Part 18

Dua hari kemudian.

Ini hari yang mungkin Lezzi tunggu-tunggu. Kemarin lusa, Lexi berjanji akan menceraikannya. Ia berharap semoga kali ini Lexi bisa memegang ucapannya.

Lezzi menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat, badannya terlihat lebih kurus. "Astaga, aku seperti tengkorak hidup." ujarnya mencibir dirinya sendiri.

Lezzi memoles wajahnya dengan sedikit bedak dan lipstik. Wajah pucat nya sedikit tertutup. Lezzi kembali memperhatikan dirinya. Biasanya wanita hamil akan memiliki perubahan pada tubuhnya, terlihat gemuk dan bulat. Tapi dirinya terlihat sebaliknya.

Lezzi menghela nafas dalam. "Ibu janji, setelah masalah ini selesai, kita akan bahagia, nak. Hanya kamu dan ibu." ujarnya seraya mengelus perutnya.

Pintu terbuka dengan tiba-tiba, Lezzi menoleh cepat. Tamapk Jeni berdiri dengan angkuhnya. Ia masuk kemudian menarik rambut Lezzi kencang.

"Kemasi barang-barang mu sekarang. Karena Lexi, CALON SUAMIKU sudah mengurus surat cerai kalian." ujarnya penuh penekanan.

Lezzi menarik paksa tangan Jeni yang menjenggut rambutnya. Ia mendorongnya ke ranjang tidurnya. "Aku tidak akan pergi sebelum Suamiku, Lexi, yang menyuruh ku pergi dari sini." ujarnya lalu pergi meninggalkan Jeni. Jeni tampak kesal dengan keberanian Lezzi.

"Sialan, lihat saja kau jalang." umpatnya.

****

Seperti biasanya, Lezzi akan menyirami tanaman pada sore hari. Ia tampak menikmati aktivitas yang saat ini ia lakukan, memandang tanaman hijau dan bunga berwarna, membuatnya melupakan penakan yang terjadi pada dirinya.

Ya, ia merasa tertekan berada dirumah ini, apa lagi selama Jeni selalu berada dirumah ini. Ia tidak pernah mengizinkan Lexi untuk sendiri. Mungkin karena takut Lezzi merayu prianya itu. Pikir Lezzi.

"Cih.. untuk apa aku merayunya? Dia suamiku, jelas-jelas dialah yang sudah merayu ku, dan membuat tubuhku berganda seperti ini." gerutu Lezzi.

Lezzi kembali melanjutkan menyirami taman. Tanpa ia sadari, Lexi telah memperhatikkannya sedari tadi. Lexi terlihat menikmati pemandangan itu.

merasa ada yang memperhatikan, Lezzi menoleh ke belakang. Tampak Lexi yang berdiri dengan mata yang menatapnya. Lezzi di buat salah tingkah. Tapi ia mencoba bersikap biasa saja.

"Ehem." deheman kecil Lezzi menyadari Lexi. Lexi mengerjapkan matanya. "Mana surat cerai nya? Mari kita tuntaskan sekarang." ujar Lezzi dengan dagu sedikit terangkat. Tapi tahukah? Perkataannya tadi, membuat dadanya sendiri terasa sesak.

"Hm .. Ada." jawab Lexi singkat lalu berlalu meninggalkan Lezzi masuk kedalam.

Lezzi menunduk sendu. Baru saja dirinya merasakan apa itu jatuh cinta, kini dengan cepatnya, ia juga harus merasakan patah hati.

"Jenii .. Kau kenapa?"

Suara teriakan Lexi membuat Lezzi terkejut. Ia segera berlari kecil ke dalam. di lihatnya Jeni tergulai lemas di lantai dengan kaki Lexi yang menjadi bantalan. Darah segar mengalir dari kaki jenjangnya. Lexi terlihat khawatir.

"Cepat panggilkan dokter!" ujar Lexi seraya memberikan ponselnya kepada Lezzi. Lezzi hanya menurut. Ia mencari-cari nomor dokter pada kontak handphone Lexi.

"Dr. Moris?" Lezzi mengrenyit. "Mungkin hanya kebetulan namanya sama." ujarnya. Kemudian menghubungi dokter.

Nada tunggu berdering cukup lama. "Hallo."

"Tolong anda segera ke rumah Mr. Alexi? Disini ada yang sedang pingsan." ujar Lezzi cemas.

"Baik, saya akan segera kesana."

Panggilan terputus. Lezzi menghela nafasnya panjang, ia masih bergetar karena terkejut. Melihat perhatian Lexi terhadap Jeni membuatnya yakin. Jalan perceraian lah yang harus ia ambil.

