Single parent

Perjuangan single parent yang harus tegar menghadapi ujian hidup dan kerasnya ibu kota. Dia seorang ibu dari ketiga jagoan yang selalu menyayanginya sepenuh hati. Di dalam kehidupan sederhananya dia mampu mendidik dan membesarkan ketiga buah hatinya dengan baik. Pagi-pagi buta dia sudah bangun untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim.

"Al, El, Dul, bangun sayang, ayo kita solat subuh berjamaah?" tukas Maia lembut membangunkan ketiga jagoannya.

Dengan kesadaran yang belum penuh ketiga jagoannya itu bangkit dari ranjang lalu mengambil air wudhu. Rutinitas seperti ini mereka lakukan setiap pagi. Maia sengaja menanamkan pendidikan agama untuk ketiga jagoannya sejak mereka kecil. Setelah semua siap akhirnya mereka pun berjamaah bersama.

Setelah berjamaah, mereka segera mengawali aktifitas dengan tugas yang sudah diberikan Maia. Maia lakukan itu semata-mata untuk mengajiri mereka arti tanggung jawab. Maia berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan, Al sebagai anak pertama mencuci pakaian, sedangkan El dan Dul membersihkan rumah. Itu selalu mereka lakukan setiap pagi sebelum mengawali aktifitas di luar rumah. Kerja sama yang mereka jalin bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan mereka.

"Al nanti Bunda tidak bisa pulang di jam makan siang. Nanti kalau kamu pulang sekolah tolong panasin sayur untuk adikmu ya? Sepertinya Bunda hari ini lembur," pesan Maia pada Al sebagai anak tertuanya.

"Iya Bun. Bunda jangan terlalu kecapean ya? Hati-hati saat bekerja," seru Al penuh perhatian membuat hati Maia menghangat.

Sebagai seorang single Mother tidak membuat Maia rapuh. Justru dia menjadi wanita yang kuat dan tegar. Dia menjalankan dua peran sekaligus. Mencari nafkah yang seharusnya dilakukan oleh kepala keluarga dan mendidik merawat buah hatinya sebagai ibu rumah tangga. Maia merangkap sekaligus dua peran itu. Sebagai kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga. Setelah semua tugas masing-masing selesai, mereka bersiap-siap bersekolah tidak ketinggalan Maia yang juga harus siap-siap bekerja. Kini mereka sudah duduk di meja makan dengan pakaian yang sudah rapi. Al yang mengenakan seragam SMA, El seragam SMP dan Dul seragam SD.

"Kak Al ambilkan minum," perintah Dul ditengah makannya.

"Jangan Al," cegah Maia saat Al ingin bangkit dari duduknya.

"Dul, ulangi lagi kata-kata kamu?" perintah Maia lembut kepada Dul.

"Kak Al minta tolong ambilkan aku air minum," ulang Dul lebih sopan.

"Nah itu baru anak Bunda. Ingat jika memerintah seseorang jangan lupa kata 'Tolong' kalian harus gunakan. Apa lagi orang itu lebih tua dari kalian. Itu terdengar lebih sopan. Kalian paham?" tutur Maia lembut kepada ketiga jagoaannya.

"Iya Bun," jawab mereka bersama. Al bangkit mengambilkan Dul air mineral di dalam gelas lalu memberikannya. Tanpa mengucapkan apa pun Dul ingin langsung meminumnya.

"Dul, bilang apa sama Kak Al?" Maia mengingatkan Dul.

"Terimakasih Kak Al," kata Dul menyengir kuda memamerkan giginya yang hitam habis karena gigis.

"Sama-sama Dul," jawab Al sambil mengacak sayang kepala Dul.

"Bun, aku akan diikut sertakan dalam lomba cerdas cermat antar sekolah. Kalau nanti aku bisa menang akan di ikutkan antar kota dan jika menang lagi akan lebih meningkat hingga tingkat nasional Bun," cerita El yang sedari tadi diam menyelesaikan sarapannya.

"Wah ... kamu hebat El. Kalau begitu kamu harus rajin-rajin belajar." Respon Maia merasa bangga kepada El.

"Kalau kamu kesulitan Kakak siap membantu kamu, El," sahut Al.

"Bener Kak?"

"Iya. Dengan senang hati Kakak akan mengajarimu."

