Baby Boy Kiki

Hujan semalam menyisakan tetesan air dan langit berselimut awan mendung menutup kecerahan pagi. Udara dingin tak mengurangi Maia untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk anak dan menantunya. Apa lagi kehadiran Muhammad Rizky Sulung Abimanyu membuat hari-harinya semakin sibuk. Dua tahun lamanya sejak kelahiran Rizky, Al memboyong keluarganya pindah ke Indonesia begitu pun dia yang sekarang bekerja di maskapai di negaranya sendiri.

"Selamat pagi, Bun?" sapa Ily yang baru saja keluar dari kamarnya sambil mengikat rambutnya asal.

"Eh, sudah bangun?" sahut Maia menoleh sebentar lalu melanjutkan aktivitasnya mencuci beras.

"Iya, Bun. Semalam Kiki rewel, kecapekan kali Bun, kemarin main bola sama Dul." Ily mendekati Maia dan mulai membantu.

"Biasa, seusia Kiki lagi aktif-aktifnya bermain. Lari kesana kemari, jadi kamu harus lebih hati-hati ngawasin dia."

"Iya, Bun. Ini mau di masak apa, Bun?" tanya Ily bersiap mengupas wortel.

"Kita bikin sayur lodeh aja ya?"

"Wiihhh mantap, sama sambal terasi dan goreng ikan asin. Weh, cocok Bun," seru Ily bersemangat membuat Maia tersenyum melihat menantunya selalu ceria.

Sejak kelahiran Kiki, Al melarang Ily untuk bekerja. Al ingin Ily fokus menemani Kiki, memberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih untuk buah hatinya.

"Kapan Al pulang?" tanya Maia sembari membuat bumbu.

"Katanya nanti, ini sudah landing kok, Bun. Mungkin sedang briefing," jelas Ily.

Saat Ily dan Maia sedang mengobrol teriakan balita sambil berlari menyeret selimut bayi yang sudah buntut menghampiri Ily.

"Mommyyyyyyy ... nen ... nen." Rengekan manja dari Kiki selalu menjadi kebahagian tersendiri di keluarga itu.

Ily mencuci tangan karena Kiki sudah bergelayut di kakinya sambil merengek-rengek minta ASI.

"Ihhhh, udah besar masih nenen. Ih, malu!" Maia menggoda Kiki, karena di usianya yang sudah menginjak dua tahun, dia belum bisa melepas ASI-nya.

Ily tersenyum saat melihat Kiki tampak berpikir polos. Lalu meraih-raih botol dot yang sisa dia minum semalam di meja makan.

"Ndan adi nenen. Mimik cucu dot." Ily tersenyum sembari menahan tawanya melihat kecerdasan Kiki, begitu pun Maia.

"Yakin nggak mau nenen?" tanya Ily sambil menerima botol dot yang Kiki ulurkan ke arahnya.

"Akin," jawab Kiki manggut-manggut membuat Maia gemas lalu menciumnya dari belakang dan mengangkatnya ke udara.

"Ini yang bikin Eyang selalu gemas sama kamu. Ihhhhh, pinter banget cucu Eyang." Maia masih saja mencium gemas hingga Kiki terkikik geli sambil menahan bibir eyangnya yang sesekali mendarat di dadanya.

Ily yang melihat itu hanya tersenyum bahagia. Dia merebus botol dot sebentar untuk menghilangkan kuman-kumannya sebelum dia gunakan kembali.

"Selamat pagi, pasti Kiki yang udah bikin rumah rame sepagi ini," tegur Dul yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Om, alan-alan yuk?" ajak Kiki polos ala balita seusianya.

Dul yang mendengar itu langsung tertawa terbahak. Anak balita seusia dia sepagi ini mengajaknya jalan-jalan.

"Nanti aja ya jalan-jalannya. Ini masih gelap. Lihat tuh." Dul menunjuk ke luar jendela yang di buka lebar tepat di atas kompor.

"Anti alan-alan na beli es klim ya, Om?" Walau baru berusia dua tahu lebih, cara bicara Kiki termasuk sudah jelas.

