Part 9

Moris melambaikan tangannya saat matanya dan mata Lezzi bertemu. Dengan senyum lembunya, Lezzi menghampiri Moris. Ia duduk di hadapan Moris.

"Maaf aku terlambat?" tanya Lezzi.

"Tidak apa, aku juga baru datang." kilah Moris. Lezzi memicingkan matanya. Moris menatap bingung Lezzi. "Ada apa?" tanyanya.

"Kau berbohong. Kau bilang baru tiba, tapi sudah dua cangkir kopi kau habiskan." Moris tersenyum malu seperti baru saja tertangkap basah.

"Maaf. Aku terlalu bersemangat akan menemui mu." ucap Moris yang berhasil membuat pipi Lezzi bersemu merah. Ia tertawa kecil.

Pertemuan mereka sangat mengasyikkan bagi Lezzi, ia merasa terhibur dengan adanya Moris. Moris sangat pengertian dan perhatian terhadapnya. Tidak seperti Lexi yang dingin dan datar. Lezzi merasa tenang berada di dekat Moris.

"Lezzi." panggil seseorang, Lezzi menoleh. Ternyata Moza yang baru saja memanggilnya.

"Moza." lirih Lezzi. Moza menghampirinya. Tatapannya penuh pertanyaan.

"Kau disini?" tanya Moza. Lezzi mengangguk ragu.

"Kau berada disini juga?" tanya Lezzi. Moza tersenyum.

"Ini cafe ku. yang sudah dari lama aku buka."
Lezzi tercengang, satu kenyataan yang ia tak tahu dari diri Moza. lagi-lagi ia membandingkan dirinya dengan Moza. Bagaikan langit dan bumi. Pikirnya.

"Dia temanmu?" tanya Moza. Lezzi tersentak. Lalu mengangguk.

"Moris kenalkan ini Moza, dan Moza kenalkan ini Moris." ucap Lezzi memperkenalkan Moza dan Moris. Mereka saling berjabatan sebentar.

"Kalau begitu, saya permisi dulu." pamit Moza.

Lezzi dan Moris tersenyum ramah.

"Dia temanmu?" tanya Moris.

"Iya dia teman terbaik ku. hanya saja terkadang aku iri dengannya." lirih Lezzi. Moris terdiam. Ia tahu apa yang terjadi dengan Lezzi dan Lexi, hanya saja ia tidak tahu siapa penyebab Lexi berubah seperti saat ini.

"Dia wanitanya?' tanya Moris tanpa sadar. Lezzi menegakkan kepalanya, ia mengrenyit menatap Moris.

"Maksudmu?" tanya Lezzi. Moris menggeleng kecil seraya tersenyum.

"Dia cantik." ucap Moris. Lezzi tersenyum kecil.

"Iya, aku setuju dengan mu, dia wanita yang sangat cantik, setiap pria yang melihatnya pasti berkata seperti itu. Bahkan suami ku sekali pun." Lezzi menghela nafas panjang. Moris terdiam menunggu perkataan Lezzi yang terjeda.

" ... Suamiku, selalu membandingkan ku dengannya. Bahkan dia berbuat baik padaku karena ia tak ingin membuat Moza kecewa. Dia mencintai Moza, namun, Moza lebih memilih Mark yang merupakan kakak kandung dari suamiku. Awalnya aku hanya seorang pelayan di rumah Lexi, namun  suatu kejadian memaksa kami menikah. Lexi sendiri sebenarnya pria yang baik, dia hanya kecewa dan pata hati pada Moza. Sehingga ia berubah. Dia sering pulang larut malam dalam keadaan mabuk dan membawa wanita lain dari club malam. meski pun kami sudah menikah, tapi ia tetap memperlakukan ku sebagai pelayannya. yang berbeda bila ia meminta hak-nya sebagai suami." tutur Lezzi menceritakan. pandangannya lurus menatap kosong ke arah depan. Moris hanya bisa terdiam. ia menatap Lezzi lekat.

"Maaf aku jadi bercerita tentang ini dengan mu, ini sangat memalukan bukan?" ucap Lezzi serayaenghapus matanya yang sudah berkaca-kaca. Moris tersenyum lembut, ia menggenggam tangan Lezzi erat.

"Tak apa, ceritakan saja bila itu bisa membuatmu tenang, aku senang bisa menjadi pendengar setia mu." Lezzi tersenyum lembut pada Moris.

