karena tahu kalau yang mengiriminya pesan adalah Panji.
Panji : Aku tau kau tak sudi bicara padaku. Aku hanya ingin mengabarkan kalau ibuku ulang tahun dan dia ingin kau datang.
Eugene menggertakkan giginya dengan kesal. Lelaki kurang ajar ini masih saja mengganggunya meskipun hubungan mereka telah berakhir tiga tahun lalu. Ulang tahun ibunya setelah perpisahan mereka pun tetap dihadiri oleh Eugene yang ia sendiri tidak mengerti untuk alasan apa.
Diketiknya kalimat pendek pada chat balasannya.
Eugene : Aku sibuk.
Lalu Eugene tak ingin membaca chat dari lelaki dari masa lalunya itu lagi, dimatikan notifikasi WA-nya, walau pikirannya tak juga beranjak dari Panji. Lelaki yang pernah menjadi suaminya itu sudah menemukan penggantinya walaupun mereka belum menikah secara resmi, jadi tak ada gunanya lagi sebenarnya kalau ibu mertuanya tetap mengharapkan kehadirannya pada pesta ulang tahunnya. Sedangkan si anak lelakinya, mantan suaminya Eugene tak pernah berusaha membujuk ibunya sendiri agar tak perlu lagi mengharapkan kedatangan mantan menantunya, entah untuk alasan apa. Sekali ini, Eugene akan mengabaikan undangan itu walaupun demi kesopanan terhadap orang tua Panji.
"Naskahmu yang kemarin tentang kisah cinta berondong itu sudah kau tulis?"
"Kenyataannya aku nggak nulis apa-apa sejak kau menggangguku terus," aku Eugene keceplosan.
"Hah! Sungguh sebuah kehormatan!"
Eugene mendelik pada Chris seakan ingin menerkam pria yang berada di sampingnya itu.
"Terima kasih," ucap Chris.
"Untuk apa?"
"Bukunya," jawab pria itu tetap fokus ke jalanan.
"Ah, kurasa bakal berdebu di rak buku atau..."
"Jangan berburuk prasangka dulu!" balas Chris. Eugene mendengkus dan agak heran mobil Chris tidak berbelok ke arah rumahnya melainkan terus ke jalan besar.
"Kita mau ke mana?"
"Beli bahan. Mau bikin pangsit goreng," jawab Chris santai. Mendengar nama makanan kesukaannya disebutkan, Eugene langsung tersenyum lebar.
"Ah pangsit goreng!"
"Darimana kau belajar membuat ini?" tanya Eugene ketika memperhatikan lelaki tampan berbibir lebar itu membuat lipatan indah pada kulit pangsitnya, sedangkan ia sudah susah payah berusaha tapi hasilnya tak pernah sesuai keinginannya.
"Nenekku. Kami wajib bisa melipat kulit pangsit kalau di rumah nenek," jawab Chris dengan tangan tetap cekatan membuat lipatan-lipatan indah pada kulit pangsit berisi daging cincang.
"Nenekmu buka restoran?" tanya Eugene tapi bukan dengan nada menghina. Chris menggeleng dan memperhatikan hasil kerja wanita itu di pantry island.
"Tradisi melipat pangsit. Kau tau kan?"
"Ah, seperti novel Crazy Rich Asian, keluarga Nick punya tradisi melipat wantan. Tak kusangka tradisi itu beneran ada di Indonesia juga," tukas Eugene dengan nada kagum.
"Keluargamu tidak punya tradisi begitu?" tanya Chris sambil memperbaiki hasil pekerjaan Eugene. Eugene menggeleng.
"Nenekku meninggal saat aku masih kecil. Papaku anak bungsu."
"Hm, keluarga mantan suamimu?" tanyanya hati-hati. Eugene tertegun menatap Chris, tetapi hanya sebentar, kemudian ia melanjutkan melipat kulit pangsit.
"Tidak ada tradisi keluarga. Keluarga terpandang, acara keluarga selalu diselenggarakan di hotel dan selalu ada wartawan," sahut Eugene sekenanya.
"Bukan seperti itu, Eugene!"
Eugene menghentikan aktivitasnya dan memandang kepada Chris. Lelaki itu mengelilingi pantry island dan sekarang berada di belakang Eugene sedangkan wanita itu masih bingung dengan maksud perkataan Chris.
"Begini..."
Chris meraih kedua tangan Eugene seperti hendak memeluknya dari belakang, tapi itu hanya tindakan untuk mengajarinya melipat kulit pangsit yang benar.
"Buka tanganmu..." bisiknya dengan nada yang rendah. Eugene mengikuti perintahnya dengan hati berdebar, Chris terlalu dekat dengannya.
"Letakkan isinya di tengah, kulit dilipat dua, bentuk segitiga. Satukan kedua ujungnya."
Eugene menahan nafasnya, dia merasakan hembusan berat nafas Chris ada di belakang telinganya.
Gila! makinya dalam hati. Kenapa lelaki itu harus berdiri demikian dekat dengannya?
"Nah, bagus 'kan?"
Eugene memperhatikan pangsit goreng yang ada di tangannya, bentuknya segitiga menghadap ke atas, dua ujungnya saling bertemu. Ia menggeleng lalu memandang wajah di sebelahnya.
"Yang kulihat di rumah makan, bentuknya bukan seperti yang ini. Ada ikatan di tengahnya," katanya.
