chapter 21
Lee mendengus keras dan kasar. Cowok itu sedang mengutuk dirinya sendiri. Juga sikapnya pada Danisa kemarin. Sebuah adegan drama tanpa kamera di tepi jalan. Ya Tuhan, kejadian itu sangat memalukan. Apa ada orang lain yang melihat mereka kemarin? Semoga tidak. Jangan sampai ada yang tahu, terutama Lius. Ia pasti akan menertawakan Lee habis-habisan jika melihat kejadian itu.
Dan sekarang apa yang dilakukannya di tempat itu? Lee tertegun menatap tangannya yang sedang menggenggam beberapa kantung belanjaan berisi beberapa helai pakaian wanita dan juga sebuah tas selempang yang modelnya mirip kepunyaan Danisa. Tentu saja harganya jauh berbeda, sesuai dengan standar keuangan Lee. Dan cowok itu masih berdiri terpaku di depan pintu masuk mal, bersiap meninggalkan tempat itu setelah menyelesaikan semua aktifitas belanjanya.
Sebenarnya kenapa ia membeli semua barang-barang itu? Lalu untuk siapa? Apa yang sedang dipikirkannya?
Lee kembali ke dalam mobilnya beberapa menit kemudian. Ia melempar kantung-kantung belanjaannya ke jok belakang seolah ingin membuang barang-barang yang sudah dibelinya itu. Padahal ia sudah menghabiskan banyak uang untuk membeli semua itu.
Cowok itu melajukan mobilnya perlahan keluar dari tempat parkir mal. Hari telah meremang gelap saat itu. Dan ia tidak punya tujuan yang pasti. Pulang ke rumah atau menyerahkan kantung-kantung belanjaan itu pada orang yang tepat, Danisa.
Danisa. Satu nama di antara sekian banyak nama gadis yang ia kenal. Ia berbeda dan sungguh, Lee ingin sekali mengingkari bahwa gadis itu tidak seperti yang lain. Ia punya sesuatu yang membuatnya istimewa. Ia berani, tangguh, dan mandiri. Mungkin juga keras kepala. Nyaris mirip dengan sifat Lee.
Gadis itu sudah berdiri di sana. Di tempat biasa menunggu angkutan. Dan sialnya, ia memakai atasan pink pucat yang dibenci Lee. Juga tas dan sepatu merah jambu. Ia memakai benda itu lagi.
Oh. Sebuah angkutan lewat sejurus kemudian dan gadis itu naik. Membuat Lee jengah. Lelah dengan pikirannya sendiri. Kenapa ia merasa sangat bodoh saat ini?
Lee melajukan mobilnya mengikuti angkutan yang membawa Danisa di dalamnya. Perlahan dan berbagai macam pikiran bergelut di dalam kepalanya.
Ia seperti penguntit. Dan ia melakukan hal ini untuk yang pertama kalinya. Hanya demi seorang gadis sekelas Danisa. Gadis miskin dan biasa. Bukan, ia bukan gadis biasa, ia luar biasa tangguh dan jauh di lubuk hatinya, Lee mengagumi sifatnya. Meski berkali-kali ia mencoba untuk mengingkarinya.
Gadis itu turun di depan gang rumahnya sekitar dua puluh menit kemudian. Jalanan tak begitu ramai sehingga ia cepat sampai.
Lee tak berkutik di tempatnya. Tidak tahu apa yang mesti dilakukannya. Apakah ia akan mengejar gadis itu ataukah pergi begitu saja seperti seorang pengecut?
"Danisa!"
Gadis itu menghentikan gerakan sepatunya, memutar tubuh, dan terkejut begitu mengetahui siapa gerangan yang sudi memanggilnya.
Lee menghampiri tempat di mana gadis itu berdiri kaku menunggu peristiwa apa yang akan terjadi padanya. Cowok itu bergerak secepat mungkin agar Danisa tidak main kabur-kaburan seperti kemarin.
"Mau apa ke sini? Kamu mengikutiku?" tegur Danisa penuh keheranan. Tampak sekali jika ia sangat terkejut melihat kemunculan Lee yang tiba-tiba itu.