"Terimakasih Kak Al," seru El sambil menghampiri Al lalu memeluknya.

"Oh so sweet ...," ujar Maia lalu ikut memeluk Al.

"Aku juga mau dipeluk," sela Dul lalu menghampiri Al. Al merentangkan tangannya untuk memeluk adik bontotnya itu. Pemandangan yang mengharukan di pagi hari yang cerah itu.

Setelah selesai sarapan Maia membagi uang jajan sesuai porsi mereka masing-masing. Dengan motor sederhananya Maia setiap pagi mengantar mereka ke sekolah. Karena jarak sekolahan mereka yang dekat dengan rumah dan berjejer saling bersebelahan, Maia berani mengangkut sekaligus tiga jagoannya itu. Sesampainya di depan sekolahan Dul, Al dan El juga turun karena sekolahan mereka sudah dekat satu baris dengan sekolahan Dul.

"Dul, kalau pulang hati-hati ya, Nak?" pesan Maia karena Dul masih kelas 5 SD dia pulangnya lebih awal dari Kakak-kakaknya.

"Iya Bun," jawab Dul menjabat tangan Maia lalu menciumnya. Maia mencium kening Dul. Lalu Dul masuk ke dalam sekolahannnya.

"Al, El, kalian jaga Dul selagi Bunda bekerja ya? Ingat pesan Bunda ya Al?" ujar Maia mengingatkan.

"Iya Bunda," jawab mereka bersama. Lalu mereka mencium tangan Maia dan Maia mencium kening mereka.

Walau adegan itu mereka lakukan ditempat umun tidak menjadikan mereka malu, justru mereka bangga bahwa kasih sayang yang diberikan Maia tidak pernah kurang sedikit pun.

"Belajar yang benar ya, Nak? Jadilah anak yang membanggakan dan berguna," pesan Maia sambil mengacak sayang rambut Al dan El.

"Bunda hati-hati ya kerjanya? Jangan lupa solat dan makan," pesan Al penuh perhatian.

"Iya. Terimakasih, ya sudah sana sekarang kalian masuk," ujar Maia lalu Al dan El berlari kecil masuk sekolahan mereka masing-masing.

Maia tersenyum melihat punggung kedua putranya itu tidak terasa sudah tumbuh menjadi remaja yang tampan dan pintar. Maia menghela nafasnya lalu segera berangkat ke kantornya. Walau hanya sebagai pegawai biasa tapi Maia selalu ingin menjadi pegawai yang baik dan loyalitasnya untuk perusahaan sudah tidak di ragukan lagi di mata atasannya.

Al yang baru saja masuk ke dalam kelas dan duduk dibangkunya, ada gadis manis nan cantik yang duduk di bangku depannya menyapa ramah dengan senyuman terbaiknya.

"Selamat pagi Al?"

"Selamat pagi juga Ily," jawab Al tak kalah ramahnya.

"Kamu sudah ngerjain PR dari Bu Ratih?" tanya Ily yang kini menghadap kebelakang.

"Sudah. Kenapa Ly?" tanya Al sambil mengeluarkan buku pelajarannya untuk jam pertama.

"Aku tidak tahu rumus yang dipakai untuk soal nomer 5. Kamu bisa bantu aku?"

"Oh ... bisa Ly. Mana buku PR kamu?"

Ily segera mengeluarkan buku PR-nya. Dengan telaten dan hati-hati Al membantu Ily mengerjakan sambil mengajari caranya. Hingga bel masuk pun berbunyi.

***

Di tempat sebuah perkantoran swasta Maia sudah mulai sibuk dengan kertas-kertas yang harus dia cek dan jika ada yang perlu diperbaiki dia harus segera merevisinya. Kerja kerasnya dia lakukan untuk menyambung hidup dan biaya sekolah ketiga putranya. Walau itu tidak mencukupi untuk kebutuhannya, Maia rela membantu temannya atau menggantikan temannya untuk lebur. Dari hasil lemburannya, bisa dia gunakan untuk menambahi uang belanja sehari-harinya.

"Maia tolong selesaikan laporan yang ini dulu. Besok pagi-pagi harus diserahkan kepada bagian pemasaran," ujar supervisor yang menjadi atasan Maia.

"Baik Pak," jawab Maia sopan lalu mulai melakukan yang diperintahkan atasannya itu. Maia dengan serius dan teliti mengecek dan menyelesaikan laporannya.

