Just a friend
Sore hari Maia baru saja pulang dari bekerja. Rasa lelah letih terpancar dari raut wajah cantik yang sudah berkepala empat itu. Maia masuk ke dalam rumah menghampiri putra-putranya yang sedang belajar di dalam kamar. Di rumah sederhana itu hanya memiliki dua kamar. Maia memilih kamar yang berukuran 3 x 2.5 untuk kamarnya. Sedangkan kamar utama yang lebih luas untuk jagoannya. Mereka tidak keberatan tidur satu kamar walau Al dan El sudah beranjak remaja mereka dapat memahami dan menerimanya.
"Assalamualaikum." Maia mengucap salam sambil membuka pintu kamar.
"Waalaikumsalam," jawab mereka bersama sambil menoleh ke arah pintu.
Maia berjalan masuk melihat apa yang sedang putra-putranya pelajari. Maia tersenyum saat melihat di meja belajar Al, ada foto Ily dan Al saat menang olimpiade matematika di jepang dua bulan lalu.
"Itu foto siapa Al?" tanya Maia dengan senyuman jahilnya. Al menoleh melihat figuran ukuran 5R itu lalu dengan cepat menutupnya.
"Mmmmm anu ... itu Bun ... mmm ini ...," jawab Al gelagapan.
"Itu Kak Ily, Bun. Tadi juga dia belajar sama Kak Al di sini," sahut El dari meja belajarnya.
"Iya Bun, dia baik loh Bun. Tadi saja Dul diajari mengerjakan matematika. Dia cantik dan juga pintar," timpal Dul sambil menghampiri Maia lalu duduk dipangkuannya.
"Apa benar itu Al?" tanya Maia dengan senyum menggoda.
"Apaan sih Bun," bantah Al salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Al mau buatin Bunda teh panas dulu. Biar sedikit menghilangkan lelah Bunda," sangkal Al mengalihkan pembicaraannya lalu keluar kamar sebelum Bunda dan adik-adiknya semakin menggodanya.
"Cie cieeeee ... Kak Al salah tingkah," teriak El dari dalam kamar setelah Al keluar. Mereka pun tertawa melihat sikap Al yang seperti itu.
Di tengah malam yang dingin Al masih terjaga. Dia duduk di teras rumah, sambil mengamati bintang di langit. Maia yang mengetahui Al belum tidur langsung menghampirinya.
"Al ...," panggil Maia lirih sambil menepuk bahu Al.
"Iya Bun," jawab Al menoleh ke belakang.
"Kamu belum tidur?" tanya Maia duduk di sebelah Al.
"Belum bisa tidur Bun," jawab Al menyenderkan kepalanya dibahu Maia.
"Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Maia lagi sambil mengelus kepala Al sayang.
"Al bingung Bun, apa perlu Al ambil beasiswa penerbangan itu?"
"Menjadi pilot sudah cita-cita kamu sejak kecil. Ambillah selagi ada kesempatan jangan menyia-nyiakannya."
"Tapi Al akan jauh dari Bunda dan adik-adik."
"Kalau memang itu resiko yang harus diterima untuk kesuksesan kamu, pergilah Bunda dan adik-adik kamu akan selalu mendoakan."
"Siapa nanti yang membantu Bunda menjaga mereka?"
"Jangan menjadikan mereka beban atau penghambat perjalanan karir kamu. Masih ada El yang akan membantu Bunda. Dul juga anaknya penurut dan sudah bisa mandiri."
"Terimakasih ya Bun sudah selalu mendukung setiap langkahku?"
"Seorang ibu akan selalu mendukung untuk kebaikan anak-anaknya. Begitu pun Bunda, yang akan setia dan mendukung kamu, El dan Dul. Jika salah jalan tugas Bunda mengingatkan dan mengarahkan ke jalan yang lebih baik untuk kalian." Al memeluk Maia meluapkan kasih sayang yang ia miliki untuk Maia.
