Part 8

Bulan telah kembali pada singgahsananya, sedangkan matahari kembali menyinari dunia. Udara pagi yang sejuk membuat siapa pun merasakan kesegarannya.

Namun, tidak dengan Lezzi, ia masih merapat di bawah selimut tebal. Semalaman Lexi telah meminta hak-nya sebagai seorang suami. Sebenarnya Lezzi sendiri enggan,  namun baginya kewajiban tetap kewajiban, meski pun berakhir dengan air mata yang berlinang dan perginya Lexi dari kamar hotel setelah pergulatan mereka yang cukup lama.

Lezzi termenung, meratapi nasib hidupnya. Suaminya bahkan tak pernah memandangnya sebagai seorang istri, tetapi ia memandang Lexi layaknya seorang jalang, habis manis, sepah di buang. Pribahasanya seperti itulah.
Ya, setelah puas bermain dengan Lezzi, Lexi meninggalkannya begitu saja.

Matanya terbuka, ia segera menoleh ke sampingnya, dan mengitari pengelihatannya menelususri sekitar.

Kosong.

Lexi belum kembali, ia bangkit dari rebahannya bermaksud untuk membersihkan diri. Lezzi merintis saat merasakan perih di area intimnya. Jelas-jelas ini yang kedua kali baginya, tapi ia masih tetap merasakan perih.

Sekasar itukah Lexi terhadapnya. Pikirnya.

Lezzi berjalan menuju kamar mandi dengan tertatih. "Sakit!" ringisnya.

Setelah masuk ke kamar mandi, Lezzi segera mengisi bathup dengan air dan cairan sabun serta aromatic. Ia ingin berendam, berharap lelah dan sakit di tubuhnya berkurang. Setelah terus penuh, Lezzi mulai menanggalkan satu per satu pakaiannya.

-

-

-

setelah lamanya berendam, Lezzi mengakhiri dan segera berpakaian. Memoles make up tipis. Dan sekarang ia merasakan kembali segar. Dan kini perutnya yang minta di isi, perutnya terasa perih.

"Jangan sampai maag ku kambuh lagi." Ucapnya.

Klek!

Pintu terbuka menampilkan Lexi yang baru saja kembali,  sontak Lezzi menundukkan pandangan enggan menatap Lexi yang tak menghiraukan keberadaannya. Lezzi segera berlalu menuju balkon.

Namun.

"Lezzi." panggil Lexi, Lezzi segera menoleh dan menghadap Lexi sepenuhnya, walau pun tatapnnya masih menunduk. "Ini." Lexi menyerahkan sebuah kantung Kecil berisi obat. Lezzi mengerang tak mengerti.

"Ini apa?" tanya Lezzi.

"Obat pil pencegah kehamilan." ucap Lexi tenang dan datar. sedangkan Lezzi bagaikan tersambar petir. Ia tercengang mendengar kata-kata yang baru saja di ucapkan dengan Lexi.

Pencegah kehamilan. -- batin Lezzi mengulang perkataan Lexi yang terdengar tajam di telinga Lezzi.

"Aku tidak ingin punya anak." Sambung Lexi.

"Untuk saat ini?" tanya Lezzi berharap Lexi mengiyakan. Namun kembali, Lexi menyakiti perasaan Lezzi. Bahkan ia masih tetap terlihat tenang. Lexi menggeleng cepat.

"Tidak, tentu tidak seperti itu." jawab Lexi cepat seakan-akan ia ingin melurusukan kesalahan pada pikiran Lezzi.

" ... kita menikah tidak dengan perasaan bukan? Jadi dua insan yang tak saling mencintai tak bisa hidup lama. Apa jadinya bila mereka memiliki buah hati dan berakhir dengan perceraian? Itu tidak baik." alasan Lexi mungkin masuk akal baginya, tapi terdengar beda bagi Lezzi.

Lezzi mengangguk dengan wajah muram. Matanya berkaca-kaca. "Baiklah kalau itu memang mau tuan. Saya akan minum obat ini." ucap Lezzi. lalu membuka obat itu dan meminumnya tepat di depan Lexi. Lexi tersenyum puas.

"Maid yang pintar." ucapnya seraya menepuk kepala Lezzi pelan. Lalu berlalu ke kamar mandi meninggalkan Lezzi.

Lezzi luruh ke bawah, hatinya terasa sakit. "Aku ingin mengakhiri semua ini." lirih Lezzi di tengah isakkannya.

***

Sudah hampir seminggu lebih mereka berada di Paris. Dan saat ini mereka berniat kembali ke New York.
Di pesawat. Lezzi hanya terdiam menatap pemandangan lautan awan yang luas. sedangkan Lexi membaca majalah tanpa mempedulikan Lezzi.

Bahkan sampai mereka telah sampai ke rumah mereka pun Lexi dan Lezzi sama-sama saling diam. Lexi kembali bekerja dan Lezzi kembali pada kkewajibannya sebagai seorang pembantu.

Ia merapihkan rumah dan halaman. Lelah? tentu. Tapi itu tidak seberapa di banding hatinya. ia tersenyum getir  saat mengingat ucapan Lexi. Kata-kata itu selalu terngiang bebas dalam pikirannya.

"apa aku harus mengakhiri semua ini?" lirih Lezzi.

Deringan ponsel milik Lezzi berbunyi, ia segera mengangkatnya.

"Hallo?"

"Lezzi ini aku Moris. Kau sedang dimana?" Lezzi segera menghapus air matanya dan menghela nafas panjang.

"Aku sudah di New York. aku baru kembali tadi pagi." ucap Lezzi.

"kebetulan sekali, aku juga berada di New York, bisakah kita bertemu?"

"Oh .. Em .. Tentu. Kalai begitu kapan?"

"Sore ini jam 3, di cafe Flowers."

"tentu."

Telepon terputus. Lezzi sudah mengambil keputusan. Bila Lexi bisa bebas membawa keluar masuk wanita. Ia juga akan seperti itu, berteman dengan seorang pria, yang jelas jauh lebih baik darinya.

*bersambung*
*
*
*

Hisa kok kesel ya sama Lexi😡
Lezzi kasian banget 😭

Gimana sama part kali ini? Berikan tanggapan kalian dengan komen pakai bahasa sopan ya.

Dan kalau menemukan Typo silahkan komen INLINE

Terimakasih.

Jangan lupa vote dan komen.

Salam sayang dari Hisa.😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top