Part 4

⚠typo bertebaran⚠

Happy reading ..

Pernikahan berjalan dengan hikmat dan lancar, acara berlangsung dengan sederhana. Dan merayu Lexi untuk memaksanya menikah pun penuh dengan perjuangan. Ancaman demi ancaman Mark katakan, Dari mencoret nama Lexi dari keluarga Vehilly, hingga yang lainnya, dan semua itu berhasil membuat Lexi ketar ketir. Kini Lexi dan Lezzi telah resmi menjadi suami istri, saat acara pun, keduanya tampak enggan untuk mengobrol dan bertatapan, Lezzi dan Lexi tampak murung, tapi mereka tak bisa menolak perintah yang Mark buat, dan kini kehidupan mereka sebagai pasangan pun di mulai.

Mark dan Moza sudah mengatur honeymoon mereka dengan sangat baik. Dari tiket pesawat, reservasi hotel, dan yang lainnya. Kini mereka berdua sudah berada dalam pesawat yang akan membawa mereka menuju Paris.

Lezzi yang tidak pernah menaiki pesawat sebelumnya begitu gelisah, keringat dingin tampak terlihat dari dahinya, begitu pula dengan tangannya. Berkali-kali ia melafalkan do'a. Ingatannya pada berita yang menyiarkan tentang kecelakaan pesawat minggu lalu membuatnya tak bisa duduk tenang. Ia melirik pada Lexi yang sedang tertidur. Ingin rasanya ia membangunkan Lexi dan mengajaknya turun, atau biarkan saja ia yang turun. Ia rela bila harus menaiki mobil berjam-jam atau berhari-hari. Asalkan tidak dengan menaiki pesawat.

Terdengar pengumuman dari Pramugari yang menyatakan pesawat akan segera lepas landas. Tanpa Lezzi sadari, dirinya mencengkram lengan Lexi erat, membuat pemilik tangan terbangun. Lexi melihat sumber pengganggu tidurnya. Ternyata tangan mungil Lezzi yang begitu kuat meremas lengannya. mata lezzi terpejam kuat, ia terlihat sangat takut. Lexi berdecak kesal. Di tarik tangan Lezzi yang semakin menjadi mencengkeramnya. Lalu ia menggenggam erat tangan berkeringat itu. Lezzi terkejut dengan sikap Lexi.

"Ini pertama kalinya kamu menaiki pesawat?" tanya Lexi. Lezzi mengangguk malu.

"Saya takut Tuan." cicit Lezzi.

"Tak apa, kau tenang saja, selama ada aku, kau aman." Lezzi menatap Lexi yang sedang tersenyum lembut lekat. Jantungnya seakan mendorong kuat ingin meloncat keluar, ia menyentuh dadanya.

"Kenapa?"

"Jantung saya berdetak lebih cepat dari biasanya Tuan, apa ini termasuk gejala penyakit jantung?" Lexi tersenyum mendengar perkataan Lezzi yang menurutnya sangat polos.

"Cobalah periksakan dirimu ke dokter nanti." jawab Lexi lalu melepaskan genggamannya dari tangan Lezzi.
"pesawatnya sudah terbang tinggi jauh dari daratan, dan nikamtilah perjalananmu." ucap Lexi sarkastik lalu melanjutkan tidurnya. Lezzi mendengus kesal. ternyata kata-kata manis Lexi tadi hanya untuk membuat Lezzi mengalihkan rasa takutnya saat take-off.
Ia menyentuh dadanya, kini jantungnya tidak berdetak cepat seperti tadi. Ia pun mulai terbiasa dengan suasana. Dan mulai menikmati perjalanannya.

****

Paris, Perancis

Setelah lamanya peerjalanan, akhirnya Lexi dan Lezzi sampai pada tempat tujuan. Lezzi sangat antusias melihat keindahan kota Paris. Matanya berbinar bahagia melihat pemandangan kota romantis ini. Sedangkan Lexi tampak tenang dan biasa. Lexi memberhentikan pick up service yang sudah di siapkan dengan hotel, sopir membantu membawa dan memasukkan koper mereka ke bagasi. Lexi segera masuk ke dalam mobil, di tunggunya Lezzi. Tapi yang di tunggu masih asyik melihat-lihat.

