Part 5

⚠⚠typo bertebaran⚠⚠

Happy reading ...

.

.

.

Setelah selesai membersihkan diri. Lezzi segera keluar dari kamar mandi, langit terlihat gelap. Matahari terganti dengan terangnya rembulan. Ia menatap keranjang tidurnya yang berukuran king size. Di sana kumupulan kelopak bunga mawar yang membentuk hati. sekuntum bunga mawar putih tergeletak di tengah-tengahnya.

Apa seperti ini kamar untuk berbulan madu? Penuh dengan bunga-bunga. Lalu bagaimana dengan tidurnya?. Pikir Lezzi.

Kkruk!

Lezzi memegang perutnya yang baru saja menyebarkan demo di dalam sana. Cacing-cacing di perutnya sudah bersorak meminta jatah makanan. Dan Lezzi baru ingat, sedari tadi ia belum makan apa pun, di dalam pesawat pun ia lebih asyik memandang lautan awan yang terbentang luas, dari pada menyentuh hidangan yang di sajikan pramugari.

Ia melirik jam dinding. Sudah empat jam Lexi keluar, sampai saat ini ia belum juga kembali. Lezzi ingin makan, ia takut penyakit maag-nya kambuh lagi, tapi jangankan untuk mencari makan. Untuk membuka pintu pun ia takut salah, mengingat tadi Lexi menggunakan card untuk masuk ke kamar mereka. Apakah itu kartu tanda pengenal?. pikir Lezzi. Lezzi menggeleng kecil.

Sulit rasanya bagi dia untuk berpikir saat ini.
Otaknya tidak bisa berfungsi, semuanya terfokus pada satu titik, yaitu perutnya yang kembali berbunyi.
Ia mendekat pada pantry. Tak ada bahan makanan yang dapat ia masak.

"Ya tuhan, perutku benar-benar tidak bisa di ajak kompromi." gerutunya. Badannya terlalu lemah, sehingga ia memutuskan untuk tidur. Berharap Lexi segera kembali dengan membawa makanan.

***

Sementara itu, di tempat lain tepatnya di sebuah night club. Lexi memanjakan dirinya dengan belaian lembut dari para wanita malam disana. Dua wanita seksi duduk di kiri dan kanannya, sesekali menuangkan minuman beralkohol dan di berikan pada Lexi. Racauan tak jelas keluar dari mulut Lexi. Tatapannya sendu menyatakan kesedihannya. tapi lagi-lagi ia melampiaskan kesedihannya pada minuman keras dan wanita. Mengabaikan wanita yang sudah terang-terangan sudah sah menjadi istrinya.

"Kau ingin berisitirahat? Kami akan menemanimu." ujar wanita yang memakai gaun malam seksi berwarna hitam.

"Tidak, istriku menunggu." ujar Lexi yang sudah terpengaruh dengan alkohol.

"Kau sudah beristri?" tanya salah satu wanita itu.

"Ya, aku menikah dengan wanita yang aku tiduri, aku tidak mencintainya. dia hanya asisten rumah tangga ku." racau Lexi. Kedua wanita itu tersenyum sinis.

"Kalau begitu biarkan kami menghiburmu, ayo!" dengan kesadaran yang sudah tidak dapat di kontrol. Lexi pun menurut. Dua wanita itu, memanfaatkan Lexi dengan membawanya pada kamar yang tersedia di night club tersebut.

****

Keesokan paginya.

Lexi terbangun dari tidur nyenyaknya. Kepalanya terasa pusing dan berat. Ia menatap sekitar, sebuah ruangan yang tak ia kenali sebelumnya. Pakaiannya sudah tersebar di bawah lantai. Ia mencoba mengingat kejadian semalam.

"Shit." umpatnya. "bagaimana bisa aku mabuk dan terbawa dalam jeratan mereka semua, dasar wanita berbisah, selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan." Lexi segera bangun dari tidurnya. Dan memakai pakaiannya, di ambilnya xompetnya yang tergeletak di Lantai dan membukanya.

Zonk!

Isinya kosong tak ada selembar uang pun. Lexi mengumpat kesal. Untung saja hanya uang tunai yang mereka ambil, bukan kartu atm serta kartu kredit milik Lexi. Lexi bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.
Tak ada satu pun terlintas di pikirannya tentang Lezzi.
Lexi tak mencemaskan keadaan Lezzi, padahal jelas-jelas ini adalah pertama kalinya bagi Lezzi berada di kota asing dan tinggal di hotel.

Sesampai di hotel, Lexi segera berjalan menelusuri lorong berinterior megah menuju kamarnya.

Klik!

Pintu terbuka, ruangan tampak sunyi dan gelap, tirai masih tertutup. Hanya ada sedikit cahaya matahari yang mengintip dari celah tirai yang terbuka.
Lexi menatap sinis Lezzi yang masih tertidur dengan pulas. Nafasnya terdengar memburu kelelahan.

"Dasar pemalas." ujar Lexi sarkastik. Ia berjalan menuju kamar mandi bermaksud untuk membersihkan dirinya. Tak lama kemudian, Lexi selesai membersihkan dirinya. ia berdecak kesal saat melihat Lezzi masih tertidur pulas. Di buka tirai dengan lebar-lebar. Namun, Lezzi hanya mengerenyit karena pantulan matahari yang menyilaukan dirinya. Ia menutup keseluruhan tubuhnya dengan selimut.

