Part 12

Ballroom hotel tampak ramai, musik 'the moment - kenny G' mengalun lembut. Para pasangan memenuhi lantai dansa.

Lexi tampak berbincang dengan rekan kerjanya, tak lupa selalu ada Jeni di sampinganya.

"Tuan Lexi, apakah ini istrimu?" tanya Brian pada Lexi yang menatap Jeni dengan kerutan kecil di dahinya. Jeni tersenyum di buat semanis mungkin, tapi sayangnya Brian tampak risih melihat senyuman Jeni yang seakan baru saja menemukan mangsa baru.

"Bukan, Jeni sekretaris saya." jawab Lexi tenang.

"Oh, saya kira istri anda. Lalu dimana istri anda? Mengapa ia tak datang bersama anda?" tanya Brian penasaran. Lexi mulai risih mendengar pertanyaan Brian yang terkesan ingin tahu.

"Ada, dia ---."

Semua para tamu begitu terdengar gaduh, bisikkan mereka membuat Lexi menghentikan ucapannya. Lexi, Jeni dan Brian yang merasa penasaran pun ikut serta melihat apa yang terjadi.

Seketika lautan manusia itu membelah memberi jalan untuk dua orang yang saat ini menjadi bahan pembicaraan, Semua mata tertuju pada pemilik acara, termasuk dengan Lexi, Jeni dan Brian.

"Wow, siapa wanita yang bersama dengannya?" tanya Brian, matanya menatap lekat penuh minat pada wanita yang saat ini sedang bergandengan tangan bersama teman dekatnya. Thomas.

"Sayang, bukankah dia--." ucapan Jeni terpotong saat melihat Lexi mengepal tangannya kuat, bibirnya menipis menahan emosi. Thomas tersenyum lebar pada para tamu, tangannya erat menggenggam tangan Lezzi yang sedang menunduk malu.

"Jangan tegang." bisik Thomas pada Lezzi.

"Kenapa kau tidak mengatakan bahwa kita akan datang di pesta seperti ini?"

"Memangnya kenapa?"

"Kalau kau bilang, aku akan menyiapkan diriku."

Thomas tertawa kecil. "kau ini akan menghadirkan pesta, bukannya ingin berperang." Lezzi mengerucutkan bibirnya. "bibirmu jangan seperti itu."

"Kenapa?"

"Kau mau semua pria disini bertengkar karena ingin menciummu?" wajah Lezzi terlihat memerah.

"Gombalan mu sangat pasaran tuan." ujar Lezzi. Thomas tertawa kecil.

Thomas menghampiri para tamu undangan, bersama dengan Lezzi yang selalu ia gandeng. Semua para pria menatap Lezzi penuh kagum, sedangkan Lezzi tampak risih dengan semua tatapan itu.

"Thomas." Thomas menoleh ke sumber suara. Pria dengan perawakan tinggi berkulit putih, berrambut pirang itu tersenyum padanya. Thomas melambaikan tangan. Setelahnya mereka saling berpelukkan, seakan teman lama yang tidak pernah berjumpa.

"Aku kira kau tidak datang, Brian." Brian terkekeh.

"Tentu tidak, ini adalah acara penting sahabatku." mereka tertawa bersama. Mata Brian tertuju pada Lezzi yang sedang memandang sekitar.

"Hai, aku Brian, siapa namamu?" tanya Brian.

"Lezzi." jawabnya singkat.

"Siapa dia?" bisik Brian. "apakah wanitamu?" tanyanya lagi. Thomas hanya tersenyum.

"Pilihanmu sangat baik, kawan." puji Brian.

"Dia hanya temanku, tidak lebih." jawab Thomas. Lezzi tampak risih, karena saat ini dia lah yang menjadi tema pembicaraan Thomas dan Brian. Bahkan bisikan setiap wanita yang memang mengharapkan dapat perhatian dari Thomas pun turut membicarakannya. .

"Thomas, aku pergi dulu sebentar." ujar Brian lalu pergi berlalu meninggalkan Thomas dan Lezzi.

"Thomas, aku risih disini, mengapa mereka menatapku seperti aku adalah mangsanya?" tanya Lezzi, matanya tak henti-hentinya memandang lautan manusia yang berada di sekelilingnya.

"Mereka hanya iri denganmu, karena kau seperti bidadari surga."

"Bidadari surga? memangnya seperti apa wujudnya? Aku tidak memiliki sayap berbulu seperti mereka." ujar Lezzi polos. Thomas hanya menghela nafas panjang. Tak habis pikir bagaimana bisa Lexi menikahi wanita sepolos Lezzi.

"Mana aku tahu, aku masih hidup, belum pernah ke surga." jawab Thomas.

"Ya, kau benar, lagi pula belum tentu kau masuk surga, siapa tahu kau masuk neraka." Thomas mendelik kepada Lezzi yang bicara terlalu asal.

