Part 6
⚠typo bertebaran⚠
Happy reading...
.
.
.
Lezzi terbangun dari tidur siangnya. Kini ia merasa jauh lebih baik. Tubuhnya sudah kembali kuat dan sehat. Ia mengambil posisi duduk, merentangkan tangannya meregangkan otot-otot yang terasa kaku. Ia menatap sekitar. Tak ada tanda-tanda Lexi disana. Lezzi menghela nafas panjang. Mungkin seperti ini Honeymoon yang ia alami. Seperti terkurung di dalam kamar sendiri. Tidak seperti orang kebanyakan. Menikmati setiap detik dengan pasangan yang mereka cintai. Lezzi bergegas bangun menuju kamar mandi. Sedari tadi ia belum membersihkan tubuhnya karena terlalu lemah dan lemas.
Setelah kesegaran telah kembali, Lezzi memilih pakaian yang terbaik yang ia punya. Dress sepanjang lutut berwarna pich, dengan tangan sebatas sikut. Pakaian yang ia beli satu tahun yang lalu. Masih layak pakai, karena pakaian itu jarang ia pakai, sayang rasanya bila ia harus memakai pakaian itu. Lezzi tidak sering membeli baju, bahkan jarang. Uang gajihnya setiap bulan selalu ia kirim pada orang tua angkatnya, sisanya ia tabung, untuk membeli mesin jahit yang ia idam-idamkan selama ini.
Lezzi duduk di depan cermin. Memoleskan wajahnya dengan bedak bayi yang biasa ia kenakan dan lipstick berwarna pink muda. Tak banyak make up yang ia pakai, karena memang ia tak memilikinya, lagi pula ia tidak terlalu menyukai ber-make up menor seperti wanita kebanyakkan.
Kini rasa bosan telah menghampiri. Tak banyak aktifitas yang bisa ia lakukan di dalam kamar, ingin rasanya ia menelusuri kota paris ini, mendekati menara Eiffel dan berfoto riang disana. Pasti saudara angkatnya akan iri melihatnya.
Di telusuri sekitar kamar, berharap ada sebuah kunci yang bisa ia gunakan untuk keluar kamar. Tetapi ...
Klik!
Pintu kamar terbuka menampilkan Lexi yang baru saja tiba. Ia menatap Lezzi sekilas. Dan pergi menuju pantry mengabaikan Lezzi yang sedang melihatnya. di tuangkan air pada gelas. Di minum sampai kandas.
Lezzi memeperhtikan Lexi yang menurutnya terlihat tampan. Di tekan dadanya kuat.
Selalu seperti ini.
"Bagaimana keadaan mu?" tanya Lexi pada Lezzi. dengan kedua tangan yang ia letakkan pada atas meja Pantry untuk menopang tubuhnya yang bernafas tersenggal.
"Em ... baik tuan."
"Baguslah." ujar Lexi berjalan ke arah balkon.
"Tuan." panggilan Lezzi. Lexi menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Lezzi. Lezzi menunduk kaku di tatap Lexi seperti itu.
"Ada apa?" tanya Lexi dengan nada yang gusar tak sabar.
"A-apa bo-boleh saya berjalan-jalan kelilingi kota paris?" tanya Lezzi terbata-bata. Lexi terdiam tak menjawab. Lezzi mendengakkan pandangannya. "Sa-saya Bisa sendiri. Anda tidak perlu temani, sungguh!" sambung Lezzi meyakini Lexi, Lexi mengangkat sebelah alisnya. Lalu mengangguk dan membalikkan tubuhnya melanjutkan langkahnya menuju balkon. Lezzi tersenyum seraya menghela nafas lega. Meminta izin dengan Lexi seperti mengakui tidak mengerjakan tugas pada guru. cukup menguras keringat.
Lezzi berlari menuju pintu. Pintu terbuka dengan mudah, ia sempat tercengang, namun tak memperdulikan itu. Baginya bisa keluar kamar sudah membuatnya bahagia. Dan ia tak ingin membuat pikirannya pusing hanya karena memikirkan hal itu.
Setelah keluar hotel, ia menelusuri jalan dengan hati yang bahagia, ia adalah pertama kali baginya datang ke paris.
"Aku ingin melihat menara Eiffel dari dekat." dengan hati yang mengebu, ia melangkahkan kakinya ke sembarang arah tanpa berpikir panjang Jalan yang benar menuju sana.
***
Sudah berjam-jam, dan langit mulai terlihat gelap.
Tapi Lezzi tak juga sampai pada tempat tujuan.
"Apa aku harus kembali?" ujarnya pada diri sendiri. Ia menoleh ke belakang, ia tak ingat jalan mana yang ia lewati tadi, dan ia tak ingat hotel mana yang ia tempati.
Jantungnya berdegup dengan cepat, "aku tersesat, bagaimana ini?" Lezzi mulai risau. Ia tak tenang. Sampai seorang pria tak sengaja menuburknya. Membuatnya terjerembab jatuh ke aspal.
