chapter 20

Lee membeku untuk beberapa detik lamanya. Hanya sepasang mata yang menatap kosong ke arah punggung Danisa yang bergerak melangkah menjauh dari mobilnya. Bersiap menyusuri lantai trotoar selangkah demi selangkah. Begitulah, sikap seorang gadis yang sedang marah dan seolah putus asa. Mirip sepotong adegan dalam film percintaan remaja. Sang gadis marah pada kekasihnya dan memutuskan untuk keluar dari mobil. Berpura-pura akan pulang dengan berjalan kaki, padahal dalam hati sang gadis sangat berharap untuk dikejar. Dan ending-nya mereka akan berbaikan kembali setelah beradegan dramatis. Huh.

Lee mendengus. Mereka bukan sepasang kekasih dan bukan sedang bermain drama romantis. Pokoknya mereka sedang bertengkar hanya karena masalah sepele. Tapi, gadis itu tidak sedang ingin dikejar bukan?

"Sial," desis Lee melampiaskan kekesalannya dengan meninju kemudi mobilnya. Kenapa ia harus menjadi bagian drama bodoh yang sama sekali tidak direncanakannya. Dan juga tanpa kamera!

Lee bergegas meloncat dari mobilnya setelah ia berhasil mencairkan kesadarannya kembali. Ia menyusul langkah Danisa yang menapaki lantai trotoar dengan hati kesal.

"Hei!"

Lee berhasil menyusul langkah Danisa dan langsung menarik lengan gadis itu dengan paksa. Tanpa ampun. Membuat Danisa terperangah kaget. Ia sama sekali tidak menduga akan mendapat perlakuan seperti itu dari Lee.

"Apa-apaan kamu?" Sepasang mata Danisa melotot tajam. Mencoba menembus ke dalam jantung cowok itu.

Lee terpaku dan masih mencekal lengan Danisa kuat-kuat. Ia balas menatap ke dalam mata Danisa dan seolah ingin mencabik-cabik telaga bening milik gadis itu. Untuk beberapa detik ia merasa berbagai penyesalan mendadak datang dan meruah tumpah di dalam dadanya. Kenapa ia mesti melakukan hal itu pada Danisa? Sebenarnya apa yang dipikirkannya?

"Kenapa kehadiranmu begitu mengusik hidupku? Sebenarnya siapa kamu? Kenapa mesti kamu?" Lee menghempaskan lengan Danisa dengan kasar. Dan apa yang baru saja diucapkannya? 

Danisa melongo. Gadis itu tersentak hebat. Apa? batinnya. Apa yang baru saja didengarnya tadi? Apa Lee sudah tidak waras?
"Apa?" gumam Danisa masih bingung. "kamu bilang apa barusan?"

Lee mendengus. Entah. Ia merasa seperti kehilangan jati dirinya untuk saat ini. Apa yang baru saja diucapkannya sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Hati nurani? batinnya. Hati nurani yang mana yang sedang ia bicarakan? Bukankah selama ini ia selalu berpikir jika gadis itu hanyalah sebuah ingatan biasa? Bukan sesuatu yang istimewa dalam hatinya. Tapi, kenapa bibirnya begitu berani mengucapkan hal itu? Apa gadis itu benar-benar mengusiknya, bukan karena penampilan fisiknya belaka? Dan kenapa ia menjadi kesal mengetahui fakta bahwa Lius lebih akrab dengannya? Ia juga benci saat gadis itu berbincang dengan pegawai baru di cafe.

Lee menghela napas dalam-dalam dan membuang tatapannya ke arah lain. Mencari sesuatu di kejauhan untuk mengingkari kenyataan yang sedang terpampang di hadapannya. Tapi, gagal.

"Aku bilang jangan berkeliaran di depanku dengan pakaian dan tas lusuh itu," ucap Lee kemudian. Setelah ia berhasil menyusun sebaris kalimat ngawur.

"Oh." Danisa menggumam sekaligus menyunggingkan senyum pahit. Ia benar-benar tidak habis pikir kenapa ada orang seaneh dan segila Lee di dunia ini. "apa salahnya berpakaian seperti ini? Toh, pakaianku bersih dan di luar sana masih banyak orang yang berpakaian lebih buruk dariku. Apa kamu juga membenci mereka semua?"

Gadis itu benar-benar ingin menyudutkan Lee rupanya. Apa Lee masih punya stok kalimat untuk membalas Danisa?

"Aku nggak punya masalah dengan mereka atau siapapun," tandas Lee datar. "aku hanya punya masalah denganmu."

"Denganku? Kenapa? Apa karena aku karyawanmu? Alasan bodoh," omel Danisa tak keruan. Rasanya ia ingin menghajar cowok itu habis-habisan. Jika ia bisa!