"Al sangat menyangi Bunda," ucap Al tulus dari lubuk hatinya.
"Bunda juga sangat menyayangi kalian," jawab Maia yang tidak kalah tulusnya dengan Al. Air mata haru keluar dari mata keduanya.
Seorang Ibu akan selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Selagi dia mampu apa pun dia lakukan dan taruhankan agar bisa membuat anak-anaknya bahagia. Sesakit apa pun usahanya, dia akan tetap melakukannya. Maka dari itu cintailah ibu kita sepenuh hati sebelum kita kehilangannya.
Maia melepas pelukannya lalu dia menegakan duduk Al. Maia mengerling jahil kepada Al.
"Boleh Bunda tahu sesuatu?" tanya Maia sambil menghapus air matanya.
"Mau tanya apa Bun," jawab Al memandang wajah cantik Maia.
"Ada perasaan apa kamu dengan gadis itu?"
"Gadis itu ... siapa Bun?" tanya Al mengerutkan dahinya menatap Maia.
"Ily!"
"Oh ... itu ... dia teman satu kelas dengan Al, Bun. Dia gadis yang baik dan manis. Dia juga pintar selalu juara 2, dia selalu di bawah Al. Dia juga selalu protes pada Al, kenapa dia tidak bisa lebih unggul dari Al. Dia itu lucu Bun anaknya. Sedikit manja tapi menyenangkan," cerita Al dengan senyum merekah di bibirnya.
Al mendongak ke atas melihat hamparan bintang yang luas dan berkedip indah di langit yang gelap. Al menerawang membayangkan wajah Ily yang sedang tersenyum manis. Maia yang melihat Al seperti itu hanya tersenyum. Maia menangkap aura cinta dari wajah Al yang berseri saat menceritakan Ily.
"Kamu jatuh cinta kepadanya?" tanya Maia membuat Al seketika menoleh pada ibundanya.
"Ah, Bunda apaan sih. Al belum mau pacaran Bun." Al menyangkal tuduhan Maia kepadanya tadi.
"Memangnya kalau kamu cinta sama dia, terus kalian harus pacaran gitu?"
"Ah nggak tau lah Bun. Biarkan saja rasa ini di hati Al. Jika memang ini rasa cinta dan memang benar-benar cinta bukan hanya rasa kagum atau simpati, pasti rasa cinta ini memang sejati bukan hanya cinta sesaat. Dan suatu hari nanti Al akan mengungkapkannya pada Ily di saat yang tepat," jelas Al yang belum ambil pusing soal perasaannya itu.
"Terserah kamu. Bunda percaya sama kamu, jika memang itu yang kamu putuskan Bunda harap itu tidak menjadi penghambat dan juga beban dalam hidup kamu. Bunda hanya berpesan jangan meninggalkan janji jika kamu tidak mampu menepatinya. Jangan memberi harapan jika kamu tidak dapat memenuhinya," pesan Maia yang membuat Al berfikir keras.
"Iya Bun Al akan berusaha tidak mengecewakannya."
"Ya sudah, kita masuk yuk? Semakin dingin, besok kita juga harus bangun pagi," ajak Maia lalu mereka beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Maia mengunci pintu rapat-rapat.
***
Pagi ini rutinitas seperti biasa sudah dijalankan dengan baik oleh mereka. Tiba saatnya mereka mengawali hari-hari seperti biasanya. Maia yang bekerja, Al, El dan Dul bersekolah. Setelah sampainya Maia di kantor pekerjaan yang menumpuk menyambutnya. Rasa lelah ditubuhnya tidak pernah ia rasakan. Dia selalu menahannya dan dia tidak ingin membuat anak-anaknya mengkhawatirkannya.
"Maia, nanti kamu bisa menggantikan aku lembur? Di rumah sedang ada acara. Aku tidak bisa menyelesaikannya hari ini," seru teman disampingnya.