"Ah! Kau suka bentuk yang begitu. Beda caranya. Aku bisa, sih."
Eugene teringat lagi ucapannya ketika Chris pernah menanyakan kepadanya tentang betapa kompetennya dirinya sebagai pacar.
"Apa yang tak bisa kau lakukan?"
"Belum kutemukan," jawab Chris. Jawaban yang tetap sama dan konsisten seperti sebelumnya. Eugene tertawa lebar.
"Mari kita coba yang ini saja. Buka kulitnya, taruh isinya di tengah, lalu lipat kedua ujungnya," tukas Eugene komat-kamit sambil tangannya sibuk membuat lipatan. Hasil buatannya tak akan bisa menyamai buatan lelaki itu, tapi dia tetap berusaha.
"Kau tau, Beib, kata nenekku, manusia ibarat pangsit, memiliki komposisi yang berbeda, tapi dengan perbedaan begitulah kita tampak unik," kata Chris pelan. Eugene berusaha mencerna ucapan lelaki itu dan mengulanginya dalam hati agar terpatri dalam otaknya. Dia ingin mengutip kalimat indah itu dalam ceritanya nanti.
Manusia ibarat pangsit, memiliki komposisi yang berbeda, tapi perbedaan menjadikan kita unik.
"Nenekmu pasti pribadi yang sangat menyenangkan dengan tradisi melipat pangsit, kutipan ucapan yang indah," tukas wanita itu sambil memperhatikan pangsit buatannya. Chris mengangguk.
"Ibuku melanjutkan tradisi ini, tapi lipatannya tetap berbeda. Tiap orang memiliki gaya khas tersendiri," sahut Chris.
"Hm, pantas.... aku sama sekali tidak tahu soal ini."
"Mau belajar melipat pangsit pada ibuku?" tanya Chris tiba-tiba sampai Eugene terkesiap. Ditatapnya pria yang bahkan tidak menatapnya karena masih sibuk dengan kegiatannya. Eugene terganggu dengan pertanyaan Chris karena artinya sama saja menanyakan kesediaannya berkenalan dengan ibunya.
"Kenapa? Apa aku terlalu tampan sampai kau harus menatapku tak berkedip sedikitpun?"
Eugene mendengkus sebal dan berkata, "Bukan begitu! Hanya...."
Dia tak melanjutkan ucapannya karena agak terlalu kasar menolak bertemu dengan ibunya Chris.
"Aku hanya... merasa tak enak harus bertemu dengan ibumu," lanjutnya dengan nada serba salah. Lelaki yang memiliki mulut lebar itu tertawa terbahak-bahak dan menghentikan semua kegiatan yang melibatkan kedua tangannya.
"Aku tidak bilang kalo kau harus bertemu dengannya untuk belajar melipat pangsit. Aku bisa kok!"
Eugene mendelik, merasa malu karena telah berpikir kalau pria itu ingin ia bertemu dengan ibunya Chris.
"Sudah bisa diam? Kau harus menghargai perasaanku sebagai orang yang salah sangka!"
Eugene pura-pura kesal, berusaha menyembunyikan rasa malunya terhadap Chris.
"Ah, baiklah!" Chris mengunci mulutnya tapi ekspresi menunjukkan kalau ia sedang menahan tawanya.
"Serius!"
"Diam, Chris! Atau aku nggak mau bicara padamu lagi!"
"Okay!"
Chris mencoba menahan tawanya hanya sesaat kemudian meledak lagi.
"Serius!"
"Serius!"
"Yep, serius!" Chris mendehem kuat-kuat lalu menatap Eugene sampai wanita itu juga balas memandanginya.
"Jadi... kau mau nggak bertemu dengan ibuku?" tanyanya setelah beberapa detik berlalu setelah mereka berdua bertatapan.
"Apaa!"
"Serius kali ini! Mau nggak kau makan malam dengan keluargaku?" Chris sama sekali tidak tertawa atau tersenyum, ada nada serius dari pertanyaannya. Namun Eugene tak ingin gegabah mempercayai lelaki itu lagi. Lalu ia menjawab, "Tidak mau!"
"Tidak mau?"
Eugene menggeleng dan mengulangi jawabannya.
"Tidak mau!"
Ada gurat kekecewaan tersirat di wajah Chris dan Eugene merasa aneh dengan keadaan begitu sampai lelaki itu mendesah dan bertanya lagi, "Walaupun ibuku yang mengundangmu?"
Eugene menatap Chris dan mengerjapkan matanya berkali-kali seakan dengan melakukannya ia bisa mempertajam pendengarannya.
"Ada alasan apa ibumu mengundangku?" tanyanya dengan mimik curiga sebab ia merasa tak ada alasan kuat bagi dirinya untuk bertemu dengan ibunya pria jangkung itu. Chris mengangkat kedua bahunya.
"Alasan apa lagi yang lebih penting daripada ingin berkenalan dengan pacar putranya."
Telinga Eugene langsung berdengung ketika mendengar jawaban dari Chris. Dia sebenarnya masih bingung dengan hubungannya dengan lelaki ini, apakah hanya hubungan tanpa status atau mereka memang memiliki hubungan asmara.
Eugene masih bingung tapi sayup-sayup ia mendengar Chris berkata, "Aku tunggu sampai kau bersedia."
🎋My Pretty Teacher🎋
Author's Noted :
Kelamaan update. Cici sibuk karena editing. Mohon maaf tapi tetap nulis dikit-dikit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top