"Iya, nanti kita jalan-jalan nunggu Daddy juga, hari ini daddymu pulang," jawab Dul sambil mengacak rambut Kiki yang masih berada di gendongan Maia.

"Ini, di minum dulu susunya." Ily memberikan botol dot kepada Kiki. Maia menurunkan Kiki di kursi kecil berbahan plastik tempat biasa dia menunggu mommynya masak.

"Di minum susunya, Eyang mau bantu Mommy dulu." Maia mengelus lembut kepala Kiki.

Kiki duduk di kursi, menikmati susu sambil memperhatikan mommy dan eyangnya memasak. Dul sibuk mencuci pakaiannya sendiri menggunakan mesin cuci. Deringan iphone-nya bergetar.

"Bun, Kak El telepon," tukas Dul setelah melihat nama El yang tertera di layarnya.

Maia dan Ily memperhatikan Dul sambil tangannya bergerak mengolah bahan masakannya.

"Assalamualaikum, Kak." Dul menjawab panggilan dari El yang masih setia berada di Aussie.

"Waalaikumsalam. Gimana kabar di rumah, Dul? Semua sehat kan?" tanya El dari seberang.

"Alhamdulillah sehat semua Kak. Bagaimana kabar Kakak?"

"Alhamdulillah, Kakak juga sehat di sini. Kalian sedang sibuk apa? Kok tumben sepi. Mana si Kiki nggak kedengaran berisiknya."

"Ada tuh, anaknya lagi anteng duduk minum susu. Entar ramenya habis selesai minum susu, tenaganya udah pulih baru deh mulai beraksi lagi."

Ily dan Maia yang  mendengar aduan Dul hanya tersenyum. Dari iphone Dul, terdengar gelak tawa dari seberang. Canggihnya alat komunikasi zaman sekarang tak menghalangi mereka untuk berbagi kabar dan kebahagiaan.

"Aku mau ngobrol sama Bunda, mana Bunda?" tanya El setelah berhenti tertawa.

"Okey, tunggu sebentar." Dul memberikan iphone-nya kepada Maia.

"Assalamualaikum," sapa Maia menahan kerinduannya.

"Waalaikumsalam. Apa kabar Bun?" tanya El yang tak kalah menahan rindunya yang sudah meluas memenuhi hatinya.

"Alhamdulillah baik. Kamu jangan lupa makan dan istirahat yang cukup. Jaga kesehatan kamu."

"Iya bundaku sayang. Bun, El mau bicara penting."

Maia yang merasa ada sesuatu hal yang memang penting lalu sedikit menjauh dari dapur agar dapat leluasa mengobrol dengan El. Ily melanjutkan memasaknya di batu Dul yang sedang menunggu gilingan pakaiannya berhenti.

"Kak Ily, Kak Al nanti mau dijemput apa pulang naik taxi, Kak?" tanya Dul membantu Ily memasukan bahan sayur ke dalam panci.

"Palingan juga diantar mobil managemen," jawab Ily.

"Mommyyyyyy ...." Kiki menarik-narik rok Ily, mulai merengek entah meminta apa.

"Iyaaaa tunggu sebentar sayang, Kiki duduk dulu ya. Mommy selesaiin dulu masaknya. Nanti Daddy pulang biar langsung bisa maem," rajuk Ily agar Kiki tak rewel.

"Ndak au Mommy. Gendong." Kiki mulai merajuk manja, membuat Ily harus ekstra sabar jika sudah seperti ini. Kiki menghentakan kedua kakinya sambil menarik-narik rok Ily.

"Ya nggak bisa dong Kiki. Mommy kan lagi masak. Nanti ya sayang setelah Mommy selesai. Kiki kan anak pintar, duduk dulu ya? Eh, mana mobil-mobilannya kemarin." Ily berusaha merayu agar Kiki tak mulai rewel, jika sudah merajuk biasanya berujung dengan tangisan.

Namun sia-sia saja, rayuan Ily tak berpengaruh. Kiki tetap merengek manja meminta gendong membuat Dul yang melihatnya gemas.

"Main sama Om Dul dulu yuk? Kita jalan-jalan di luar. Udah terang tuh di luar." Dul berusaha mengalihkan perhatian Kiki, agar tak mengganggu kakak iparnya yang sedang memasak.