"désolé, j'ai accidentellement." ujarnya dalam bahas Perancis seraya membantu Lezzi berdiri. Lezzi tercengang tak mengerti.
"Hah?" pria itu mengrenyit. lalu tersenyum kecil saat ia baru saja menyadari bahwa gadis di depannya tak mengerti bahasnya.
"Maaf, aku tidak sengaja." ujar pria itu lagi. Lezzi mengangguk seraya tersenyum.
"Tidak apa." jawab Lezzi.
"Kau pendatang?" tanya pria itu lagi. Lezzi mengangguk.
"Ya aku datang kemari bersama dengan Tu--" pria itu memandang Lezzi dengan menunggu kelanjutan ucapan Lezzi.
"Dengan?"
"Dengan Suamiku." Jawab Lezzi jujur. Walau pun dari hati tak niat baginya untuk mengakui Lexi adalah suaminya.
"Oh, kau sudah menikah?"
"Iya, sudah." jawab Lezzi.
"Lalu dimana suamimu?" Lezzi terdiam seraya menunduk.
"Ia kelelahan karena kami baru saja tiba." bohong Lezzi. Pria itu mengangguk.
"oh kita belum berkenalan. Siapa namamu? Aku Moris Miller."
"Lezzi Amora." jawab Lezzi Memperkenalkan diri. mereka bersalaman. Tanpa Lezzi sadari Moris tersenyum penuh arti.
Kau tidak pintar berbohong Lezzi. Batin Moris.
"Kau akan pergi kemana?"
"Aku ingin melihat menara Eiffel dari dekat, tapi aku tidak tahu kemana jalannya." jawab Lezzi jujur, wajahnya terlihat murung, Moris tersenyum.
"Bagaimana kalau aku yang menemanimu?"
"benarkah?" seru Lezzi. Moris mengangguk. "Tapi apa kamu tidak sibuk?" tanya Lezzi lagi.
"Tidak, aku tidak sibuk, kebetulan aku sedang mendapatkan waktu senggang." Lezzi tersenyum.
"Terima kasih."
"Ayo!" Lezzi dan Moris pun mulai berjalan dengan menelusuri trotoar. sepanjang jalan banyak hal yang mereka ceritakan. Dari pekerjaan, hobi, dan wisata di kota paris. Tak cukup makan waktu, mereka telah tiba di tampat yang Lezzi impikan. Menara Eiffel menjulang tinggi di hadapannya. Ia berseru riang, matanya berbinar bahagia. Kelap-kelip lampu menghiasi menara, di tambah dengan taburan bintang dan terangnya sinar rembulan yang menambah keindahan kota itu.
"Tuan Moris ini sangat indah." serunya. Moris tersenyum melihat tingkah Lezzi yang kekanak-kanakan.
"Cukup Moris. Tidak perlu di tambah panggilan Tuan." Lezzi tersenyum.
"Um."
"Kau bahagia?"
"Sangat, aku sangat bahagia, ini adalah pertama kalinya aku kemari, selama ini aku hanya bisa melihat dari koran dan majalah saja. Aku tidak menyangka aku bisa kemari, terimakasih Moris."
"Sama-sama Lezzi, aku senang bisa menemanimu." Lezzi memandang menara itu penuh dengan kekaguman. Sesekali ia mengabadikan potret dirinya dengan pemandangan Eiffel di belakangnya menggunakan ponsel pemberian Moza sebagai hadiah pernikahannya kemarin.
"Moris, bagaimana aku membalas kebaikan mu?" tanya Lezzi. alih-alih menjawab, Moris belain bertanya.
"Kau lapar? apa kau ingin makan?" tanya Moris Setelah ia melihat jam tangannya yang sudah melewati waktu jam makan malam. Lezzi terdiam sejenak, Lalu menggeleng kecil.
"Tidak, aku sudah kenyang." ujarnya berbohong. Lezzi masih tahu diri untuk tidak meminta Moris membelikan makanan untuknya. Meski pun cacing perutnya sudah menjerit kencang. Andai saja ia membawa uang, tapi kebodohannya seperti tak ada usainya. Ia tak sempat meminta uang kepada Lexi. bukan tak sempat dan tak mau, ia malu bila harus meminta uang kepada Lexi.
"Kalau begitu, mau kah kamu menemaiku makan? aku belum makan sedari tadi siang." ujar Moris. Lezzi mengangguk ragu. Moris tersenyum. "Ayo, aku akan tunjukkan restoran dengan menu yang enak-enak."
"Tapi ... Aku tidak."
"Aku akan mentraktirmu, sebagai perayaan pertemanan kita." ujar Moris seakan tahu tujuan pembicaraan Lezzi.
"Moris aku sudah makan tadi." ujar Lezzi lagi.
"Tak apa, kalau kau tidak makan, masih ada aku yang mampu menghabiskan makananmu." Lezzi hanya menurut dan mengikuti Moris.
*bersambung*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top