chapter 33

"Minumlah."

Danisa menoleh dan sebuah cangkir yang menguarkan harum aroma cokelat ke sekeliling, sedang terulur ke hadapannya. Tangan Lius yang melakukannya.

Gadis itu menerima minuman gratis hasil racikan barista Lius dengan dahi berkerut. Secangkir cokelat panas untuk mengawali aktifitas pagi memang merupakan ide yang bagus. Memang, selama bekerja di PRINCE'S CAFE, bukan kali ini saja Lius memberinya minuman secara cuma-cuma. Tapi, sepertinya ada sesuatu di balik minuman itu.

"Itu adalah minuman favorit Lee," beritahu Lius sembari tersenyum. "dia nggak pernah melewatkan seharipun tanpa minum minuman itu setiap pagi." Sepertinya Lius bisa membaca keheranan yang terlukis di dahi gadis itu.

"Tapi, kenapa Ko Lius membuatkannya untukku?" gumam Danisa lirih.

"Bukankah kamu sedang merindukannya?" tebak Lius.

Danisa tercekat. Pipinya seketika berubah merah jambu. Tersipu.

"Rindu apaan? Dia kan baru berangkat kemarin," elak Danisa. Tapi, rona pipinya tak bisa berdusta.

"Kamu menyukainya?" desak Lius. Pria itu selalu ingin tahu kabar terbaru dari orang-orang di sekitarnya, terutama Lee dan Danisa.

"Iya." Tanpa berbasa-basi Danisa menganggukkan kepalanya. Sejak awal ia sudah menganggap Lius seperti kakaknya sendiri, jadi, untuk apa menutupi perasaannya pada pria itu.

"Syukur deh," sahut Lius berdecak. "Lee nggak jadi patah hati," imbuhnya terkikik pelan.

"Hei, hei!"

Lius dan Danisa terbelalak bersamaan. Teriakan itu begitu akrab di telinga mereka berdua. Apakah...?

"Lee???!" Lius ternganga saat menoleh dan mendapati sosok Lee telah berdiri di tengah-tengah ruangan dan sedang berkacak pinggang. Cowok itu menurunkan kaca mata hitamnya dengan sangat angkuh. Untung saja cafe masih sepi dan belum ada pengunjung sama sekali. Jika ada yang melihat tingkah Lee yang sok artis itu, ia pasti akan besar kepala. Karena ia benar-benar mirip bintang hallyu yang tersesat!

Danisa-pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bahkan gadis itu nyaris tak bisa bernapas melihat makhluk yang kini sedang menjadi pusat perhatiannya. Lee?

"Bukannya kamu di Amerika, Lee?" tanya Lius agak terbata. Pria itu mengucek matanya, barang kali saja ia bermimpi. Tapi, nyatanya tidak. Sosok itu tidak mau menghilang dari pandangannya, bahkan sekarang ia bergerak menghampirinya.

"Kamu senang kalau aku di Amerika?" celutuk Lee dengan ketus. "dengan begitu kamu bisa leluasa mendekati Danisa, begitu?" Nada suara cowok itu naik satu tangga kali ini. Kesal.

Lius terkekeh.

"Nggak, Lee. Masa aku setega itu?" gumamnya seraya mengedipkan sebelah matanya. Hal yang paling menjijikkan di mata Lee.

Danisa mengembangkan senyum bahagia ketika matanya bersitatap dengan mata Lee. Rasa lega membuncah di hatinya. Ia sempat berpikir jika adegan ini adalah waktu di dua tahun kemudian. Nyatanya ia salah. Adegan itu terjadi sekarang!

"Aku nggak jadi pergi." Kali ini Lee hanya menatap Danisa dan ingin berbicara berdua dengannya. "karena aku nggak mau ada orang lain yang mendekatimu," tambahnya dengan raut wajah sangat serius.

"Siapa Lee?"

Sial, gerutu Lee kesal. Di saat-saat adegan serius seperti ini kenapa dia selalu muncul, menyela, dan menghancurkan momen romantis? Siapa lagi kalau bukan Lius!

"Pergi dan beli nasi Padang empat bungkus!" suruh Lee sembari mengeluarkan   selembar uang dari dalam dompetnya dan menempelkannya di telapak tangan Lius. "kalau bisa agak lama sedikit juga nggak pa-pa," cengirnya.

"Siap!" Lius tersenyum sumringah dan segera meluncur keluar cafe. Dan hilanglah pengganggu itu dari adegan drama Lee dan Danisa.

"Kamu benar-benar membatalkan keberangkatanmu kemarin?" Danisa seperti masih tidak bisa mempercayai kenyataan yang terpampang di hadapannya. Setelah Lius hilang dari pandangan mereka.

Lee mengangguk yakin.

"Aku memikirkannya dalam waktu yang sangat singkat dan memutuskan membatalkan keberangkatanku," ungkap Lee. "kupikir aku bisa kuliah di sini dan bisa mencari ilmu lewat seminar, buku-buku, internet, pokoknya apa aja," urainya dengan penuh percaya diri.

Danisa mengembangkan senyum sekali lagi.

"Aku nggak bermaksud mencegah keberangkatanmu, tapi, setelah kupikir-pikir akan lebih baik jika bisa melihatmu setiap hari," tandas Danisa malu-malu. Ungkapan hatinya jujur dan tulus. Rasanya ia tak perlu menyembunyikan perasaannya lagi. Toh, ia merasa bahagia saat tahu Lee membatalkan keberangkatannya.

"Benarkah?" Lee tergelak. Renyah dan lepas. Semua beban yang selama ini mendera dadanya telah terangkat tak bersisa. Meninggalkan kelegaan luar biasa yang tak bisa diuraikan dengan kalimat apapun. "trims," gumam cowok itu beberapa detik kemudian.

"Untuk?"

"Telah hadir dalam hidupku."

Lee menatap gadis itu dalam-dalam dan mereka ulang setiap kejadian yang pernah ia alami bersama Danisa. Saat pertama kali melihat gadis itu, yang ia anggap aneh dan biasa-biasa saja, gadis miskin, sederhana, polos, dan jauh dari standar kehidupannya.

Nyatanya cinta tidak pernah memandang fisik, materi, dan strata sosial. Cinta adalah sesuatu yang alami dan datang tiba-tiba. Manusia tidak pernah bisa merencanakan kepada siapa ia jatuh cinta. Ia datang di saat yang tepat dan di waktu yang indah. Selamat datang cinta...

"Nasi Padang sudah datang!"

Aishhh... Pria itu lagi!


Selesai

19 Juli 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top