I miss you

Di sebuah ruang yang remang dan cukup luas Al duduk diujung ranjang membolak balikan album foto kebersamaannya saat dulu bersama Maia, El dan Dul. Wanita dengan perut buncit menghampirinya lalu memegang bahunya.

"Kamu merindukan Bunda Dad?" tanya wanita itu lembut. Al menghela nafasnya dalam.

"Iya Mom, sangat merindukannya," jawab Al tersenyum menatap wanita yang selalu menemaninya di saat suka mau pun duka sekaligus pelipur laranya.

Setelah dia menikah Al langsung memboyong Ily ke negara kincir angin. Pekerjaannya yang sangat padat membuat Al jarang pulang, walau hanya sekedar mengunjungi ibundanya ke Indonesia.

"Apa kamu bisa ambil cuti bulan ini?" tanya Ily yang kini duduk di samping Al.

"Aku usahakan bisa," jawab Al tersenyum manis.

"Harus bisa Dad. Aku sebentar lagi melahirkan. Aku ingin melahirkan di Indonesia. Di negara kita sendiri," rajuk Ily manja membuat Al tidak dapat menolaknya.

"Baiklah, besok aku ajukan surat cuti," jawab Al lalu mencium kening Ily lembut menyalurkan cintanya yang besar dan dalam.

"Terimakasih Dad, kamu sudah menjadi suami siaga dan bertanggung jawab. I love you," ucap Ily memeluk Al.

"Sama-sama Mom, terimakasih selama ini kamu sudah sabar menghadapiku dan menemaniku saat suka mau pun duka. I love you more," balas Al tulus sambil mengelus perut buncit Ily.

***

Setelah lulus El langsung diterima bekerja disalah satu perusahaan besar interior di negara kangguru. Berbeda dengan Al, El hingga saat ini belum ada niat untuk menikah. Dia sangat menggilai pekerjaannya. Kesibukannya juga menuntutnya harus selalu berfikir. Dering iphonenya bergetar saat dia sedang sangat sibuk di ruang kerjanya. El mencari iphonenya lalu menggeser tombol hijau. Senyum tersungging di bibirnya kala melihat layar foto yang terpampang di panggilan masuknya.

"Bunda ...," seru Al riang dari ujung telepon.

"Kamu sedang sibuk El?" tanya Maia dari seberang.

"Tidak terlalu Bunda," jawab El lembut walau sebenarnya dia sangat sibuk. Jika menyangkut ibundanya dia rela meninggalkan pekerjaannya sementara untuk melayani ibundanya.

"Kamu sehat di sanakan?" tanya Maia khawatir dan terdengar cemas terbungkus suara kerinduan.

"Alhamdulilah Bun, El sehat wal'afiat. Bagaimana dengan keadaan Bunda di sana?" tanya El penuh perhatian.

"Alhamdulillah Bunda sehat, Dul juga sehat. Kamu mau bicara dengan Dul?"

"Iya Bun," jawab El yang sebenarnya dia memendam rindunya yang sudah menggunung.

"Hallo Kak," seru Dul membuat perasaan El semakin rindu.

"Kamu menjaga Bunda dengan baikkan Dul?" tanya El tanpa basa basi karena El sangat mengkhawatirkan Maia.

"Kak Al dan Kak El sama saja. Kalau soal Bunda over protektif. Makanya Kak El pulang. Apa Kak El tidak mau merayakan tahun baru bersama kita di sini?" tukas Dul membuat El terkekeh dari ujung telepon, Dul yang mendengar ikut terkekeh.

"Kak El usahakan. Tapi tidak bisa janji karena pekerjaan Kak El di sini masih banyak. Kak Al bagaimana? Apakah dia pulang?"

"Belum tahu Kak, tapi kalau dia pulang ke Indonesia, kata Bunda kasihan Kak Ily yang sudah hamil tua. Makanya Bunda melarangnya pulang sementara hingga Kak Ily melahirkan," jelas Dul.

"Oh baiklah, kalau begitu Kakak masih harus menyelesaikan pekerjaan Kakak di sini dulu Dul. Bunda mana? Kamu jaga Bunda baik-baik ya?" pesan El sebelum Dul menyerahkan iphonenya kepada Maia.

"Iya Kak El yang bawel. Jaga kesehatan Kakak di sana. We miss you so much Kak." Dul memberikan iphonenya kepada Maia lagi.

"Hallo El," sapa Maia dengan suara parau menahan tangis karena rindu.

"Bunda kenapa? Suaranya kok serak begitu? Bunda sakit?" tanya El cemas dan khawatir.

"Bunda cuma sedikit gatal tenggorokannya," dusta Maia yang tidak ingin El terlalu mengkhawatirkannya.

"Bunda jangan terlalu kecapean. Jaga kesehatan Bunda, jangan lupa minum vitamin dan makan," pesan El yang tidak pernah dia bosan membaweli Maia.