***

Saat raja siang tepat berada di atas kepala, El menunggu Al keluar dari sekolahnya. Dari tempat El berdiri terlihat Al berjalan beriringan dengan gadis yang cantik nan mungil.

"Ly, kenalin ini adik aku namanya El," ujar Al yang baru saja sampai di depan El.

"Halo Kak? Salam kenal," sapa El ramah sambil menjabat tangan Ily.

"El ini teman satu kelas Kak Al, namanya Kak Ily. Dia mau belajar di rumah sama Kak Al," jelas Al kepada El.

"Oh ... teman, El pikir pacar Kak Al?" El sengaja menggoda Al, membuat Ily salah tingkah.

"Bukan El, Kak Al belum kepikiran sampai ke arah situ. Masih ingin fokus belajar. Apa lagi sebentar lagi kita mau ujian juga. Iya kan Ly?" jelas Al lalu meminta persetujuan Ily agar tidak ada kesalah pahaman diantara kedekatan mereka.

"Iya Al, aku juga masih mau fokus sekolah dulu," timpal Ily menyetujui perkataan Al.

Walau sebenarnya sudah sejak dulu mereka berteman, Al dan Ily merasa ada sesuatu yang berbeda saat saling berdekatan. Seakan ada magnet yang saling tarik menarik untuk mereka agar selalu dekat. Debaran jantung mereka pun berbeda kala mereka berdekatan. Namun mereka sama-sama menahan perasaan itu sampai waktu yang tepat entah kapan hari itu akan datang. Namun Al saat ini hanya memikirkan Bunda dan adik-adiknya. Al menyadari jika dia adalah anak pertama dan Al bertekat ingin segera menyelesaikan pendidikannya dan akan membantu ibundanya merawat dan membiayai sekolah adik-adiknya.

"Ly, aku dan El biasanya jalan kaki kalau pulang sekolah. Kami sudah biasa, karena rumah kami tidak terlalu jauh," ujar Al menoleh pada Ily.

"Nggak papa Al. Aku juga mau kok jalan," jawab Ily bersemangat.

"Kamu beneran nggak papa jalan? Biasanyakan kamu naik mobil. Terus kamu sudah ijinkan sama orangtua kamu?"

"Sudah Al. Tadi aku sudah telepon Mama dia mengijinkan kita belajar bersama. Mama kan juga sudah tahu kamu. Semua orangtua murid kelas tiga tahu kalau kamu anak yang berprestasi dan pintar."

"Ya sudah yuk Kak kita jalan. Kasihan Dul di rumah sendiri," ajak El lalu mereka berjalan bersama.

Disepanjang perjalanan mereka mengobrol dan bercanda tawa membuat El semakin akrab dengan Ily. Sesampainya di rumah sederhana yang bersih nan asri Al membuka pintu gerbang setengah badan bercat putih.

"Ini Ly rumah kami. Jelek ya?" ucap Al sambil membuka pintu gerbang sederhana itu.

"Nggak kok Al. Bagus, bersih, asri dan nyaman. Aku suka rumah seperti ini," kata Ily tulus sambil berjalan masuk ke teras rumah.

"Dul ...!" seru El mengetok pintu.

Maia selalu mengingatkan anak-anaknya, jika Maia tidak ada di rumah, mereka tidak boleh membukakan pintu untuk sembarang orang atau menerima tamu yang tidak dikenal. Dul selalu mengunci pintu setelah dia pulang dari sekolah sampai kedua kakaknya pulang dari sekolah. Dul membukakan pintu lalu mereka masuk ke dalam rumah.

"Ini Ly, adik bontot aku namanya Dul," ujar Al sambil memeluk Dul dari belakang.

"Hallo Dul?" sapa Ily ramah dan menyalami Dul.

"Kakak cantik," celetuk Dul malu-malu sambil menggigit jarinya sangat lucu. Membuat mereka tertawa gemas kepada Dul.

"Duduk dulu ya Ly, aku ganti baju dulu ke kamar," perintah Al lalu Ily duduk diruang tamu sedangkan Al dan El masuk ke dalam. Dul menemani Ily duduk di ruang tamu.

"Dul kelas berapa?" tanya Ily memecah keheningan dan kecanggungan diantara mereka.