"Terserah kau saja. Oh iya, apa kau sudah menemukan suamimu?" tanya Thomas yang juga menatap sekitar. Lezzi menggeleng pelan.

"Pasti dia sedang bersama Jeni."

"Mungkin--." ucapan Thomas terjeda saat matanya menangkapp sosok yang ia cari.

"... Atau dia sedang mengawasi kita." lanjut Thomas. Lezzi menoleh pada Thomas mencari kepastian dari apa yang dia ucapkan. Tetapi Thomas menatap arah lain. Matanya tertuju ke arah depan. Lezzi mengikuti arah pandang Thomas.

Disana. Tepatnya di hadapan mereka berdua, berjarak lima kaki, Lexi berdiri bersama Jeni yang menatap mereka. Tatapannya penuh arti.

"Kau tahu? Ini lah yang aku nantikan." ujar Thomas seraya tersenyum sinis. Lezzi hanya mengernyit tak mengerti.

"Waktunya berakting Lezzi."

"Thomas, apa yang harus aku lakukkan?" tanya Lezzi gugup.

"Kau tenang saja, kau cukup bersikap biasa seakan kau tidak mengenalnya. Karena dia pun tak pernah mengenalkanmu pada dunianya." Lezzi mengangguk kecil.

Mereka menghampiri Lexi dan Jeni. Tatapan Lexi begitu tajam menusuk, menatap Lezzi dan Thomas bergantian.

"Kau datang terlambat." ucap Lexi pada Thomas tetapi matanya tertuju pada Lezzi yang mengalihkan tatapannya memandang sekitar.

"Ah.. Ya kau benar, aku harus menjemput ratu ku terlebih dahulu." Ujar Thomas seraya mengecup tangan Lezzi singkat. Lezzi terkejut, ia hendak menarik tangannya, namun di tahan dengan Thomas.

"Kau, mengapa bisa disini?" tanya Jeni kepada Lezzi. Lezzi menatap Jeni, otaknya berpikir merangkai kata-kata apa yang harus ia keluarkan.

"Tentu saja bisa, dia adalah pasangan ku di pesta ini." bukan Lezzi yang menjawab, melainkan Thomas. Ia sangat senang terlibat dalam permainan ini.

"Kau membawa pergi istri orang, Thomas!" ujar Lexi penuh penekanan di akhir kalimat. Thomas mengedik kecil sembari tersenyum menawan.

"Siapa yang kau maksud? Dia?" tanya Thomas seraya melirik Lezzi, kemudian tersenyum menyibir.

"Di rumah mungkin statusnya seorang istri, tapi di luar rumah dia adalah wanitaku. Bidadari ku." perkataan Thomas seakan menjadi sumber terbakarnya hati Lexi.

"Oh ya? Benarkah dia Bidadari mu? Atau hanya jalangmu?" ucapan Lexi bagaikan jarum tajam yang menusuk hati Lezzi. Sesak.

Jeni tersenyum puas mendengar ucapan Lexi. Sedangkan Lezzi hanya menunduk, matanya sudah berkaca-kaca.

"Siapa yang kau bilang Jalang, isttimu? Atau sekretaris mu yang juga merupakan jalang mu?" perkataan Thomas membuat Jeni membulatkan matanya lebar.

Lexi terdiam, rahangnya mengeras menahan amarah yang meluap-luap, tangannya terkepal kuat, matanya memerah. Sedangkan Thomas tampak tenang dengan senyum menawan yang menghiasi wajahnya.

"Dengar, bila kau ingin melepasnya, lepaskan saja. Toh, aku akan menangkapnya dengan cepat." sambung Thomas.

"Dia bukanlah barang yang bisa kau tangkap seenaknya."

"wanita yang kau panggil dia ini memiliki nama, Lexi. Namanya LEZZI. Dan dia bukan boneka yang bisa kau permainkan." ujar Thomas. Lalu menarik tangan Lezzi hendak pergi. Namun, yang terjadi Lexi menahan tangan Lezzi.

Matanya menatap Lezzi lekat. "Kita pulang, sekarang!" perintah Lexi begitu tegas. Ia menarik tangan Lezzi kuat, sehingga Thomas tak dapan mencegahnya.
Jeni menatap kepergian mereka kesal, merasa di abaikan.

"Brengsek!" umpatnya, lalu pergi meninggalkan ball room. Thomas menggeram kecil. Namun sesaat kemudian ia kembali berekspresi seperti biasa seakan tak terjadi apa pun. Ia menghumbar senyum pada para tamu undangan.

***

*bersambung*

Udah segitu aja dulu,

Kira-kira apa yang terjadi dengan Lezzi dan Lexi setelahnya?

Tunggu kelanjutannya ya..

Jangan lupa vote dan comment. 

Temukan Typo komen INLINE 😁😗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top