chapter 24

"Baru pulang, Lee?"

Lee baru saja menutup pintu rumah dan teguran papa menyambutnya. Cowok itu terpaku di tempatnya berpijak demi melihat papa dan seorang wanita duduk di sofa ruang tamu.

Jadi, itukah wanita selingkuhan papa? batinnya getir. Belum genap 100hari mama meninggal, papa sudah berani membawa wanita itu ke rumah. Tanpa rasa malu. Yah, wanita itu memang lebih muda dan cantik ketimbang mama.

"Papa ingin bicara, Lee." Suara papa spontan memutus lamunan Lee. Pria itu berdiri dari tempat duduknya dan bermaksud menyuruh Lee untuk bergabung dengannya. Untuk berbicara tentang hal yang sangat serius.

Lee menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Jengah. Lelah. Ia sudah bisa menebak apa yang akan papa bicarakan.

"Kami akan menikah, Lee."

Lee sudah tidak terkejut lagi mendengar ucapan papa. Ia sudah menduga papa akan mengatakan hal itu.

"Terserah," sahut Lee ketus. "tapi, papa nggak lupa kan, konsekuensinya? Papa harus meninggalkan rumah ini dan melepaskan perusahaan." Lee mengingatkan kembali tentang syarat yang ia ajukan pada papa beberapa waktu yang lalu.

Papa mendesah berat. Sejenak ia menatap wanita yang sedang duduk gelisah di atas sofa. Tampak sekali jika wanita yang dicintainya itu merasa tidak nyaman dengan sikap Lee. Pria itu sangat maklum dengan sikap Lee, bahkan setiap orang akan bersikap sama jika berada di posisi Lee sekarang.

"Papa ingat." Papa bergerak menghampiri tempat Lee berdiri. Tiba-tiba saja ia merasa sungkan bicara pada putranya sendiri. Seolah ada sebuah dinding tebal yang berdiri menjulang di antara mereka berdua. "papa sudah mengambil keputusan, Lee. Papa harap kamu bisa merestui kami," ucap papa setengah memohon. Meski ia tahu hal yang dipintanya mustahil diberikan oleh Lee.

Lee tersenyum pahit. Bahkan ia membuang muka saat papa begitu dekat dengannya. Ia enggan menatap wajah pria itu. Bahkan ia tidak sudi melihat wajah wanita itu.

"Apa gunanya restu dariku?" gumam Lee seolah ingin menertawakan permintaan papa. "tanpa restuku pun kalian akan tetap menikah kan? Jadi, nggak usah berbasa-basi deh. Jika kalian ingin menikah, menikah aja. Lee sudah nggak peduli lagi. Papa sudah bisa mengurus diri papa sendiri kan? Lee juga sama, Pa. Lee bisa mengurus diri Lee sendiri. Papa nggak usah khawatir. Kalian menikah aja dan hiduplah dengan bahagia. Nikmati hidup kalian," tandas Lee dengan nada yang menyebalkan. Memuakkan bagi siapa saja yang mendengarnya.

"Lee." Papa sangat kecewa dan menyesalkan sikap putranya. Pria itu ingin sekali berdamai dengan Lee, tapi, mana mungkin Lee bisa menerima kenyataan ini. Papa sudah menggoreskan luka yang teramat dalam di hati Lee. Papa sepenuhnya sadar dengan apa yang dilakukannya. Papa sadar jika ia bersalah terhadap keluarga kecilnya, tapi, ia tetap saja tidak bisa mengabaikan Lee, putra kandungnya itu.

"Papa sudah selesai bicara kan?" tegur Lee seraya melempar tatapan sinis. "Lee capek, Pa. Lee butuh istirahat. Karena besok pagi Lee harus mengadakan rapat dewan direksi sehubungan dengan pengunduran diri papa."

"Papa akan menikah besok."

Satu kalimat papa sudah cukup membuat kaki Lee membeku di atas lantai. Urung untuk meninggalkan ruang tamu. Padahal ia sudah berniat mengambil langkah menuju kamarnya. Enggan meneruskan pembicaraan yang dibencinya itu.

Lee tidak mengalihkan pandangannya dari atas lantai. Kalimat papanya cukup membuatnya tersentak, tapi, tak bisa membuatnya beralih menatap ke arah pria itu.

Kenapa secepat ini? batin Lee dipenuhi dengan rasa sakit. Padahal mama belum lama meninggal. Papa benar-benar tidak punya perasaan!

"Lalu kenapa papa memberitahuku?" Lee menoleh sejurus kemudian. Sekuat hati ia mencoba bersikap tenang dan cuek. Ia ingin sekali menunjukkan pada papa jika ia benar-benar sudah tidak peduli lagi pada pria itu. Apapun yang ia lakukan, Lee tidak peduli.

"Papa ingin kamu hadir di hari pernikahan papa besok," jelas papa tampak tidak berharap banyak. Toh, mustahil jika Lee akan datang pada pernikahannya.

Lee tersenyum kecut. Senyum paling angkuh yang pernah ia buat seumur hidup.

"Maaf, Pa. Aku sibuk dan nggak punya waktu," tandas Lee dengan nada datar. "Papa sudah selesai kan? Aku capek dan ingin tidur," ucap Lee lagi-lagi dengan gaya juteknya.

"Lee..."

Percuma. Seruan papa kali ini tidak bisa menghentikan langkah-langkah kaki Lee yang mulai menapaki anak tangga pertama. Cowok itu sama sekali tidak terpengaruh dan terus melangkah menuju kamarnya.

Papa hanya tertegun menatap punggung Lee dan mendesah pelan saat cowok itu membanting pintu kamarnya dengan keras. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk membuat Lee bisa menerima keadaan. Dan papa sudah pasrah jika Lee akan membencinya seumur hidup.

Lee melepaskan jas yang membungkus tubuhnya dan melemparnya begitu saja ke atas tempat tidur. Tak lama berselang ia juga merebahkan tubuhnya di sebelahnya setelah melepaskan ikatan dasi yang melilit lehernya.
Lelah.

Hanya satu kata itu yang bisa menggambarkan kondisinya saat ini. Hati, jiwa, dan pikirannya sudah mencapai titik terjenuh dalam hidupnya.

Lee sadar jika hidupnya terasa kosong dan sepi. Seolah tanpa arti. Tak ada seseorang yang bisa menguatkan hatinya saat ia terpuruk seperti saat ini. Tak ada mama atau siapapun di sampingnya untuk berbagi, setidaknya mendengar segala keluh kesahnya meski tidak bisa menyelesaikan masalahnya.

Samar-samar telinga Lee menangkap suara deru mobil milik papa meninggalkan garasi rumah. Jadi, ia benar-benar sudah pergi? batin Lee. Dan tinggal Lee sendirian di rumah itu. Sebenarnya dia tidak sendiri, masih ada dua orang pelayan di rumah itu yang bekerja di sana. Sementara dua pelayan lagi sudah berhenti bekerja sejak mama meninggal. Tapi, apa arti mereka di sana? Mereka hanya tahu bagaimana cara memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Mereka tidak akan pernah peduli bagaimana perasaan majikannya. Lagipula Lee juga tidak akan sudi menceritakan semua persoalannya pada para pelayan itu. Mereka dibayar untuk bekerja bukan untuk mendengar bukan?

Lee memejamkan kedua matanya. Menunggu rasa kantuk datang dengan menerawangkan pikirannya entah ke mana. Mengembara tak tentu arah, tanpa tujuan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top