"Beli es klim."

"Beli es krimnya nanti siang. Sekarang kita hirup udara pagi yang masih sejuk." Dul mengangkat Kiki ke udara membuatnya seketika lupa dengan rengekan manja yang merajuk kepada mommynya.

Dul mengajak Kiki keluar rumah, sedangkan Ily segera menyelesaikan masakannya sebelum Kiki kembali dia harus bisa menyelesaikan pekerjaan rumah, terutama memasak. Jika sudah ada Kiki yang ada Ily tak bisa berbuat apa-apa karena Kiki selalu ingin bermain dan dekat dengannya.

Hingga semua masakan sudah siap di meja makan dan Ily juga sudah selesai menyapu dan mencuci alat memasaknya sekaligus membereskan dapur. Kiki dan Dul belum juga datang, Ily memanfaatkan waktu untuk membersihkan diri.

***

Kehangatan keluarga sangat terasa di tengah-tengah mereka saat ini walau tak lengkap. Ily sibuk menyuapi Kiki sedangkan Maia dan Dul menikmati sarapannya.

"Kiki, makan dulu sayang. Nanti mainnya, letakkan dulu," titah Ily lembut sambil meminta mainan Kiki karena dia tak fokus dengan makanannya justru asyik bermain sendiri.

Beginilah kegiatan seorang wanita, di sisi lain dia harus menjaga buah hati dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Di balik senyum tulusnya, keceriaannya tersimpan rasa lelah dan letih.

"Dul, jadi magang hari ini?" tanya Maia di sela sarapan mereka.

"Jadi, Bun. Doakan semoga lancar ya Bun."

"Pasti Bunda doakan. Bunda akan selalu mendoakan kalian, agar selalu sehat dan bisa mewujudkan cita-cita," ujar Maia membuat hati Dul bergetar.

"Makasih ya Bun," ucap Dul tulus lalu menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Assalamualaikum." Suara salam yang baru saja masuk membuat Kiki langsung menoleh lalu tanpa memperdulikan mommynya yang sedari tadi membujuknya untuk makan, langsung turun begitu saja dari kursi.

"Daddyyyyyyy," pekik Kiki girang berhamburan ke arah Al yang baru saja datang.

Dengan sangat sigap Al menangkap Kiki yang berlari ke arahnya dan menggendongnya. Suara aduan dan cerita seorang balita mengiringi langkah Al mendekati istrinya yang menunggu di meja makan bersama Maia dan Dul.

"Turun dulu ya sayang, Daddy capek," seru Ily meminta Kiki agar turun dari gendongan Al.

Bukannya mengiyakan, justru Kiki memeluk erat leher Al dan menelungkupkan wajahnya di sela-sela leher Al manja. Maia hanya tersenyum, karena dia tahu bahwa cucunya itu sedang melepas kangen.

"Ciaaahhh, manjanya kumat. Yang daddynya pulang ... Om Dul dilupain. Padahal yang nemenin tiap hari Om Dul," seru Dul yang berniat hanya menggoda Kiki.

Tak mendengarkan godaan Dul, Kiki masih saja tetap bermanjaan di gendongan Al.

"Ikut Mommy sebentar, Daddy mau lepas seragam dulu. Sakit nanti kalau atributnya sampai kena kamu." Al meregangkan pelukan Kiki dan memberikan kepada Ily.

Al masuk ke dalam kamar sekaligus membersihkan diri. Mereka yang sudah sedari tadi sarapan terhenti karena menghargai Al sehingga mereka menunggu Al sampai bergabung di meja makan. Tak butuh waktu lama, akhirnya Al keluar dengan wajah fresh dan rambut masih sedikit basah.

"Nggak kuliah kamu, Dul?" tanya Al duduk di kursi sebelah Ily.

Kiki langsung beralih duduk di pangkuan Al. Beginilah Kiki jika Al datang sudah seperti ada magnet di antara mereka yang sudah secara otomatis akan saling tarik menarik.

"Hari ini udah mulai magang Kak. Nanti berangkatnya jam 8," jawab Dul melanjutkan makannya.