"Baiklah Rahma, aku akan menggantikanmu lembur hari ini," jawab Maia dengan senyuman tulus.
Walau dia sebenarnya lelah tapi dia berfikir lumayan uang lemburnya bisa buat menambahi uang belanjanya.
"Terimakasih ya. Aku salut banget sama kamu Mai, kamu tidak pernah mengeluh sekali pun pekerjaan yang diberikan bos menumpuk, tapi kamu selalu menyelesaikannya dengan baik dan hasilnya selalu memuaskan," puji Rahma yang kagum dengan ketegaran hati Maia.
"Kuncinya hanya ikhlas lahir batin saat kita bekerja," jawab Maia lalu meneruskan pekerjaannya.
"Aku yakin mantan suami kamu menyesal telah menceraikanmu," ujar Rahma menunjukan ketidak sukaannya kepada mantan suami Maia.
"Sudahlah Rahma biarkan saja, aku masih merasa bahagia tanpa dia. Yang terpenting sekarang bagaimana aku bisa mendidik dan merawat anak-anakku, biar mereka menjadi anak yang dapat dibanggakan," jawab Maia bijak membuat hati Rahma tersentuh.
"Mai, kamu memang ibu yang hebat. Ditengah kerasnya hidup ini kamu mampu mendidik anak-anak yang mulai beranjak remaja hingga tidak terseret oleh pergaulan yang bebas seperti di luar-luar sana. Padahal kamu bekerja dan waktu bertemu kalian sedikit," cerocos Rahma panjang lebah, Maia hanya tersenyum.
"Aku percaya kepada mereka dan aku juga sudah membekali mereka dengan pendidikan agama sejak dini. Jika mereka lengah aku yakin Allah akan menyadarkannya dan membimbingnya kembali kejalan yang benar," jawab Maia membuat air mata haru Rahma menetes.
"Kamu memang ibu yang tegar dan hebat Mai."
"Sudahlah, kita sekarang waktunya bekerja bukannya ngerumpi begini. Nanti bisa-bisa kita kena marah kalau bos sampai lihat."
"Oh iya ...," jawab Rahma sambil tersenyum nyengir ke arah Maia lalu kembali ke meja kerjanya. Maia tersenyum menggelengkan kepalanya lalu meneruskan pekerjaannya.
***
Hari ini Maia pulang bekerja hingga malam. Biasanya sebelum magrib dia sudah sampai di rumah, namun hari ini karena pekerjaannya yang banyak membuat dia harus rela pulang terlambat. Al sudah menyiapkan air panas untuk Maia mandi, sedangkan El dan Dul membuat makan malam sebisanya mereka. Al membuatkan teh panas untuk Maia.
"Bun, ini tehnya diminum dulu," ujar Al sambil menyodorkan secangkir teh kepada Maia yang sudah duduk di meja makan.
"Terimakasih ya Al," ucap Maia lalu meniup teh itu dan meminumnya sedikit demi sedikit.
"Ini Bun aku dan Kak El bikinin Bunda nasi goreng telur mata sapi," seru Dul sambil membawa sepiring nasi goreng dan di atasnya ada telur goreng.
"Terimakasih Dul. Sini cium dulu ...," ucap Maia lalu menarik Dul dan menciumnya gemas.
El yang membawa tiga piring nasi goreng sekaligus terlihat kerepotan. Al membantunya sebelum nasi goreng itu tumpah berantakan. Mereka semua duduk di kursi masing-masing.
"Maaf ya Bun, El cuma bisa bikin ini. Itu saja nggak tahu rasanya gimana?" ujar El membuat Maia tersenyum haru.
Dihati kecil Maia merasa sangat bersyukur karena memiliki anak-anak yang sangat perhatian dan menyayanginya dengan tulus.
"Terimakasih ya El sudah masakin Bunda. Harusnya Bunda yang masakin kalian. Ayo kita serbu nasi goreng ala chef El dan chef Dul," seru Maia lalu memakan nasi goreng itu.
