Part 17

Sinar matahari yang terik pada siang hari, seakan tak mengusik seorang wanita yang sedang duduk termenung di taman kota. Terlanjur mencintai, dan terlanjur menyayangi orang yang jelas-jelas membenci kita, itu luar biasa sakitnya.

Lezzi, lagi-lagi kembali menangis, saat mengingat ucapan Lexi dan Jeni. Ucapan mereka bagaikan mantra yang menimbulkan sakit dan sesak di dadanya. Ia mengelus perutnya. "Sehat-sehat disana, nak. Ibu selalu menunggu kehadiran mu." lirihnya di tengah-tengah isakannya.

Ia menghapus jejak air mata yang baru saja meluncur bebas di pipinya. "Hah, aku rindu ibu." ujarnya seraya mendongak menatap langit biru. Ia berdiri dan berniat mendatangi orang tua angkatnya.

Lezzi memasuki taksi yang baru saya ia hentikan. Menunjukkan jalan, taksi pun berlalu pergi. 30 menit kemudian, ia telah sampai pada sebuah tempat dimana orang tua angkatnya tinggal. Mereka tinggal di kalangan rumah kumuh, tapi setidaknya bangunan itu masih bisa melindungi keluarga angkat Lezzi dari teriknya sinar matahari, hujan dan juga dinginnya malam.

Lezzi melewati gang kecil, inilah akses jalan satu-satunya yang ia lewati menuju orang tuanya. Bangunan rumah susun tua dan tak terawat menjulang di kiri kanannya. Tapi tetap saja tak ada kesan angker atau seram, karena penduduk disini tinggal di tempat itu.

Lezzi memasuki pelataran rumah kecil yang letaknya sangat terpojok. Rumah yang dulu ia tempati, rumah itu kini terlihat sangat tua cat tembok yang mengelupas karena terlalu lamanya tak di ganti, pelataran rumah ini tidaklah luas. Hanya saja lebih terawat dengan di tanami rumput-rumputan hijau dan tumbuh-tumbuhan bunga.
Lezzi mengetuk pintunya pelan.

Tok! Tok! Tok!

Tak ada jawaban. Lezzi mengetuk pintunya kembali.

Tok! Tok! Tok!

"Cari siapa?" Lezzi tergelonjak kaget. Ia cepat-cepat menoleh ke belakang. Seorang wanita gemuk dengan kulit hitam dan rambut keritingnya yang mengembang.

"Sa_saya cari ibu Isabella."

"Cih .. Isabella? Mau apa mencari jalang tua itu?" Lezzi merasa tersinggung.

"Maksud anda apa?" tanyanya dengan nada yang mulai meninggi.

"Asal kau tahu nona. Keluarga Isabella sudah pergi meninggalkan dia, sekarang Isabellanya baru saja pergi dengan pria tua kaya, ia sudah mengganggu rumah tangga orang lain."

"Tolong jaga ucapan mu, ibu ku tidak mungkin seperti itu."

"Kau anaknya yang tidak tahu apa-apa. sudah lah kau sudah menyita waktu ku." lalu pergi meninggalkan Lezzi.

Lezzi tercengang mendengar kabar itu. Bagaimana bisa ibunya Isabella seperti itu? Ibunya bukanlah wanita seperti itu, ia sangat baik hati dan juga ramah, hanya saja orang selalu salah mengartikan keramahannya.

Isabella memang terlihat awet muda di usianya yang sudah kepala empat. dan ayahnya Johan. Ia sudah memasuki kepala lima. usia mereka memang terpaut jauh, tapi Isabella merupakan wanita yang setia, begitu pun dengan Johan.

Lezzi segera pergi meninggalkan rumah tua itu. Ia berniat pulang saja, setidaknya ia tidak harus mencium aroma-aroma aneh yang membuatnya mual seperti di jalan.

***

Lezzi turun dari taksi, ia melihat mobil Lexi terparkir di pelataran, ia segera masuk. Tetapi suara tawa seorang wanita membuatnya menghentikan langkahnya.

"Lalu kapan kau menceraikan istri maid mu itu, sayang?" tanya Jeni. Ya, siapa lagi kalau bukan Jeni.

"Tentu saja secepatnya, aku akan menceraikannya setelah aku sudah mendapatkan perusahaan ayah."

"Terlalu lama." Rengeknya manja.

"Tidak, lusa ayah akan memberikan perusahaan itu kepadaku. Kau tenang saja."

"Apa semua ini ada hubungannya dengan wanita itu?"

"Ya, Mark dan ayah, akan memberikan salah satu perusahaan mereka untuk ku kalau aku menikahi Lezzi."

"Wow, sampai seperti itu?"

"Hanya karena Moza, semuanya karena Moza. Dan Lezzi satu-satunya obat penawar agar aku bisa melupakan Moza. Itu pikir mereka. Mereka tidak tahu saja, bahwa obat penawarnya ada pada mu." Jeni tertawa nyaring. ia mencium bibir Lexi.

Semua itu tak luput dari pandangan Lezzi. Dadanya kembali terasa sesak. Ia menghampiri mereka yang masih sibuk dengan mengecap bibir dan saling menukar salivanya. Menjijikan.

"Lexi. Aku ingin bicara." ujar Lezzi menghentikan aktivitas perciuman mereka yang mulai memanas.

Lexi menghela nafas panjang. "Disini saja."

"Hanya kita berdua." Lexi menoleh pada Jeni, Jeni menggeleng menahan lengan Lexi.

"Kekasihku melarang ku pergi. Katakan saja disini."

" Lexi, aku ingin kita bercerai." ujarnya serius. sekuat tenaga ia mencegah air matanya agar tak jatuh.

Lexi dan Jeni tersenyum meremehkan. "Kau tenang saja, sebentar lagi ia akan menceraikan mu." ucap Jeni.

"Aku ingin secepatnya." ujar Lezzi dan berlalu pergi.

Ia memasuki kamarnya yang berada di lantai bawah, kamar pembantu yang ia tempati dulu.
Tangisannya pecah. "Ya tuhan, aku harus bagaimana??" lirihnya.



*Bersambung*

Menurut kalian mereka akan cerai atau gak ya??

Jangan lupa vote dan komen..

Komen banyak hisa up cepet deh.. 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top