Part 10

Setelah melihat kejadian dimana Lexi sedang bercumbu dengan wanita lain di ruang makan. Lezzi memutuskan akan bersikap acuh tak acuh. Entah perasaan apa yang telah di rasakan nya, kejadian dimana Lexi berselingkuh di hadapannya terasa mengganggu hatinya. Ada perasaan sesak yang Lezzi sendiri tak menduga bahwa sikap Lexi selama ini membawa dampak tak baik bagi hati dan matanya.

Matanya?

Tentu saja, bila Lezzi mengingat lagi, tak segan air matanya mengucur deras, bahkan paginya, matanya akan terlihat sembab dan merah. Dan bila Lexi melihat itu, apa Lexi akan menanyakannya? Tentu tidak, Lezzi seperti bayangan yang nyata dalam kehidupan Lexi, terlihat tapi tak di anggap.

Sudah lima hari setelah kejadian menyakitkan itu, Lezzi menimbang imbang, apa ia harus tetap mempertahakan hubungan ini dengannya atau berakhir dengan bercerai.
Selama ini juga Lezzi selalu memperhatikan sikap Lexi yang membaik atau semakin menjadi. Tapi ternyata Lexi tidak pernah berubah. Seperti sekarang misalnya.

Pagi ini Lezzi yang sedang membersihkan rumah tampak bingung dengan kedatangan Lexi yang menarik kopernya. Lezzi hendak bertanya, namun ia urungkan saat Lexi telah memberitahunya terlebih dahulu.

"Aku akan pergi berlibur ke Roma bersama Jeni, kau jaga rumah!" perintahnya. Lezzi hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan Lexi yang telah berjalan menuju pintu depan.

Lezzi memilih untuk datang ke taman belakang. Hatinya terasa sakit. Ya, sangat sakit. Berkali-kali ia menghela nafas dalam-dalam, agar dadanya yang sesak ini tidak menimbulkan air mata yang jatuh. Namun, terasa sulit. Sudut matanya sudah mengeluarkan buliran air mata dan kemudian di susul dengan giliran yang lainnya.

Ia menahan isakkannya. Sebisa mungkin ia membungkam mulutnya dengan tangannya, isakannya tak boleh terdengar dengan siapa pun. Siapa pun? Lezzi hanya sendiri dirumah itu. Tidak, bukan dengan orang lain, tapi pada dirinya sendiri. Malam itu, ia berjanji tak lagi menangis dan terisak sampai dadanya sakit. Tapi kali ini ia kembali menangis.

"Ada apa ini? Hati ini sangat sakit. Sebenarnya ada apa denganku? Aku tidak mencintai Lexi, lalu kenapa aku seperti terhianati?" gumamnya seraya menahan isakan.

"Aku harus bertanya dengan Moza. Kali saja Moza tahu." ia segera berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai bawah. Kamar yang tidak pernah berubah, meski pun statusnya saat ini telah menjadi istri sah Lexi. Tapi kamar pembantu lah yang masih ia tempati untuk melepas lelahnya setiap malam hari.

Lezzi mengetik sesuatu pada ponselnya. Tak lama ...
"Hallo?"

"Moza bisa kita bertemu hari ini?"

"Tentu, di cafeku. Kau bisa?"

"Ya, pukul dua siang nanti, aku akan kesana."

"Baik, aku tunggu."

Panggilan terputus. Lezzi akan menanyakan ini pada Moza. Mungkin saja Moza tahu arti dari perasaan ini.

***

Flower Cafe, New York City.

Moza tersenyum pada Lezzi yang baru saja tiba. Moza menuntun Lezzi dan membawanya untuk duduk di taman Cafe. mereka duduk di ayunan kayu yang sudah lama berada disana.

"Mana Mitchell? aku merindukannya." tanya Lezzi.

"Anak itu sedang bersama dengan Neneknya, kau tahu ibuku tak pernah mau lepas darinya."

"Tentu, siapa pun tak pernah mau jauh dari anak selucu dia." Moza tersenyum.

"Ada apa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Moza.

Lezzi mengangguk, tapi ia terdiam, tak yakin harus bertanya. Namun, tepukkan tangan Moza seakan membuat rasa ingin tahu yang besar atas perasaannya.

"Katakan, atau cerita lah bila itu bisa membuatmu tenang, mungkin aku tidak bisa membantumu, tapi dengan bercerita, sedikit beban di hatimu akan hilang." ujar Moza dengan lembutnya.

"Hari ini tuan Lexi akan pergi ke Roma." ujar Lezzi dengan menunduk. dadanya kembali sesak.

"Lalu? Itu untuk pekerjaan, kan?" tanya Moza. Tapi Lezzi menggeleng lemah.

"Dia berlibur bersama kekasihnya Jeni." lirih Lezzi. Moza tercengang. ia memegang tangan Lezzi erat.

"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Moza. Lezzi menggeleng kecil.

"Boleh aku bertanya?" tanya Lezzi Dengan suara kecil. Moza mengangguk.

"Saat kepulangan ku dari Cafe mu saat itu, aku melihatnya sedang berciuman dengan wanita lain." Moza terdiam, ia tidak menyangka Lexi memiliki sikap sekejam itu. Moza mengelus punggung Lezzi, mencoba memberi kekuatan pada Lezzi. Lezzi menghela nafas panjang. "dan saat tadi, saat tuan Lexi mengatakan akan pergi berlibur bersama Jeni, hatiku kenapa terasa sakit? Dada ku sesak, dan aku selalu saja menangis. Sebenarnya ada apa dengan ku Moza?" tanya Lezzi. Tatapannya begitu polos.

Moza tersenyum kecil. "Itu artinya, kamu sudah mulai mempunyai perasaan terhadapnya." jawab Moza. Lezzi terdiam. "Ibu ku pernah berkata, kalau kita mencintai seseorang dan melihat dia bersama orang lain, hati mu akan terasa sakit, ada perasaan tak ikhlas melihatnya bahagia bersama dengan wanita lain, ada perasaan tak suka. itulah tanda-tandanya kamu mencintainya, dan kamu sedang merasakan cemburu."

"Aku tidak mungkin mencintainya Moza, aku sangat membencinya."

"Kalau kamu membencinya, buktikan, kalau kamu bisa membiarkan Lexi bersama orang lain. Kamu mampu?"

Lexi mengangguk yakin. "Aku bisa buktikan itu Moza."

"baiklah, buktikan." Moza tersenyum lebar, sedangkan Lezzi, bertanya-tanya pada hatinya, apa ia mampu membiarkan Lexi bersama Jeni?

***

*bersambung*

Maaf up ny sedikit ☹

di usahain part selanjutnya bisa panjang..

Jangan lupa vote dan komen. 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top