Bab 11

“Kau ikut kami!” beberapa aparatpun mulai menangkap satu persatu perusuh dan Zarra tidak sengaja tertangkap karena tidak berhasil kabur melarikan diri. “Cantik-cantik kok tindakaannya seperti ini, memalukan.”

“Apa-apaan ini pak , saya bukan salah satu dari pendemo ini, Saya ini wartawan pak,” celetuk Zarra saat dirinya diseret paksa pihak kepolisisan. Dia tidak tau menahu semua hal-hal anarkis ini, dia kesini untuk mendapat berita, nasib sial lah yang membuatnya  terjebak di situasinya saat ini.

“Mana buktiny, jka benar anda wartawan dimana tanda pengenal anda?” tukas opsir polisi, galak sekali, apakah semua polisi seperti ini. Jika polisi seperti ini kepada semua orang tanpa membeda-bedakan sama sekali, negeri ini pasti aman dari para koruptor dan penjahat. Namun apalah, manusia tidak ada yang tidak tertarik debgan harta dan kekuasaan. Yah meski tidak semua aparat penegak hukum seperti itu, namun bahyak yang tidak bisa diandalkan.

Kasus polisi memperlakukan nenek pencuri kelapa dengan sangat buruk, namun memperlakukan para tikus pencuri uang rakyat dengan sangat hormat. Yang mencuri untuk makan dianggap hina namun yang mencuri untuk memperkaya diri justru disanjung. Logika macam apa yang berkembang di masyarakat ini, memalulan, dan begitu menyayat hati.

Tindakan tak bertanggung jawab seperti itulah yang membuat imej buruk tertanam begitu dalam pada diri kepolisian, entah mereka semua benar melakukan itu ataupun hanya segelintir saja, satu cacat tetaplah mencoreng nama besar yang seharusnya rakyat percaya.

"Coba tunjukkan nona," bentak polisi itu kembali mengilang kata-katanya.

“eee.. itu, kebetulan tanda pengenal saya terjatuh entah di mana.” Jawab Zarra terbata-bata. Cengkerama tangan bapak-bapak polisi sangat kuat sehingga Zarra pun mau tidak mau mengikuti kemanapun dia dibawa.

Ada beberapa mahasiswa yang juga ditahan. Tidak sedikit juga yang berusaha melepaskan diri, namun gagal, yang ada muka mereka malah bonyok dihajar aparat karena dianggap melawan pihak yang berwajib.

“Sudah-sudah bawa mereka semua ke kantor, anda bisa menjelaskan di kantor polisi.” Suara lantang salah satu petugas membuat semua polisi ini mentaati perinahnya Zarra yakin orang itu memiliki posisi yang tinggi di kepolisan.

“Padahal masih muda begitu sudah menjadi Komisaris Polisi, waah bisa viral ini kalau diangkat menjadi berita, masyarakat terkadang lebih suka hal-hal semacam ini daripada berita kriminal yang mengerikan. Batin Zarra melihat polisi tampan di depan matanya itu.

“Ah, iya Roni coba aku hubungi dia saja, dia pasti bisa membebaskanku,”Zarra mulai mencari ponselnya didalam tas, tidak ada, ponsel itu tidak ada di sana, Zarra kemudian berfikir keras kapan terakhir kali dia menyimpan ponselnya. “Sial. Tertinggal di meja.”

Setelah mendebat beberapa pihak polisi dengan berbagai alasan, Zarra akhirnya menyerah dan memutuskan untuk ikut ke kantor polisi dengan baik-baik. Meskipun sekarang dia merasa dirinya diposisi yang tidak adil namun apalah daya,  dia tidak memiliki bukti yang kuat untuk bisa lepas dari posisi ini.

Hari yang amat sangat panjang bagi Zarra, dia tidak bisa membayangkan akhirnya dia berakhir dibalik jeruji besi. Mana ponsel ketinggalan, dia juga tidak hafal satu nomer teleponpun, nomer telepon rumah pun dia tidak tahu. Sungguh sial nasib nya kali ini.

"Roni pasti akan mencariku kan. ya aku yakin dia kan partner terdebest ku," meskipun dia tidak bisa melakukan apa-apa kali ini, Zarra masih tetap berfikir positif bahwa nanti atau besok akan ada orang yang menjemputnya. Pikiran terlalu positifnya itu terkadang mengerikan.