Lexi semakin kesal di buatnya. Ia mendekat ke arah Lezzi dengan langkah besar. Di bukanya selimut Lexi.
"Bangun pemalas!" ujar Lexi dengan nada geram. tetapi Lezzi menahan selimut itu. "Lezzi!!" bentak Lexi.

Lezzi terbangun dengan lemah dan lesu, wajahnya tampak pucat. "Maaf tuan." ujar Lezzi pelan. Lexi berkacak pinggang di hadapan Lezzi.

"Sana bersihkan dirimu! aku tidak ingin berdekatan dengan orang jorok." perintah Lexi. Lezzi mengangguk lemah. Ia bangun dan berdiri. Namun, tubuhnya luruh kembali terduduk di ranjang tidur. Lexi berdecak kesal.
Dan pergi meninggalkannya menuju balkon tidak menghiraukan wajah pucat dan lemahnya tubuh Lezzi.

Lezzi berdiri perlahan, ia langkahkan kakinya menuju kamar mandi, Namun, ruangan tampak berputar, dan kini tatapannya berubah mengabur, ia kembali luruh di lantai, dan kegelapan menjemputnya. Setelah itu ia tak sadarkan diri. Lexi menatap sekilas lezzi yang tergeletak di lantai. "Dasar lemah." ujarnya. "Ayo bangun Lezzi, ini bukan waktunya untuk berpura-pura sakit karena kau tak ingin melayaniku, ingat! Kau masih pesuruhku. jangan kau kira karena kita sudah menikah, kau melupakan kewajibanmu sebagai seorang maid." Merasa tak ada jawaban dari Lezzi. Lexi masuk kedalam dan menghampiri Lezzi. Di tatap wajah Lezzi yang pucat Pasih. Lexi menyentuh dahi Lezzi yang terasa hangat.

"Shit. Bodoh kau Lexi, bagaimana kau tidak menyadari dirinya demam." rutuknya pada diri sendiri seraya menggendong Lezzi. Dan merebahkannya pada ranjang tidur. Ia segera menghubungi dokter.

30 menit kemudian.

Dokter datang dan segera memeriksa Lezzi yang masih tak sadarkan diri. dokter menatap Lezzi prihatin.

"Kau keterlaluan Lex, kau membiarkan istrimu kelelahan dan asam lambungnya naik, sepertinya ia telat makan. Kau terlalu menguras tenaganya. Jangan karena kalian pasangan baru, kau tidak mengizinkannya untuk istirahat." ujar Moriz sang dokter yang tak lain adalah teman dekat Lexi. "Sebaiknya jagalah ia, beri makanan yang cukup dan ingat jangan sampai telat. Karena penyakitnya akan memburuk bila ia telat makan. Ini resepnya." sambung Moriz lagi Seraya memberi selembar kertas berisi resep obat, Lexi mengangguk mengerti dan menerima kertas itu.

"Terima kasih." ujar Lexi. Moris mengangguk, dan kembali menatap Lezzi. Lexi memperhatikan cara Moris yang memandang Lezzi lekat. Tatapan kagum yang ia berikan pada Lezzi. Lexi berdecak kesal.

"Kau sudah selesai?" tanya Lexi. Moris terhentak.

"I-iya sudah." jawab Moris gugup.

"Ya, sudah keluarlah. aku ingin menemani istriku." ujar Lexi, ada nada penekanan di setiap kalimatnya. Moris mengangguk. dan keluar dari kamar dengan Lexi yang mengantarnya sampai depan pintu.

"Lex." panggil Moris. Lexi yang hendak menutup pintu terhenti dengan panggilan Moris. "Bila kau ingin membuangnya. Aku siap menerimanya." ujar Moris dengan senyum kecilnya. Lalu pergi meninggalkan Lexi yang masih bingung dengan maksud ucapan Moris.
Lexi kembali menutup pintu, dan mengabaikan ucapan Moris. Menghampiri Lezzi yang masih pingsan. Lexi menatap Lezzi dan menghela nafas panjang.

"Aku tidak boleh kembali ke new York sebelum Lezzi benar-benar sembuh, Moza akan marah denganku, bila tahu temannya sakit karena kelaparan." ujar Lexi. Selintas di pikirannya ada kata-kata Moris yang terus terngiang.

"Bila kau ingin membuangnya, aku siap untuk menerimanya."

Kata-kata Moris bagaikan teka Taki bagi Lexi. Tapi Lexi yang tidak mengindahkan ucapan Moris hanya mengedik tidak perduli.

"Engghh" lenguhan suara Lezzi menyadarkan lamunan Lexi. Lexi membantu Lezzi untuk duduk.

"Ayo minum dulu." ujar Lexi seraya menyodorkan segelas air, Lezzi menerimanya kemudian meminum sampai kandas. "Kenapa kau tidak bilang, kalau kau memiliki penyakit maag?"

Lezzi menggeleng kecil. "Itu tidak penting Tuan." jawab Lezzi pelan.

"Ya, tapi kalau kau sakit Moza akan marah denganku." Lezzi tersenyum kecil. Ada sedikit rasa tidak suka mendengar Lexi mengatakan seperti itu.

"Maaf Tuan, saya tidak akan mengulanginya lagi." jawab Lezzi.

"Sekarang makan ini, aku akan membeli obatmu dulu." ujar Lexi dan pergi meninggalkan Lezzi yang menatap kepergiannya. Lezzi tersenyum getir.

"Sulit meluluhkan Tuan muda." ujar Lezzi lirih.


*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top