Bab 2
Hari ini adalah hari yang sudah dipersiapkan Roni dan Nita, mereka bilang Zarra hanya perlu datang ke Resto Jezra dan mencoba bertemu dengan teman mereka.
Zarra mengenakan gaun maroon yang terlihat anggun dibadannya, dia juga memulas wajahnya secantik mungkin. Dia sengaja datang diawal waktu agar tidak terlihat menyepelekan pertemuan ini.
“Restonya sih kekinian, tapi Nita dan Roni tidak pernah mengatakan kalau aku harus menunggu selama ini untuk menemui satu orang. Aku sudah menunggu hampir dua jam dan perutku rasanya pengen muntah kerena terlalu banyak minum. Aku juga sangat lapar,” gerutu Zarra sambil meletakkan kepalanya di meja.
Masih dengan posisinya dia menoleh melihat keluar jendela, guyuran hujan membasahi seluruh jalanan. Tentu saja hujan begini mana ada yang mau datang, percuma Nita mendandaniku seperti ini, batin Zarra sedikit kecewa.
Dari seberang jalan terlihat seorang pria berperawakan tinggi sempurna. Pria itu mengenakan setelan kemeja kerja yang sangat serasi, menonjolkan aura eksekutif muda yang kental. Saat Zarra disibukkan dengan pandangannya, tiba-tiba mata laki-laki itu tertuju kepadanya, pandangan mereka berdua beradu.
Zarra salah tingkah karena malu ketahuan tengah mengamati pria asing itu dari jauh. Dia buru-buru memalingkan muka ke arah lain, namun dia merasa seperti ada sepasang mata yang terus mengawasinya.
“Perasaan canggung apa ini?” kata Zarra bergidik ngeri, ternyata ditatap itu menyebalkan. Pantas saja tatapan laki-laki tadi sepertinya tidak menyukai tindakannya.
Sesekali Zarra melirik lagi kearah laki-laki asing tersebut, dia masih di sana pandangannya masih lurus menatap Zarra, entahlah tatapannya itu ditujukan kepada Zarra atau pengunjung yang lain karena disini ada banyak sekali pengunjung.
Dari arah jalan besar terlihat sebuah mobil BMW hitam menyapu genangan air yang membasahi jalan. Mobil itu berhenti tepat di depan sang pria, mata Zarra tidak terlepas dari gerak gerik pria di seberang sana.
Sambil sesekali melontarkan pujian, betapa beruntungnya wanita yang kelak berjodoh dengan pria itu, sudah ganteng tajir lagi. Bukannya matrealistis, Zarra hanya sedikit realistis dalam menilai seseorang.
“Permisi mbak, apa mbak sudah ingin memesan sesuatu?” tanya salah satu pelayan resto.
Saat itu juga di layar hp Zarra terlihat sebuah pesan. Pesan itu dari pasangan kencan butanya hari ini, ternyata dia tidak bisa datang karena mantan pacarnya mengajaknya balikkan jadi dia memutuskan untuk tidak melanjutkan acara hari ini.
“Ah maaf mbak, saya pesan ini dan ini.” Jawab Zarra sambil menunjukkan beberapa makanan didalam menu. “Terserahlah aku lapar, lebih baik makan dulu baru pulang.”
"Baik tunggu sebentar, pesanan Anda akan segera siap," kata pelayan sumringah. Karena restoran tidak begitu ramai sehingga pesanan Zarra cepat sekali sampai di hadapannya.
Kringggg Kringgg
dering ponsel Zarra membuat wanita itu melirik singkat sebelum menjejalkan sesuap besar nasi ke mulutnya.
“Ya nit.” Zarra menerima panggilan video yang ternyata dari Nita. Dari ujung sana terlihat ibu hamil yang girang, seperti tengah bersemangat mendapat jawaban dari sang lawan bicara. Dari raut wajahnya terlihat seperti ada ribuan pertanyaan yang ingin dia ucapkan.
“Bagaimana hasilnya? Apakah semuanya berjalan lancar? Kenapa tidak segera mengabariku, aku kan penasaran bagaimana hasilnya.” sekali Nita membuka mulutnya, beberapa pertanyaan langsung memberondong Zarra.