***

Satu per satu, para mahasiswa yang terjaring saat demonstrasi beberapa hari yang lalu mulai dijemput oleh walinya, sesi seperti ini sangat dramatis menurut Zarra. Saat orang tua sesibuk apapun akan menyempatkan datang untuk menjemput anak-anaknya, beberapa akan langsung marah kepada sang anak, beberapa main pukul juga, kasar memang, keras pasti, apapun tindakan orang tua itu serta merta untuk kebaikan anaknya.

Terkadang orng tua yang keras membuat anak menjadi ugal ugalan tak berguna, kalau itu menurut pandangan orang sedangkan untuk Zarra sendiri sebenarnya bukan seperti itu, orang tua manapun pastilah sayang kepada buah hatinya memang ada jenis orang tua yang bingung bagaimana menyampaikan kasih sayang namun mereka tetaplah menyayangi  daraah dagingnya, tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.

Dari balik jeruji, Zarra melihat dengan mata berkaca-kaca, ternyata ada baiknya dia ikut nyasar masuk kedalam sini, dilihatnya ibu yang sedang memarahi anak-anaknya disana, ada rasa kasih sayang yang teramat besar di mata sang ibu. sungguh beruntung anak itu masih didampingi kedua orang tua yang lengkap.

Zarra merindukan ayahnya, sudah berbulan-bulan tidak ada kabar, bagaimana keadaannya sekarang, apakah sudah makan ataukah belum, perhatian-perhatian kecil yang jngin sekali dia sampaikan kepada sang ayah namun apa daya tangan tak mampu meraihnya.

"Hei, kakak bukan mahasiswa di kampusku? siapa kakak?" salah satu penghuni jeruji sementara mulai menyapa Zarra, sebenarnya dari kemarin dia ingin menanyakannya namun enggan. Gadis manis berambut sebahu itu mendekat kearah Zarra, kemudian duduk disampingnya. "kakak menangis?"

"ah tidak hanya debu yang masuk ke mata. perkenalkan Zarra," dengan sigap dia menyapu air mata yang menetes dipelupuk matanya dan mengacungkan tangannya sebagai tanda perkenalan.

"Bianka,"

"Orang tuamu belum menjemput?" tanya Zarra penasaran, sekarang hampir semua yang terjaring aparat kemarin sudah dijemput wali masing-masing hanya tinggal Zarra dan Bianka saja yang belum dijemput.

"Aku tidak memiliki orang tua kak, aku tinggal bersama paman dan bibi, namun mereka tidak memperdulikanku. Sepertinya tidak ada yang akan menjemputku disini," keluh Bianka.

Ternyata ada yang lebih susah hidupnya dibandingkan dirinya, Zarra sedikit bersyulur meskipun ibu dan saudara tirinya tidak memperlakukannya dengan baik namun dia masih memiliki sang ayah yang selalu menyayanginya. Berbeda dengan dirinya, anak ini tidak memiliki siapa-siapa kecuali paman dan bibinya.

"Tenanglah mereka pasti akan datang menjemputmu. Kamu selalu berbuat baikkan terhadap mereka?"

"Tentu saja, aku sangat menyayngi mereka, karena mereka satu satunya keluargabyang aku miliki kak."

"kalau begitu percayalah mereka akan segera menjemputmu. kasih sayang yang tulus itu pasti akan menggerakkan hati sekeras apapun,"

"Benarkah?" kali ini pancaran kegembiraan terpancar pada raut muka Bianka. Sepertknya semangatnya sudah tumbuh kembali. "kakak sendiri tidak ada wali yang menjamin kakak?"

"eeee, itu, itu, sebenarnya.."

"Bianka Restuaji, silakan keluar sekarang kamu sudah bebas, walimu sudah menjemput," kata opsir polisi sambil membuka pintu tahanan.

Zarra mendapatkan pelukan dari teman barunya itu, kata-kata Zarra menjadi kenyataan, paman dan bibi Bianka benar-benar datang untuk menjemput. Bianka sangat senang sekali, dan dia berjanji tidak akan mengikuti hal-hal berbahaya seperti kemarin.

"Bagaimana apakah semua mahasiswa sudah dijemput oleh walinya?" celetuk komisaris polisi muda itu.

"Hanya tinggal wanita itu," salah satu opsir yang berjaga menjawab dengan penuh ketaatan. Aura sang pimpinan membuatnya segan untuk menatap mata pimpinannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top