"Bagaimana Bun rasanya?" tanya Al yang kurang yakin dengan rasa nasi goreng buatan El itu.
"Enak, tapi lain kali garamnya kurangi dikit ya El? Bunda nggak mau terserang darah tinggi mendadak karena kebanyakan garam," ujar Maia sambil bergurau agar El tidak tersinggung.
"Okey Bun, namanya juga masih belajar Bun?" jawab El menyengir kuda ke arah Maia.
Akhirnya mereka pun menghabiskan nasi goreng yang terasa sedikit keasinan itu dengan canda gurau. Setelah makan malam sederhana itu selesai kini mereka berada di ruang tengah sebentar meregangkan otot dan bersantai karena seharian sudah beraktifitas. Maia duduk di tengah El dan Dul. Sedangkan Al duduk di bawah beralaskan karpet sambil memijat kaki Maia. Setelah seharian tidak bertemu kini saatnya Maia mendengar curahan hati dan cerita putranya apa yang mereka alami seharian tadi. Dengan antusias El dan Dul bercerita, bersahutan, bergantian bercerita, terkadang mereka berdebat kecil membuat Maia terhibur dan melupakan rasa lelahnya. Al hanya mendengarkan. Untuk Al yang mulai beranjak dewasa, Maia meluangkan waktu khusus mendengar keluh kesahnya agar Al merasa tidak terbebani pikiran dan dengan cara itu Maia tahu apa yang sedang dialami putra-putranya, walau dia tidak mengawasi mereka 24 jam.
"Bunda, besok hari sabtu sekolahan Dul akan mengadakan presentasi dengan tema idola. Nanti Bunda hadir ya? Dul dapat andil loh Bun? Dul ditunjuk mewakili kelas untuk presentasi," ujar Dul melendot manja di lengan Maia.
"Iya, Insya Allah Bunda usahakan datang ya?" jawab Maia sambil mengelus rambut Dul sayang.
"Terus sejauh mana persiapan El untuk lomba cerdas cermatnya?" tanya Maia beralih menatap El.
"Lancar Bun, Kak Al membantu El belajar. Kadang juga kalau Kak Ily datang saat belajar bersama Kak Al di sini dia membantu El," jawab El jujur apa adanya membuat Al menoleh menatap El tajam, namun El hanya tersenyum penuh kemenangan sambil mengeratkan pelukannya pada Maia.
"Oh ... Bagus dong kalau begitu? Jadikan lebih semangat belajarnya," ujar Maia sambil melirik Al.
"Kalau El sih biasa saja Bun tapi nggak tahu kalau Kak Al," cerca El sambil terkekeh.
"Ah! Apaan sih kalian. Aku dan dia kan cuma teman," sahut Al yang tahu bahwa dia sedang disindir.
"Awalnya temen ... lama-lama juga demen," timpal Maia membuat El dan Dul semakin terkekeh.
"Ahhh Bunda ...," rajuk Al lalu bangkit dari duduknya meninggalkan mereka yang sudah tertawa puas karena berhasil menggoda Al.
"Kak Al aku mau punya kakak ipar Kak Ily," teriak El saat Al sudah masuk ke dalam kamar.
"Bunda juga mau punya mantu Ily," timpal Maia lalu bertos dengan El dan Dul, mereka pun tertawa lepas bersama.
Kebahagiaan itu sangat sederhana. Ketika kita berkumpul bersama keluarga melepas beban pikiran dengan bercanda gurau. Ibu adalah sandaran yang tepat saat kita lelah dan letih. Hanya dia seseorang yang sejatinya benar-benar mengenal kita dan mencintai kita dengan tulus sepenuh hati.
##########
Repots. Salah satu cerita singkatku yang sudah sampai di tangan Bunda Maia, Al, El dan Dul. Bangga bisa memberikan sesuatu untuk mereka dan dengan tangan terbuka mereka mendukung cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top