“Kalau bertanya satu-satu, non. Lagi pula bumil jangan terlalu bersemangat ingat anak,” canda Zarra masih dengan asyiknya menikmati makanan.
“Ayolah Ra, jangan mengalihkan pembicaraan.” kata Nita penasaran.
“See” Zarra mengarahkan handphone nya memutar. “Tidak ada siapapun, hanya Zarra dan makanan ini. Lihat itu jawaban dari semua pertanyaanmu tadi.”
“Apa? Dia tidak datang? Yang benar saja. Yang, Sayang, Ron, hoi Roni.” Teriak Nita memanggil sang suami yang nampaknya telah sibuk memasak di dapur. Terlihat dari celemek yang ia gunakan. Mimik muka Nita berubah menjadi sebal.
“Lah dianya malah ngegas?” kata Zarra santai.
“Lihat ini, akibat temanmu yang tidak bertanggung jawab itu, Zarraku jadi bersedih,” omel Nita di seberang sana. Terlihat pasangan suami istri ini malah beradu mulut dan sibuk sendiri.
"Woi, tenanglah, Nit. Sekedar meluruskan aku sama sekali gak bersedih.” Zarra menunjukkan ekspresi gembiranya pada sepasang suami istri itu. Namun perhatian Nita justru tertuju pada menu-menu makan yang dipesan Zarra.
“Tuh liat Zarra melampiaskan kekesalannya dengan makan. Bagaiman jika Zarra ku yang manis jadi ndut kayak kamu.”
Ibu hamil yang satu ini tingkahnya memang sedikit absurb, pikir Zarra.
“Hei... hei... hei... jangan jadikan aku kambing hitam dalam pertengkaran konyol kalian. Aku makan karena aku lapar tau, dari tadi siang belum makan karena kejar deadline,” terang Zarra kepada temannya, “Terserah pada percaya atau tidak, kalau kalian mau berantem lagi silakan aku tutup teleponnya.”
“Jangan! Oke kami gak akan berantem lagi. Tidak apa Ra, gagal sekali dua kali itu hal biasa, Thomas Alva Edison saja gagal 999 kali baru bisa menemukan lampu. Besok coba lagi ya Ra," tukas Nita berapi-api. Zarra sampai terbengong-bengong melihat sahabatnya itu mendadak pintar.
"Siapa itu Thomas? Selingkuhanmu kah?" debat Roni dari seberang sana.
"Selingkuhan apanya, istri baru hamil segede gini mana sempet selingkuh bambang," tambah Nita. Mereka kini mulai berdebat lagi, mendebatkan hal ga masuk akal, lagi.
“Yayaya... Dah Nita dah Roni, pip...” Zarra pun mengakhiri panggilan videonya tadi, mana mau dia mendengarkan hal yang ga guna, pertengkaran bucin kedua sahabatnya. Membuat iri saja.
Jam menunjukkan pukul 8 malam, hujanpun sudah mulai reda. Zarra memutuskan untuk pulang. Ditengah perjalanan dia melihat laki-laki yang mirip dengan orang yang seharusnya menjadi teman kencan butanya kali ini, meskipun belum pernah bertemu sebelumnya namun Roni sudah pernah memperlihatkan foto calon pasangannya itu. Sedikit banyak dia tahu wajahnya. Laki- laki itu sedang duduk bersama seorang wanita.
Tangan si lelaki sibuk menggerayangi tubuh si wanita, dan si wanita dengan santainya diperlakukan demikian, seperti menikmati setiap belaian dari orang yang hanya berstatus pacar. Mungkin, atau hanya berstatus mantan.
Melihat hal itu Zarra merasa dirinya beruntung. Untung saja dia tidak jadi bertemu dengan pria itu, dia tidak bisa membayangkan dirinya menjalin hubungan dengan orang seperti itu. Laki-laki yang tidak bisa menghargai wanita mana mungkin bisa menjadi imam yang baik kedepannya, pikir Zarra dalam hati.
“Jam segini baru pulang darimana saja?” bentak ibu sambung Zarra sesaat setelah ia memasuki rumah.
“Ada pekerjaan dadakan bu,” jawab Zarra singkat.
“Mana mungkin bekerja dengan baju seperti itu,” tambah Andin sambil melihat Zarra dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Dia pasti habis kencan. Iya kan? Ayo jawab, habis kencan dengan siapa?” Karin tidak mau kalah ikut memberondong Zarra dengan berbagai pertanyaan.