"Iya El, Bunda sudah melakukan semua yang kamu dan Kak Al pesan setiap telepon. Ya sudah kamu hati-hati bekerjanya. Jaga kesehatan kamu dan jangan lupa solat ya?" pesan Maia dengan air mata yang sudah menggantung dipelupuk matanya.

"Iya Bunda, El tidak pernah lupa dengan kewajiban itu," jawab El lembut membuat Maia tak kuasa menahan air mata kerinduaannya itu.

"Ya sudah Assalamualaikum," ucap Maia cepat sebelum El mendengar jika dia sudah menangis.

"Waalaikumsalam," jawab El lalu telepon terputus dari pihak Maia.

El menghela nafasnya sejenak mengurangi rasa sesak karena menahan rindunya yang sudah menggunung kepada keluarga di Indonesia. Jauh dari keluarga membuat El harus hidup mandiri. Untung saja Maia sudah membekali itu sejak mereka kecil. Jadi El sudah merasa terbiasa melakukan semua hal sendiri. Dari mencuci baju hingga memasak untuk dirinya sendiri.

***

Maia duduk di ujung ranjangnya dengan ruang kamar yang hanya ia nyalakan penerangan lampu tidur, hingga suasana hening dan tenang menyeruak dari kamar itu. Maia melihat album masa kecil Al, El dan Dul. Air mata kerinduannya ia tumpahkan kala dia di dalam kamar sendiri. Dia tidak ingin terlihat sedih di depan anak-anaknya. Dul perlahan menghampiri Maia dan memeluknya dari belakang.

"Bunda kangen ya sama Kak Al dan Kak El?" tanya Dul masih dalam memeluk Maia. Maia menghapus air matanya dan menunjukan senyumannya.

"Kata siapa Bunda kangen. Bunda cuma bahagia karena kalian ternyata sudah tumbuh menjadi anak yang baik dan membuat Bunda bangga pada kalian," sangkal Maia sambil membalikan badan dan memeluk Dul.

"Jika Kak Al dan Kak El ada di sini apa yang akan Bunda minta dari mereka?" tanya Dul semakin mengeratkan pelukannya.

"Bunda hanya meminta mereka memeluk Bunda," jawab Maia dengan penuh harapan.

Tanpa diduga pelukan itu datang dari arah belakang Maia. Maia terkejut merasakan dua pria dewasa memeluknya sekaligus. Mencium pipi Maia bersamaan.

"I miss you Bunda," ucap kedua pria itu tulus. Air mata Maia keluar begitu saja merasakan dekapan yang sudah tiga tahun ini tidak ia rasakan.

"I miss you too," jawab Maia mengelus pipi Al dan El lembut.

Maia melihat wanita dengan perut buncit berdiri di ambang pintu. Maia tersenyum lalu merentangkan tangannya menyambut menantunya itu. Perlahan tapi pasti Ily menerima pelukan dari mertuanya.

"Bunda sangat merindukanmu," ujar Maia dalam pelukannya dan mencium kening Ily.

"Ily juga sangat merindukan Bunda," jawab Ily meregangkan pelukannya lalu mencium kening Maia lembut.

Maia melihat perut Ily yang sudah membesar. Senyum tersungging di bibirnya. Tangannya terulur mengelus perut Ily.

"Hallo calon cucu Oma? Apa kamu di dalam sana sehat? Apa kamu merepotkan bundamu?" Maia mengajak berkomunikasi dengan janin yang masih di dalam perut Ily. Dia berbicara di depan perut Ily sambil mengelusnya.

"Sangat manja Bun," sahut Al mendapat pelototan sayang dari istrinya itu.

"Wajar Al kalau manja, itu berarti ujian buat kamu agar lebih sabar dan siaga menjaganya," jawab Maia menoleh kepada Al.

"Bunda sudah makan?" tanya El memeluk leher Maia dari belakang.

"Sudah tadi," jawab Maia memang sehabis magrib tadi dia dan Dul makan malam bersama.

"Tapi Bunda maukan menemani kita makan?" rajuk El lagi yang terdengar manja. Maia tersenyum mendengar rajukan El itu.

"Iya Bunda temani kalian makan tengah malam," jawab Maia membuat mereka semua terkekeh.

Memang kedatangan Al dan El ini sudah larut malam. Karena El menunggu Al terlebih dulu tiba di bandara, baru mereka pulang bersama ke rumah. Tanpa memberi tahu Maia terlebih dulu karena Al dan El ingin memberikan Maia kejutan.

"Nih Bun, walau tadi Kak Ily belinya di restoran tapi sepertinya tidak bisa mengalahkan masakan Bunda," seru El sambil menumpahkan sayur ke dalam mangkok.

"Halah, bilang aja Kak El minta Bunda besok masakin," sahut Dul yang mengerti modus El itu. El menyengir kuda ke arah Maia membuat Maia tersenyum menggelengkan kepalanya.

