The baby

Al terlihat gugup dan panik di depan ruang persalinan. Di dalam sana Ily sedang diperiksa oleh seorang Bidan kepercayaan Maia. Saat Maia, Al, El dan Dul menunggu di kursi depan ruang itu terlihat seorang wanita keluar dengan pakaian kebesarannya berwarna putih.

"Bagaimana Bu Yanthi, dengan kondisi menantu saya?" tanya Maia khawatir dan panik.

"Ibu Maia tenang saja masih lama persalinannya. Baru juga pembukaan dua," jawab Bidan Yanthi dengan senyuman manisnya.

"Apa saya boleh menemaninya, Bu?" Al yang tak kalah paniknya dengan Maia maju mendekati pintu ruang, yang di dalam sana ada istrinya sedang berjuang.

"Silahkan Pak Al, istri anda membutuhkan dukungan dari anda," ujar Yanthi mempersilahkan dan menggeser berdirinya untuk memberi akses Al berjalan. Al segera masuk ke dalam melihat Ily yang meringis menahan sakit.

"Sayang ...," panggil Al lembut menghampiri Ily.

"Honey, aduhhhh sssshhhh sakit," keluh Ily sambil mengelus pinggangnya yang merasa pegal dan terasa ingin lepas.

Al menghampirinya membantu Ily meredakan sakitnya dengan mengelus lembut punggung Ily. Air yang selalu keluar dari area sensitif Ily, tanpa merasa jijik Al mengelap dan sangat telaten mengganti alasnya dengan yang kering agar Ily tetap merasa nyaman.

"Sssshhhhh aduh aduh ...duh ...," rintih Ily mengaduh saat kontraksi terasa sangat sakit.

Al yang melihat istrinya seperti itu menjadi tidak tega. Al menyeka peluh Ily dengan tisu kering. Al mengikat rambut Ily agar tidak menghalangi wajahnya.

"Mau minum?" tawar Al penuh perhatian.

"Iya," jawab Ily menahan sakit yang luar biasa. Al mengambilkan minum untuk Ily, lalu mengarahkan sedotannya ke bibir tipis itu.

"Aaaaawwww sssssshhhhh," desis Ily saat merasa sakitnya bertambah.

"Aku panggilin perawatnya dulu ya?" ujar Al yang merasa tidak tega melihat istrinya kesakitan, lalu dia pergi untuk memanggil perawat.

Maia, El dan Dul tampak tegang menunggu di depan ruang bersalin. Keringat dingin bercucuran karena merasa panas. Bukan panas karena suhu saat itu, panas karena harap-harap cemas menunggu. Maia tidak bisa duduk tenang. Sesekali dia berdiri dan berjalan mondar-mandir di depan pintu.

"Bunda, tenanglah dulu. El yakin Kak Ily dan bayinya akan baik-baik saja. Kalau Bunda seperti itu El dan Dul semakin cemas dan ikut tidak tenang." El menarik lembut tangan Maia agar duduk di sebelahnya.

Maia menarik nafas dan mengeluarkan perlahan. Dia ulang berkali-kali agar hatinya lebih tenang.

"Kita berdoa saja untuk keselamatan Kak Ily dan bayinya ya Bun?" kata Dul mengelus lembut lengan Maia. Maia mengangguk lalu mereka berdoa bersama. Setelah mereka selesai berdoa tak berapa lama orangtua Ily datang menghampiri mereka.

"Jeng Maia," panggil July lalu memeluk Maia dan cipika cipiki ramah.

"Gimana Jeng keadaannya Ily?" tanya July khawatir dengan raut wajah yang tak kalah tegangnya.

"Masih di dalam Jeng. Kita tunggu saja di sini ya?" jawab Maia mengajak July duduk di sampingnya.

"Om apa kabar?" tanya El menyapa dan menyalami Afrizal yang masih berdiri.

"Baik El, bagaimana kabarmu?" tanya Afrizal balik sambil menepuk bahu El.

"Alhamdulillah Om baik," jawab El sopan.