"Karena..." Kata-kata Lee terpotong. Rasanya ia tak punya persediaan kata-kata apapun. "kamu bodoh." Akhirnya kata-kata itu yang menjadi lanjutannya. Meski terdengar buruk.

Gadis itu terhenyak. Bingung, heran, dan lumayan terkejut.

"Aku bodoh?" Danisa menunjuk hidungnya sendiri dengan ekspresi tak percaya. "kalau begitu, tolong katakan di mana letak kebodohanku."

Lee menyunggingkan senyum sinis di ujung bibir tipisnya. Yeah, ada beberapa gadis yang menyebut bibir Lee seksi. Dan Lee tidak keberatan dengan sebutan itu.

"Ya, karena kamu bodoh," ucap Lee sembari menekan jidat Danisa menggunakan ujung jari telunjuknya. "kamu keluar dari mobil seperti itu, padahal rumah kamu masih jauh. Apa kamu mau jalan kaki ke rumah, hah? Apa kamu pikir ini adegan drama?" desak Lee sengaja ingin membuat gadis itu tampak benar-benar bodoh.

Danisa tersenyum pahit mendengar ucapan Lee. Kesialan apa yang menimpa dirinya karena bertemu dengan orang macam Lee.

"Sudah, masuk sana," perintah Lee cepat. Sebelum gadis itu berhasil membalikkan serangannya. "kamu nggak benar-benar berniat jalan kaki pulang ke rumah kan?"

"Aku nggak mau," tandas Danisa tegas dan ketus. "lebih baik aku pulang jalan kaki daripada ikut dengan orang yang sudah menghinaku seperti itu. Apa aku benar-benar seburuk itu di matamu?"

"Bodoh." Lee mendesis sangat lirih. Ia paling benci dengan orang yang angkuh semacam itu, meski dia sendiri juga angkuh. Seolah di dunia ini hanya dia seorang yang boleh merasa angkuh. Karena ia tidak sabar menghadapi sikap Danisa, Lee bergegas menarik tangan gadis itu dan memaksanya untuk segera masuk ke dalam mobil.

Danisa tertegun dan tidak melawan. Ia terlalu bingung dengan perubahan sikap Lee. Gadis itu masuk ke dalam mobil sesuai dengan keinginan Lee.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku?" Danisa menoleh pada Lee tepat setelah cowok itu duduk di sebelahnya. "kamu nggak sedang jatuh cinta padaku kan?" Pertanyaan Danisa meluncur sedikit tersendat. Agak dieja dan sarat dengan keraguan.

Lee menatap Danisa tajam. Dahinya langsung berkerut mendengar pertanyaan gadis itu.

Tunggu, batin Lee. Jatuh cinta? Bahkan ia nyaris terbahak mendengar pertanyaan gadis itu. Danisa, si gadis biasa itu sama sekali bukan tipe idaman Lee. Bagaimana bisa ia jatuh cinta padanya? Tidak mungkin. Ini bukanlah sesuatu yang bisa disebut sebagai cinta. Tapi, apa? Lee harus menyebutnya sebagai apa?

Lee tergelak. Akhirnya. Sekadar untuk menutupi kegelisahannya sendiri. Juga untuk mengingkari perasaannya sendiri, bahwa ia yang pernah menganggap gadis itu 'sesuatu' yang tidak penting, nyatanya sekarang ia peduli pada gadis itu. Dan alasannya? Lee tidak pernah tahu!

"Jangan pernah berpikir aku jatuh cinta padamu. Mengerti?" Lee menghentikan gelaknya. Ia menyalakan mesin mobilnya sesaat kemudian.

"Lalu kenapa kamu bersikap begitu padaku?" desak Danisa. Tampaknya gadis itu tidak sabar dan sangat penasaran ingin tahu alasan di balik sikap Lee.

Alasannya? batin Lee mengulangi pertanyaan Danisa. Ia mencengkeram kemudi kuat-kuat. Sebenarnya ia tidak tahu pasti alasannya. Ia hanya mengikuti kehendak hatinya saat ini.

"Hei, aku sedang bicara padamu," lenguh Danisa kesal. Karena Lee diam tak menjawab dan mulai menjalankan mobilnya kembali. Seolah tak mendengar pertanyaan gadis itu.

Lee tak bereaksi. Ia teguh menatap ke depan. Ke arah jalanan yang terbentang di hadapannya dan mengabaikan seseorang di sampingnya. Bukan, bukan karena ia sedang acuh. Melainkan ia sedang asyik bergelut dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya kenapa ia melakukan hal itu pada Danisa? Kehadiran gadis itu memang sedikit mengusik hatinya, tapi, kenapa membuatnya bersikap konyol seperti itu? Entahlah.

Danisa membuang muka ke samping. Ia jengkel dengan cowok yang tengah duduk di sampingnya. Sangat jengkel!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top