"Al kangen masakan lodeh dan tempe mendoannya Bunda," ujar Al sambil tersenyum manis.

"Iya deh besok Bunda buatin," jawab Maia sambil menyusun piring di atas meja makan.

"Sambal terasinya ya Bun, jangan lupa," sahut El bersemangat.

"Iya ya ...," jawab Maia lembut.

"Sudah siap sekarang, kita makan tengah malam bersama," seru Ily yang berdiri di samping Al.

"Coba setiap hari seperti ini pasti rumah rame ya Bun," ujar Dul yang sudah duduk di kursinya.

"Iya, tapikan kakak-kakakmu harus bekerja dan Kak Al sudah memiliki keluarga sendiri. Nanti disusul Kak El, habis itu kamu. Jadi Bunda harus siap-siap terbiasa sendiri," ujar Maia membuat hati mereka terenyuh dan sedih memikirkan itu.

Al berjongkok di samping Maia sambil menggenggam tangan Maia erat.

"Bun, maafkan Al yang tidak bisa selalu menjaga dan dekat dengan Bunda," seru Al merasa bersalah sambil mencium tangan Maia.

"Jangan pikirkan itu. Itu sudah kewajibanmu sebagai seorang kepala rumah tangga. Kamu harus menjaga dan melindungi keluargamu. Jangan jadikan Bunda beban untuk kalian. Bunda bisa jaga diri, Bunda akan bahagia jika kalian bahagia," kata Maia membuat semua haru.

El memeluk Maia dan Dul pun juga ikut memeluknya. Ily yang melihat itu menangis haru. Sungguh keluarga yang harmonis walau tanpa seorang kepala rumah tangga.

"Ya sudah, ayo kita makan tengah malam, nanti kita tidur rame-rame ya Bun?" ajak Al melepas pelukan di kaki Maia.

"Oh iya, ayo Bun serbuuuuu," seru Dul kembali duduk di kursinya dan kembali bersemangat menemani kakak-kakaknya makan.

Walau sebenarnya Dul masih merasa kenyang, demi menghargai kakak-kakaknya yang tak selalu bisa berkumpul, Dul tetap menyantap makanan yang ada di depannya itu.

"Bunda, mana Ily ambilkan nasinya?" Ily mengambil piring yang berada di depan Maia. Dengan sabar Ily mengambil nasi untuk mertuanya itu.

"Seberapa Bun?" tanya Ily memperlihatkan piring yang sudah terisi nasi.

"Sudah segitu saja cukup," jawab Maia lalu mengambil piring dari tangan Ily.

"Bunda mau lauk apa?" Ily sudah siap mencentongkan lauk untuk melayani Maia.

"Bunda cukup ayam kremes sama sambal tomat saja," jawab Maia lalu Ily mengambilkannya.

"Sama sayurnya juga ya Bun?" imbuh Ily yang sudah menyendokan sayur ke dalam mangkok.

"Daddy mau makan sama apa?" tanya Ily lembut kepada Al membuat Maia tersenyum manis. Tidak salah pilih Maia menikahkan Al dengan Ily.

"Itu aja Mom," jawab Al menunjuk ayam asam manis dan healty soup.

Ily dengan telaten mengambilkan nasi ke dalam piring Al lalu ayam asam manisnya. Ily memisahkan soup di mangkok lain. Setelah selesai Ily meletakan di depan Al.

"Terimakasih Mom," ucap Al dengan senyum terbaiknya.

"Sama-sama Dad," jawab Ily yang lalu mengambil nasi untuknya sendiri.

Ada rasa iri di hati El melihat keromantisan Al dan Ily. Hati El bergetar, ada niat ingin berkeluarga. El tersenyum bahagia melihat keharmonisan rumah tangga kakaknya itu. Makan tengah malam mereka diiringi gelak tawa dan canda gurau. Tidak ada perbedaan diantara mereka. Semua senang dan bahagia.

Setelah mereka selesai makan, dengan perut sudah terisi Al dan El memindah kasur busa ke ruang tengah. Di sana mereka akan tidur bersama. Maia dan Ily berada di tengah. Al di sebelah Ily, sedangkan El di sebelah Maia, di himpit antara Maia dan Dul. Al memeluk perut buncit Ily yang tidur memunggunginya. Karena perutnya yang sudah membesar membuat Ily susah tidur terlentang. Tangan Ily memeluk perut Maia sedangkan El dan Dul tidur sambil berpelukan menghilangkan rasa rindu yang ada di hati mereka. Sungguh suasana yang sangat hangat.

Waktu bersama keluarga yang sangat langka karena kesibukan dan jarak kini mereka pergunakan sebaik mungkin. Tak ada suasana yang lebih membahagiakan kecuali berkumpul bersama keluarga tercinta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top