"Seberapa Dad?" tanya Ily mencentongkan nasi untuk Al.

"Sedikit aja Mom." Al tak begitu nafsu makan, mungkin karena dia menahan lelah dan rasa kantuknya. Walau bagaimana pun dia harus menghargai istrinya yang sudah menyiapkan semua masakan untuk menyambut kedatangannya.

Maia yang melihat wajah lelah Al merasa kasihan, namun itu sudah kewajibannya sebagai seorang kepala rumah tangga. Maia tersenyum saat mendengar celotehan Kiki yang mengadu segala macam kegiatannya selama tak ada Al.

***

Selesai membereskan ruang makan dan mencuci piring, Ily masuk ke dalam kamar melihat Al dan Kiki bermain di atas ranjang.

"Kiki sayang, main sama Mommy yuk. Biar Daddy istirahat dulu," kata Ily merangkak naik ke atas ranjang.

"Mau cama Daddy." Kiki memeluk Al yang sudah kelihatan sangat lelah dan matanya sudah sayu.

"Kalau mau sama Daddy, Kiki nggak boleh nakal. Daddy capek sayang, pulang dari kerja. Daddy belum istirahat dan belum tidur." Ily berusaha memberikan pengertian sederhana agar Kiki dapat memiliki rasa peka dan tenggang rasa kepada orang lain.

Kiki menatap wajah daddynya yang memang sudah lelah. Al hanya tersenyum saat Kiki melendot manja di dadanya. Entah apa yang ada di pikiran anak sekecil itu, tapi sepertinya dia memahami maksud pengertian mommynya tadi.

"Daddy apek? Antuk?" tanya Kiki polos membuat Al gemas lalu memeluknya erat.

Inilah yang selalu Al rindukan jika sedang bekerja. Tingkah polos dan manjanya Kiki membuat dia tak betah lama-lama di luar rumah.

"Temani Daddy bobo aja ya? Nanti sore kita baru jalan-jalan." Al berseru sambil memiringkan tubuhnya memeluk Kiki, melepas kerinduannya.

Ily yang melihat hal itu hanya tersenyum lalu berniat turun dari ranjang. Namun pergelangan tangannya di cegah oleh Al.

"Mau kemana?" tanya Al sangat lembut.

"Mau keluar, nyuci baju kamu tadi," jawab Ily menunjuk keluar sambil menoleh wajah suaminya yang sudah terlihat sangat mengantuk.

"Di sini aja temani aku istirahat. Aku kangen sama kalian," seru Al membuat hati Ily bahagia.

Ily mengurungkan niatnya lalu ikut berbaring di samping Kiki. Hingga Kiki kini berada di tengah-tengah kedua orangtuanya.

"Gimana perkembangan Kiki selama aku nggak ada?"

Sesibuk apa pun Al tetap selalu mengutamakan buah hatinya. Menanyakan keadaan Kiki setiap kali dia berada di luar rumah dan mendiskusikan perkembangan Kiki selalu menjadi bahan utama pembicaraan mereka.

"Alhamdulillah, dia anak yang baik dan pengertian. Sedikit dikasih pengertian, dia selalu bisa memahami dan mengerti. Cuma kadang manjanya yang nggak bisa ketulungan," keluh Ily sambil memperhatikan wajah suaminya yang lelah dan tangannya sibuk menepuk pantat Kiki pelan agar dia ikut tertidur.

"Wajarlah kalau dia manja. Cucu pertama, anak pertama dan banyak yang sayang sama dia. Asal jangan dijadikan itu semua alasan untuk mengajari dia selalu tergantung sama orang lain. Setidaknya kita selalu pintar-pintar mengarahkan dia." Al berucap sambil mengelus kepala Ily pelan, membuat dirinya nyaman dan rindunya menguap begitu saja.

Al merengkuh pinggang Ily, hingga Kiki secara otomatis juga Al dekap. Walau Ily tak merasa kantuk, untuk menghargai Al dia ikut memejamkan mata, begitu pun Kiki yang sudah sedari tadi memeluk Al dan tak mau melepaskannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top