"Kelas lima Kak," jawab Dul masih malu-malu.

Saat Ily mengajak ngobrol Dul, Al datang membawakan kaos untuk ganti sementara Ily.

"Ly, ganti seragam putih kamu sama kaos aku dulu nggak papakan?" ujar Al sambil menyodorkan kaos kepada Ily.

"Nggak usah Al, biar aku pakai ini. Aku nggak mau merepotkan kamu," tolak Ily yang merasa sungkan.

"Tidak Ly, biar seragam kamu tidak kotor. Itu kan besok masih dipakai lagi," bujuk Al dan akhirannya Ily menerimanya.

"Aku ganti di mana Al?" tanya Ily yang sudah berdiri dari duduknya

"Dul tolong antar Kak Ily ke kamar mandi ya?" titah Al lembut kepada Dul.

"Baik Kak Al. Ayo Kak Ily, Dul antar!" seru Dul yang sudah mulai terbiasa dengan Ily lalu menarik tangannya.

Al tersenyum melihat kedekatan yang mulai terjalin diantara Dul dan Ily. Al pergi ke dapur melakukan pesan ibundanya tadi pagi. Al menyalakan kompor lalu mencari bahan yang bisa dijadikannya lauk. Al mendapatkan telur ayam. Lalu Al memecahkan satu persatu telur itu ke dalam mangkok lalu dia mengiris daun bawang, mencampurkan sedikit garam lalu mengocoknya menjadi satu dengan telur tadi. Saat Ily ke luar dari kamar mandi melihat kegiatan Al di depan kompor, ada rasa kagum di hatinya. Ily tersenyum dan memperhatikan Al yang sibuk di depan kompor. Ily perlahan menghampiri Al.

"Kamu bisa masak, Al?" tanya Ily yang berdiri disebelah Al mengadukan sayur yang dipanasi Al tadi.

"Cuma goreng telur saja mudah Ly. Aku sudah biasa melakukannya. Kamu tunggu saja di meja makan, kita makan siang dulu bersama," ujar Al sambil memasang wajan di atas kompor.

"Nanti saja, aku boleh membantu kamu?" tanya Ily memandang wajah tampan Al. Al tersenyum sangat manis membuat hati Ily merasa damai.

"Boleh jika kamu tidak keberatan dan kerepotan," jawab Al lalu menuangkan telur ke dalam minyak yang sudah panas.

"Aku bantu menyiapkan piring ya Al?" desis Ily lalu mengambil alat makan di atas rak dan menyusunnya di atas meja makan.

Ini kali pertamanya Ily melakukan kegiatan itu. Di rumahnya, itu semua dilakukan oleh pembantu. El dan Dul saling membantu mengangkat jemuran yang tadi pagi Al cuci. Setelah sudah selesai mereka semua duduk di meja makan.

"Maaf ya Ly, jamuannya ala kadarnya. Cuma sama sayur lodeh dan telur goreng," ujar Al terkekeh tak enak hati kepada Ily.

"Ini enak kok Al.walau makanan ini sederhana tapi aku merasa nikmat saat memakannya. Kamu pintar masak juga. Aku aja yang cewek malah nggak bisa masak, aku jadi malu sama kamu Al," ujar Ily yang merasa minder dengan Al.

"Kak Al itu bisa melakukan apa saja Kak. Dia itu bisa jadi guru buat aku dan Dul. Jadi Bunda nggak perlu repot-repot menyewa guru les membantu aku dan Dul belajar. Kak Al sudah cukup membantu kami belajar," timpal El disela makan siang mereka.

"Kak Al juga pintar masak ayam goreng loh, Kak?" tambah Dul sambil menyendokan nasi ke dalam mulutnya.

"Oh iya? Benar itu Al?" tanya Ily yang terkagum dengan apa yang dia lihat di sisi lain dari sosok Al.

"Mereka berlebihan Ly. Aku merasa biasa saja," jawab Al rendah hati.

Meski ditinggal Maia bekerja Al sebagai anak tertua menggantikan tugas Maia untuk memperhatikan adik-adiknya di rumah. Al lebih memilih pulang ke rumah untuk menjaga adik-adiknya dari pada dia keluar bermain bersama dengan teman-temannya.

##########

Cerita ini sudah tercetak menjadi novel.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top