"Om silahkan duduk," ucap Dul berdiri mempersilahkan Afrizal duduk di tempatnya tadi.

Afrizal sangat bahagia melihat putra-putra dari besannya itu yang ramah tamah dan sangat pengertian. Afrizal tersenyum lalu duduk di bangku yang Dul duduki tadi.

"Terimakasih," ucap Afrizal.

"Iya Om sama-sama," jawab Dul.

Di dalam ruang bersalin Al sangat panik, dia tidak pernah jauh sedikit pun dari Ily. Al membayangkan ibundanya dulu saat melahirkannya. Peluh Al membasahi tubuhnya.

"Dad, jangan ikut tegang. Aku jadi takut," ucap Ily yang memegang tangan Al erat.

"Maaf Mom, aku sangat khawatir dan kasihan melihat kamu kesakitan seperti ini. Semua salahku," kata Al dengan wajah tidak santai.

"Kesalahan yang menikmatkan dan menghasilkan anugrah terindah Dad," sahut Ily tersenyum manis membuat hati Al sedikit merasa lega dan menghangat.

"Ibu Ily, apakah sudah siap?" tanya Yanthi yang sudah siap memakai sarung tangan dan berdiri di depan selangkangan Ily yang sudah mengangkang lebar.

"Insya Allah sudah siap Bu," jawab Ily menahan sakit.

"Kamu harus kuat ya Mom? Aku selalu di sini, di samping kamu," bisik Al lalu mencium kening Ily pelan.

"Iya Dad, terimakasih sudah menjadi suami terbaik untukku dan ayah yang baik untuk anak kita," jawab Ily sebelum memulai persalinannya.

"Ibu Ily, dengarkan aba-aba saya ya? Jika saya menyuruh mengejan baru nanti anda lakukan. Biar tidak semakin sobek vaginanya," ujar Yanti memberi arahan. Ily hanya mengangguk mengerti.

Rasa sakit yang sangat amat dirasakan Ily ia jalani. Nyawa ia taruhkan untuk buah hatinya agar dapat menghirup oksigen di dunia ini. Rasa yang sangat sakit dan hingga seakan nyawa dia tertarik di ubun-ubun, tetap dia berusaha keras agar buah hatinya lahir di dunia ini.

"Aaaaahhhhhrrrrgggggg sakit Honey," teriak Ily mencengkeram lengan Al yang tidak sadar justru melukainya.

"Ayo Mom kamu kuat, aku sangat mencintai kamu. Berjuanglah demi buah hati kita. Aku di sini, kita berjuang bersama," bisik Al tepat di telingan Ily.

"Bantu aku mengejan, Honey," pinta Ily yang tidak sadar. Al tampak berfikir oleh perkataan istrinya itu. Seketika dia kembali memberi semangat untuk Ily.

"Ibu Ily, kepalanya sudah terlihat. Ayo Bu, lebih kuat ya mengejannya?" seru yanti lembut dan sangat sabar.

"Aaaarrrrggggg ...." Ily mengejan kuat hingga sudah terlihat kepala bayinya. Al melihat perjuangan Ily seperti itu ada rasa sangat bersalah yang menjalar di dadanya. Pikirannya melayang kepada ibundanya.

"Ibu Ily, sekali lagi mengejan lebih kuat ya?" titah Yanthi yang sudah siap menangkap kepala bayinya. Ily menarik nafas dalam-dalam bersiap-siap untuk mengejan.

"Eeeerrrrrgggggggg Ahhhhhhhh."

Dengan sekali tarikan nafas Ily berhasil melahirkan buah hatinya ke dunia. Tangisan bayi menggelegar memenuhi ruang bersalin itu hingga terdengar sampai di luar. Mata Al berkaca-kaca melihat bayi mungil yang suci masih berlumuran darah ditengkurapkan dan sengaja dibiarkan menangis di dada Ily. Air mata bahagia Ily, menetes kala melihat bayi laki-lakinya sekarang dapat dia sentuh dan lihat di depan matanya setelah selama 9 bulan lebih dia mengandungnya. Rasa sakit yang tadinya ia rasakan terbayar sudah menjadi kebahagiaan yang amat sangat tak terhingga. Ucapan syukur kepada Allah Al dan Ily panjatkan. Al sujud syukur seketika itu dengan linangan air mata bahagia. Al tak henti-hentinya menciumi wajah Ily rata dan mengucapkan terimakasih.