Drtt! Drtt! Drtt!

Getaran ponsel milik Lezzi terdengar, Lezzi segera membuka ponselnya. Satu pesan dari Moza.

Moza.

bisa kita bicara nanti?

Me.

Tentu, aku tidak akan pulang.

Lezzi masukkan ponselnya pada saku bajunya.

"Moris maaf aku tidak bisa lama-lama, ada hal yang harus aku urus."

"Oh, tak apa. Kalau begitu mari aku antar." Lezzi menggeleng kecil.

"Tidak perlu, aku akan bertemu Moza sebentar, kau pulang duluan saja."

"Baiklah. Kalau begitu sampai jumpa lagi Lezzi." ucap Moris berpamitan. Moris pun pergi.

Setelah kepergian Moris, Moza menghampiri Lezzi yang masih berdiam diri di tempatnya. Moza duduk di hadapan Lezzi.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Moza. Lezzi tersenyum sendu.

"Aku sangat baik, terimakasih." jawab Lezzi.

"Bagaimana bulan madu mu dengan Lexi? Berjalan lancar?" Lezzi tersenyum getir seraya mengangguk.

"Semua baik dan lancar." kilah Lezzi. Namun, Moza bisa menemukan kejanggalan itu dari mata Lezzi.

"Berkatalah yang jujur Lezzi, jangan kau tutupi. Apa yang Lexi perbuat denganmu?" Lezzi menggeleng.

"Tak ada, hanya saja aku merindukan ayah dan ibuku." Moza tersenyum kecil. Ia tahu Lezzi sedang berbohong padanya, Lezzi merupakan wanita yang tak pintar merahasiakan perasaannya.

"Moza. Boleh aku akhiri pernikahan ini?" ucap Lezzi tiba-tiba. Moza terdiam sesaat. Kemudian ia tersenyum lembut ke arah Lezzi.

"Apa yang membuat mu tak nyaman dengan Lexi?"

"Semuanya." jawab Lezzi cepat.

"Itu terserah padamu Lezzi, hanya saja apa kau yakin dengan keputusanmu? Kau sedang emosi, sebaiknya jangan terlalu cepat mengambil sebuah keputusan." Lezzi menggeleng cepat.

"Aku muak dengan sikapnya." lirih Lezzi. Moza mengangguk sebagai tanda ia mengerti.

"Pergilah bila itu bisa membuatmu kembali bahagia. Tapi setidaknya beri waktu selama satu minggu. Bila Lexi berubah seperti dulu lagi, tetaplah di sisi nya. Ubahlah ia menjadi mencintaimu. Tapi bila ia semakin menjadi, pergilah, dan aku akan membantu mu meninggalkan kota ini." Lezzi menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

Satu minggu terasa lama baginya bila bersama Lexi. Tapi akan aneh bila mereka harus bercerai saat ini. bukan hanya Lexi yang marah, namun juga dengan Mark.

"aku akan pikirkan lagi Moza. Tolong beri aku semangat untuk terus bertahan menghadapi sikap arogant adik ipar mu itu." Moza mengangguk seraya tersenyum.

"Beri tahu aku, bila dia membuat ulah padamu. Bukan hanya aku yang akan melindungi mu, tapi Mark dan juga ... Moris." ujar Moza. Lezzi bersemu malu saat nama Moris di sebut dengan Moza.

***

Lezzi kembali kerumah. seperti biasa, rumah besar itu tampak sepi dan sunyi. Ia segera melangkahkan kakinya menuju dapur berniat untuk membuat makan malam.
Namun, langkahnya terhenti, tubuhnya terasa kaku, matanya berkaca-kaca. Hatinya terasa panas dan sakit.

Lexi, ia sedang terduduk bersama dengan Wanita seksi yang tak pernah Lezzi lihat sebelumnya di pangkuannya, dengan bibir yang saling berciuman.

Lezzi mengurungkan niatnya dan masuk ke dalam kamar. Di dalam kamar. Ia menangis terisak, dadanya terasa sangat sesak. Keputusannya sudah bulat untuk mengakhiri pernikahannya dengan Lexi.

"Aku ingin bercerai!" lirihnya dalam isakannya.

*bersambung*

Lexi tuh kebangetan ya??

Siapa nih yang dukung Lezzi sama Moris?

ayo dong komen.
Jangan lupa di vote juga ya .. 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top