"Lezzi, kau mau ku tinggal?" Lezzi mengkrucutkan bibirnya lalu masuk ke dalam mobil. Setelah itu mobil pun melaju menuju hotel yang sudah Mark dan Moza pesankan.

Tidak berapa lama, mereka sampai tujuan. Setelah mengurus semuanya, Lezzi dan Lexi pun menuju ke kamar suite room mereka yang berada di lantai yang cukup tinggi di gedung itu. Ball Boy menunduk hormat berpamitan lalu meninggalkan mereka saat memastikan barang-barang bawaan sudah masuk Ke kamar.

Lezzi berseru riang melihat keindahan kamarnya, fasilitas pun sangat lengkap. ia berlari menuju balkon kamar hotel, dan disana ia berteriak riang. Balkon kamar mereka langsung menyajikan pemandangan yang tertuju pada menara Eiffel dan keindahan kota paris.

"Astaga, pemandangannya sangat indah. Ya tuhan, mimpi apa aku semalam." serunya. Ia menghirup udara dalam-dalam, memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang menerapa wajahnya.

"Kau ingin masuk angin?" tanya Lexi. Membuat Lezzi berjangkit kaget.

"Tuan, kau ada disini?" tanya Lezzi Bingung.

"Lalu aku harus dimana lagi? Disini kita akan berbulan madu, bukan untuk berlibur." ujar Lexi dengan smirk di bibirnya, ia melangkah mendekat ke arah Lezzi yang semakin mundur.

"Tu-tuan mau a-apa?" tanya Lezzi gugup.

"Menurutmu apa yang di lakukan pasangan bila berbulan madu?" Lezzi menelan salivanya sulit, wajah Lexi terlihat menyeramkan dengan sorot mata yang tertuju pada tubuh Lezzi.

"Tu-tuan, sa-saya harus ke toilet." ujar Lezzi seraya mendorong Lexi, ia berlari menuju kamar mandi. Lexi tersenyum sinis. Di bukanya pintu kaca yang langsung berhubungan dengan balkon. Ia menghela nafas dalam dengan menatap sekitar. kini entah apa yang akan ia lakukan. hatinya penuh dengan Moza, tetapi yang telah resmi menjadi istrinya adalah Lezzi.

"Semoga Lezzi tidak menuntut ku untuk mencintainya." Gumamnya.

-

-

-

Lezzi menekan dadanya. Jantungnya masih berdetak dengan cepat. Selalu seperti ini bila berdekatan dengan Lexi.  "Tuan Lexi membawa dampak buruk untuk jantungku, huftt." di tatap wajahnya pada pantulan cermin. Mata indahnya menelusuri tubuhnya, dalam hati ia membandingkan dirinya dengan Moza.
"Apa tuan Mark matanya sudah rusak? Bagaimana bisa aku menggantikan posisi Moza di hati tuan Lexi. Moza memiliki nilai plus dari segalanya. Sedangkan aku?? Ya tuhan, bayangan siapa itu yang di cermin? sangat Jelek." sungutnya menatap dirinya kesal.

Tok! Tok! Tok!

"Lezzi apa kau mulai gila?" tanya Lexi dari luar kamar mandi. Lezzi mencebikkan bibirnya ke arah pintu.

"Tidak tuan. Saya akan keluar sebentar lagi." seru Lezzi.

"Terserah kau saja, aku ingin keluar sebentar." Jawab Lexi.

"Kau akan kemana?" Namun, tak ada jawaban apa pun dari Lexi. Lezzi mendengus kesal. "huh .. tidak sopan." gerutunya.

"Aku mendengarmu Lezzi." Lezzi membekap mulutnya. Ia mengetuk kepalanya pelan.

"Bodoh kau Lezzi." rutuknya.

Di luar kamar mandi. Lexi mendelik ke arah pintu kamar mandi, menggantikan sasaran kekesalan Lexi pada Lezzi. Ia segera keluar dari kamar hotel. Meninggalkan Lezzi.
Tak lama, lezzi keluar dari kamar mandi. Matanya menelusuri sekitar, mencari-cari keberadaan Lexi. Ia bernafas lega saat tak ada tanda-tanda keberadaan Lexi.

"Lain kali aku harus berhati-hati bila sedang mengumpatnya." ujar Lezzi.

"Bersambung"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top