"Pak Al, silahkan di adzani dulu sebelum dibersihkan," ujar Yanthi mengingatkan.

"Iya Bu, terimakasih," ucap Al lalu dengan tangan bergetar dan sangat hati-hati Al mengangkat buah hatinya itu untuk pertama kalinya. Rasa yang tak dapat digambarkan lagi oleh Al. Bahagia dan haru menjadi satu. Dia masih tidak percaya bahwa kini dia resmi menjadi seorang ayah. Al mengadzani tepat di telinga kanan buah hatinya. Setelah selesai mengadzani Al menyerahkan buah hatinya ke pada perawat agar dibersihkan. Senyum bahagia terukir di bibir Al dan Ily.

Tidak jauh berbeda di luar ruang itu, tampak wajah orang yang sedari tadi menunggu mereka dengan rasa cemas, tegang dan khawatir kini terlihat bahagia dan lega. Maia dan July saling berpelukan. Karena ini adalah cucu pertama dari kedua belah pihak. El dan Dul berpelukan sedangkan Afrizal menepuk bahu El dan Dul. Semua air mata yang mengalir hari ini adalah air mata kebahagiaan.

Setelah melewati berbagai prosedur dari rumah bersalin itu, kini Ily sudah dipindahkan di ruang rawat. Kondisinya yang masih lemah tidak mengurangi senyum dan rasa bahagianya. Semua orang yang menunggunya masuk ke dalam.

"Kak Ily selamat ya sudah jadi Bunda sekarang," seru Dul lalu memeluk Ily.

"Terimakasih ya Dul," ucap Ily melepas pelukannya.

"Kak Ily selamat ya semoga bisa menjadi tauladan dan contoh yang baik untuk buah hati, Kak Ily dan Kak Al," ucap El sambil memeluk Ily.

"Iya, terimakasih ya El. Kamu cepatlah menikah, sudah waktunya jangan hanya pekerjaan saja yang kamu pikirkan," nasehat Ily melepas pelukannya pada El.

"Iya, doakan saja ya Kak, semoga aku bisa menemukan gadis yang sesuai dengan harapan Bunda. Biar bisa memahami keluarga kita dengan baik," jawab El mundur satu langkah.

"Selamat ya, Nak? Sekarang Ily sudah menjadi ibu. Jadilah ibu yang baik untuk anakmu. Didik dan rawat dia sebaik mungkin. Sayangi dan jaga dia sepenuh hati dan jiwamu," pesan July memeluk Ily. Air mata Ily berlinang karena haru.

"Terimakasih ya Ma, atas pengorbanan Mama selama ini. Maaf jika Ily masih suka bandel dan membuat Mama sedih. Sekarang baru Ily merasakan perjuangan seorang ibu yang sangat besar untuk melahirkan anaknya ke dunia ini," seru Ily sambil menangis. July hanya tersenyum dan menghapus air mata Ily.

"Ily selamat ya, sudah menjadi ibu," ucap Afrizal mencium kening Ily.

"Terimakasih selama ini Papa sudah menyayangi Ily. Merawat dan mendidik Ily hingga menjadi anak yang baik, walau Ily belum sempat membalas semua kebaikan yang sudah kalian beri untuk Ily."

"Sssssttttttt." Jari telunjuk Afrizal menempel di bibir Ily.

"Jangan katakan itu lagi Nak, kami sebagai orangtua tidak mengharap imbalan dari kalian. Melihat kalian bahagia sudah cukup membuat kami juga merasa bahagia. Mendidik dan merawat dengan baik itu sudah tanggung jawab kami sebagai orangtua," jelas Afrizal membuat Al, El dan Dul merasa bahagia karena mereka merasakan kembali sosok ayah yang sudah lama meninggalkan mereka.