'Ya Tuhan aku lupa berganti baju sebelum pulang,' Batin Zarra. Rencananya memang sebelum masuk rumah dia akan mampir dulu ke pom bensin terdekat untuk berganti baju agar tidak ketahuan oleh ibu dan saudaranya. Gara-gara tidak fokus dia jadi melupakan hal yang penting. Alamat pasti kena marah lagi.
“Dasar anak tidak punya sopan santun pergi tanpa pamit dan berani -beraninya berbohong kepadaku. Ingat statusku masih ibu kamu,” bentak wanita yang mengenakan setelan piyama branded itu
“Maafkan saya.” Zarra hanya bisa menunduk saat dimarahi oleh ibunya.
“Sebagai hukumannya kamu harus mencuci semua baju itu.” Terlihat tumpukan baju kotor yang menggunung.
“Baju dari mana itu, bukannya tadi pagi aku udah mencucinya. Bagaimana mungkin dalam satu hari bisa ada setumpuk baju lagi,” celetuk Zarra tidak habis pikir.
“Yah, setidaknya dia sudah berusaha. Kalau sampai akhir bulan ini kamu tidak memperkenalkan calon suamimu ke ayahmu. Ibu yang akan mencarikanmu suami,” kata ibu Zarra sambil berbalik bersama dua anak gadisnya yang lain. “Jangan lupa selesaikan pekerjaanmu.”
Dengan lunglai Zarra pergi ke kamarnya. Hari ini benar- benar melelahkan baginya. Ingin rasanya segera mandi dan beristirahat namun pekerjaannya yang lain masih menunggu. Baru sebentar dia merebahkan kepalanya. Ada pesan masuk dari Nita, mengabarkan kalau dia memiliki beberapa laki-laki yang potensial, dia jamin tidak kaleng-kaleng seperti tadi.
“Baiklah Zarra masih ada 29 hari lagi, kamu masih punya kesempatan.” Teriak Zarra menyemangati dirinya sendiri.
Dirumah ini Zarra tinggal bersama ibu dan kedua saudaranya. Ayahnya saat ini sedang dinas keluar kota selama beberapa bulan. Selama kepergian sang ayah, Zarra selalu diperlakukan dengan kurang baik oleh ibu dan kedua saudaranya, klise memang karena ini bukanlah cerita Cinderella, ini kehidupan nyata.
Sebenarnya Zarra bukanlah anak yang menerima begitu saja nasibnya. Dia adalah gadis yang pemberani dan dewasa. Dia selalu berani mendebat pemimpin Redaksinya jika dia merasa diperlakukan secara tidak adil. Karena sifatnya yang keras inilah banyak laki-laki yang menjaga jarak dengannya.
Meski demikian, di rumah dia selalu mengalah terhadap ibu dan saudara -saudara tirinya karena dia teringat pesan ibunya sebelum meninggal.
Ibunya dulu pernah berpesan, suatu saat apabila ayahnya memutuskan untuk menikah kembali dengan seorang yang tidak Zarra kenal. Zarra harus tetap meghormati wanita itu, mengikuti apa yang dia perintahkan karena bagaimanapun juga dia datang dan telah berusaha menjadi ibu bagi Zarra yang bukan darah dagingnya.
Meskipun yang datang adalah wanita jahat, Zarra harus tetap berbuat baik dan memperlakukannya seperti memperlakukan ibu kandungnya. Mengalah bukan berarti kalah. Kata-kata ibunyalah yang selalu membuat egonya turun, dia selalu menjunjung tinggi nasehat terakhir dari sang ibu tersebut.
Tidak ada yang tahu bahwa Zarra sering diperlakukan tidak adail kecuali Nita dan Roni. Ibu sambungnya pandai sekali menyembunyikan tindakannya di depan umum terutama di hadapan sang ayah.
kliinggg
Ada pesan masuk baru dari nomer tidak dikenal.
“Siapa malam – malam begini mengirim pesan.” Mata Zarra menyipit, dahinya berkerut sejenak.
“Hai, kenalkan namaku Hengki. Temannya Nita. Salam kenal Zarra.” Begitulah isi pesan singkat yang baru saja Zarra terima.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top