***

Lezzi memilih menunggu di teras rumah, dari pada harus berada di dalam, melihat kedekatan Lexi dan Jeni. Tak lama sebuah mobil memasuki pelataran rumah. Seseorang keluar dengan terburu-buru.

Lezzi yakin itu adalah dokter Moris yang akan memeriksa Jeni. "Lezzi." Panggilan itu membuat ia menoleh pada sumber suara.

"Moris."

"Astaga, aku tidak percaya bisa bertemu mu disini." ujarnya. Lezzi tersenyum ramah pada Moris.

"Siapa yang sakit?" tanya Moris.

"Jeni." sahut Lezzi cepat. "Ayo cepat, aku akan mengantar mu." sambung Lezzi. Moris mengikuti Lezzi dari belakang. Lezzi menunjukkan kamarnya yang kini di tempati dengan Lexi dan Jeni.

"Kau tak masuk?' tanya Moris. Lezzi hanya menggeleng kecil dengan senyum simpul.

"Aku akan menunggu disini." ujar Lezzi.

Moris mengangguk mengerti, ia segera masuk ke dalam kamar. Tampak Lexi sedang mengecup dahi Jeni lembut. Sekarang ia tahu, mengapa Lezzi tidak ingin masuk. Inilah alasannya. Dengan terang-terangan Lexi membawa selingkuhan nya di rumah mereka.

"Ehem." deheman kecil Moris mengejutkan Lexi. Ia menarik dirinya dari Jeni. Jeni terlihat pucat.

"Ada apa?" tanya Moris dingin.

"Bodoh, bukan itu pertanyaannya. Kau harus segera memeriksanya." ujar Lexi penuh emosi.

"Slow down, Dude! Aku hanya bertanya ia kenapa, itu wajar bukan?" Lexi menghela nafas panjang.

"Cepat periksa dia." ucapnya dengan suara menggeram.

Moris mulai memeriksa Jeni. terlihat lipatan di dahinya. Lexi menatap Moris cemas. "Bagaimana?" tanyanya.

"Dia keguguran." ucap Moris.

"Apa? Kau yakin?" tanya Lexi memicing curiga.

"Siapa yang dokter disini?" ucap Moris balik bertanya.

"Mengapa bisa? Baru beberapa hari yang lalu, kami memeriksakan kandungannya, kandungannya sehat."

"Kandungannya sehat, sebelum ia meminum alkohol."

"Apa maksudmu?"

"Temanmu .. Bukan, istri .. Kekasihmu--"

"Calon Istriku." ralat Lexi.

"Oh, em.. Dia terlalu banyak mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol. Alkohol sangat tidak baik untuk ibu hamil. Alkohol yang di minum kemudian bersama dengan aliran darah akan mengalir di tubuh  dengan cepat. Alkohol tersebut dapat menembus plasenta. sehingga bisa mencapai bayi dalam kandungan Dalam tubuh bayi, alkohol akan dipecah di hati. Namun, hati bayi sedang dalam tahap perkembangan dan masih belum matang untuk dapat memecah alkohol. Akibatnya, tubuh bayi tidak dapat memecah alkohol sebaik tubuh ibunya. Sehingga, di dalam tubuh bayi terdapat kadar alkohol yang tinggi dalam darah." tutur Moris menjelaskan.

"...Karena adanya kadar alkohol yang tinggi dalam tubuh sang cabang bayi dan ibu, hal ini dapat membuat kehamilannya lebih berisiko mengalami: Keguguran,
Kelahiran prematur, Bayi lahir mati (stillbirth), Bayi lahir dengan berat badan rendah, dan Cacat lahir." sambung Moris.

Lexi tercengang dengan penjelasan Moris. "Sebaiknya datanglah ke rumah sakit, kekasihmu harus mendapat penanganan khusus tentang masalah ini. Jangan sampai ada yang tersisa di rahimnya." Moris pamit untuk pulang. Tapi langkahnya terhenti. "Saranku, ingatkan calon istrimu agar tidak mengonsumsi minuman alkohol. itu pun bila kau ingin memiliki anak darinya." ujarnya.

Moris melangkah keluar meninggalkan Lexi. "Shit! Kau mengecewakanmu, Jeni." ujar Lexi menggeram. Tangannya terkepal kuat.

*Bersambung*

Karma tuh benar-benar ada sayang koh ..

Sumber tentang ibu hamil yang di larang minuman berakohol Hisa dapat dari mbah Google ya.

Jadi kalo ada yg salah, maaf. Kita sama-sama belajar aja.
Hisa sebagai penulis juga kan harus cari info lebih detail. Gak bisa asal nulis. Gak mau ambil resiko klo sampe salah.

Udah cukup segitu cuap-cuapnya.

Jangan lupa vote dan komen..



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top