Maia menghampiri Ily dan mencium keningnya.

"Bunda terimakasih, dari Bunda Ily belajar banyak hal. Menjadi wanita yang kuat, tegar dan penyayang. Bunda wanita yang hebat," puji Ily membuat Maia tak kuasa lagi menahan air matanya lalu memeluknya penuh rasa sayang.

Saat semua sedang menangis haru terdengar pintu ruangan terbuka. Seorang perawat dan Bidan yang menolong persalinan Ily tadi, mendorong box baby, lalu berhenti di samping brankar Ily.

"Ibu Ily, berikan ASI pertamanya untuk si kecil ya? Agar kekebalan tubuhnya semakin kuat," ujar Yanthi sambil mengangkat bayi laki-laki tampan itu.

Dengan perlahan Ily menerimanya dituntun oleh Yanthi dan perawat, Ily menyusui anaknya untuk pertama kalinya.

"Ini adalah kado terindah di tahun ini," seru Al membuat semua menoleh padanya. Al tersenyum manis lalu menghampiri Maia sujud di kaki Maia. Al memeluk kaki Maia menumpahkan semua rasa yang ia rasakan saat ini.

"Terimakasih Bunda, selama ini sudah menyayangi kami sepenuh hati. Karenamu kami sekarang dapat menghirup udara di muka bumi ini. Karenamu kami menjadi orang yang berguna untuk semua orang. Karenamu juga kami menjadi lelaki yang bertanggung jawab," ujar Al membuat Maia semakin menangis haru.

July dan Afrizal yang melihat anak menantunya seperti itu semakin bangga, mereka tidak salah jika menitipkan putrinya kepada lelaki yang baik dan bertanggung jawab seperti Al. Maia menuntun Al untuk berdiri lalu memeluknya. Maia melihat El dan Dul lalu merentangkan tangannya agar mereka datang kepelukannya. Dengan cepat mereka memeluk Maia. Kini di dalam pelukan Maia ada tiga buah hatinya.

Maia tidak dapat mengucap satu kata pun karena dia sudah kehabisan kata-kata untuk menjawab ucapan Al. Maia melepas pelukanya lalu mencium kening putranya itu satu persatu. Setelah itu Al menghampiri Ily dan mencium keningnya beralih mencium buah hatinya penuh rasa sayang dan cinta.

"Selamat hari ibu, Mom," ucap Al yang menyadarkan semua jika hari ini adalah hari Ibu.

"Aaahhhh ... iya aku lupa Kak Al. Saking bahagianya sampai lupa," seru El lalu memeluk Maia lagi di ikuti Dul juga.

"Selamat hari ibu Bunda ...," ucap El dan Dul bersama, lalu mencium pipi Maia. July dan Afrizal tersenyum melihat kehangatan keluarga besannya itu.

"Sus, saya minta tolong abadikan momen langka ini," perintah Yanthi yang menyerahkan iphonenya kepada salah satu perawat yang menemaninya di ruangan itu. Perawat itu mengambil gambar setiap apa yang keluarga besar itu lakukan.

"Bu Yanthi, kita foto bersama untuk kenang-kenangan karena cucu kami sudah lahir dengan selamat atas bantuan Bidan hebat seperti Bu Yanthi," ajak Maia lalu meminta perawat itu mengambil beberapa pose mereka bersama.

Ibu terimakasih kau sudah mempertaruhkan segalanya untuk kami. Jiwa raga hingga nyawamu sudah engkau taruhkan, jika kami membalas dengan apa yang sudah kami raih dan dapatkan hingga saat ini, itu belum cukup untuk membayarnya. Kasih sayangmu sepanjang masa tak pernah akan padam. Terimakasih untuk segalanya, ibu ....

Mother has given me a milions things.
Mother very meaningful to her parents
The mother drain the tears to save me
The mother pure gold
The mother loved me sincerely visible from the light of his eyes sparkle
Mother was real and he will always puts her at the average
Mantera mother is a word very meaningful in the world to me

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top