"Aku hanya ingin memberimu ini," ucap Lee. Ia menyodorkan kantung-kantung belanjaan yang ia sambar dari jok belakang mobilnya. Mengabaikan pertanyaan Danisa sebelumnya.
Dahi Danisa berkerut seketika. Sedikit dalam dari biasanya. Ia tertegun menatap cowok di depannya itu. Juga kantung-kantung belanjaan yang tersodor ke hadapannya.
"Apa ini?" tanya Danisa tak bisa menutupi kebingungannya.
"Pakaian dan tas buat kamu," jawab Lee datar. Ia memaksa tangan gadis itu untuk menerima pemberiannya. "ambillah."
"Pakaian?" gumam Danisa. Ia mengintip ke dalam salah satu kantung itu untuk membuktikan ucapan Lee. Dan cowok itu benar. "kenapa memberiku pakaian?" Gadis itu beralih menatap ke arah Lee.
"Karena kamu memerlukannya," tandas Lee. Ucapannya benar-benar membuat Danisa terhenyak. Ada seseorang yang juga pernah mengatakan hal yang sama. "kamu nggak akan pernah bisa membeli barang-barang seperti itu, jadi, aku membelikannya untukmu. Ambillah dan aku paling nggak suka dengan penolakan," tegas Lee.
Danisa mengulum senyum pahit. Kenapa ia benar-benar mirip dengan Liam? Padahal ia adalah orang lain. Bukan saudara atau kerabat Liam.
"Kenapa tiba-tiba kamu memberiku semua ini? Kamu ingin menghinaku ya?"
"Bodoh," desis Lee geram. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa membelikan barang-barang itu pada Danisa. "jangan berpikir macam-macam. Ambil aja dan jangan bertanya lagi. Aku membeli semua itu karena aku peduli denganmu. Karena kamu pegawaiku. Mengerti?" Lee mencoba mencari alasan yang bisa diterima oleh akal.
"Benarkah karena alasan itu?" gumam gadis itu penuh selidik. "setelah kamu menghinaku habis-habisan, sekarang kamu memberiku barang-barang ini. Sebenarnya apa maksudmu melakukan ini? Apa jangan-jangan kamu terbiasa melakukan hal seperti ini pada orang lain?" Danisa menyipitkan matanya dan mencari jawaban atas pertanyaannya di wajah Lee. Tapi, ia belum berhasil menemukan jawaban apapun.
"Apa aku boleh mampir ke rumahmu?" Lee mengabaikan pertanyaan Danisa.
"Kenapa? Kamu ingin menghina rumahku juga?" celutuk gadis itu mengantisipasi segala kemungkinan.
Lee menggeleng pelan.
"Aku capek dan haus. Kamu nggak keberatan kan, kalau aku minta minum?" ucap cowok itu. Ia bahkan bersikap seperti orang lain. Bukan Lee yang angkuh dan sombong yang pernah Danisa kenal.
Gadis itu melenguh. Ia mengajak Lee untuk mampir ke rumahnya meski dengan berat hati. Dan Lee terpaksa meninggalkan mobilnya di tepi jalan karena gang menuju rumah Danisa terbilang sempit. Tentu saja setelah ia menitipkannya pada seorang pemilik warung yang berada didepan gang.
Danisa mempersilakan Lee untuk singgah di teras rumahnya yang kecil. Ada dua buah kursi plastik dan sebuah meja kayu tempat ia biasa berjualan gorengan. Dan Lee duduk di sana dengan tatapan beredar ke sekeliling. Berkenalan dengan tempat asing di mana ia singgah. Tempat biasa jauh dari kawasan elite seperti yang ditinggalinya. Rumah-rumah yang berjajar padat, gantungan cucian berserakan di bawah atap, pokoknya jauh dari kesan rapi.
"Minumlah." Danisa keluar dari dalam rumahnya dan meletakkan sebuah gelas berisi teh hangat di atas meja. Mengusik lamunan Lee yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal Danisa.
"Jadi, kamu tinggal di tempat seperti ini?" gumam Lee tanpa menoleh.
Tepat seperti yang ditakutkan Danisa. Lee akan menyinggung soal tempat tinggalnya. Gadis itu menyeret sebuah kursi plastik dan duduk agak jauh dari tempat Lee.
"Ya." Ia hanya menjawab dengan singkat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top