My Magic : 3
"Aku ... Aku ...." Entah kenapa lidahku terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Vino. Padahal hanya perlu menjawabnya tapi kenapa sulit sekali? Belum lagi tatapan Ace yang masih terlihat dingin memandangi wajah kakekku. Sebenarnya apa hubungan mereka? Kakekku tidak mungkinkan memiliki cucu selain aku?
Kembali aku melihat wajah Vino. Vino menatapku penuh harap bahwa aku akan menjawab 'Ya' atas pertanyaannya, meski begitu perkataannya yang sebelumnya membuatku penasaran. Membalas semua kebaikan kakek? Sebenarnya apa yang sudah Kakek lakukan untuk mereka?
Menghela napas pelan, aku berusaha untuk tetap tenang meski hatiku masih sakit karena di tinggal pergi oleh kakekku. "Aku tidak tahu harus menjawab apa Vino. Hatiku masih menginginkan untuk tinggal di sini karena di sini begitu banyak kenanganku bersama kakek," jawabku sambil memperhatikan wajah damai kakek yang masih berada didalam pelukanku.
"Selain itu, apa kata orang nanti jika Pangeran seperti kalian membawa orang biasa sepertiku ini ke istana? Kalian tidak inginkan ada gosip yang tak enak beredar di sekitar Kerajaan?" kataku membuat mereka berdua bungkam.
"Aku sebenarnya tidak terlalu peduli dengan gosip mereka nantinya selain itu ... Kau pasti ingin tahu tentang kakekmu, iyakan?" tanya Ace balik yang membuatku jadi bungkam. Aku memang ingin tahu tapi ....
"Jika kau ingin tahu maka tinggallah di istana bersama kami dan kami akan mengatakan semuanya tentang Jendral Fairoh padamu," kata Ace yang membuat Vino kaget namun itu tak berlangsung lama sebelum dia kembali tersenyum jahil.
"Kau mencoba membujuknya tapi pada akhirnya kau menggunakan nama Jendral Fairoh agar dia mau ikut, sungguh tidak jantan sekali. Ah, atau kau memang tidak tahu cara membujuk seorang Lady?" Goda Vino membuat wajah Ace merona karena malu dan juga kesal. "Diamlah kakak bodoh," gumamnya namun masih dapat di dengar oleh Vino.
Pletak
"Hormati kakakmu dan jangan berkata seperti itu pada kakakmu," kata Vino setelah menabok kepala Ace membuat Ace meringis kesakitan. "Tapi kakak duluan yang melakukannya. Jadi nya aku ikutin apalagi sebagai adik yang baik harus mengikuti apa yang dilakukan kakaknya bukan?" balas Ace yang tak mau kalah membuat Vino tak dapat berkutik.
Aku yang melihatnya hanya bisa menahan senyum. Mereka sangat enak, masih memiliki saudara dan juga orang tua sedangkan aku hanya memiliki seorang Kakek dan itupun sekarang kakekku kini telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Kenapa nasibku sangat menyedihkan ya?
"Vino .. Ace .. aku ... Aku akan ikut kalian ke istana. Seperti yang kalian katakan, sekarang tidak ada lagi yang bisa menjagaku belum lagi sepertinya aku juga diincar oleh pria bertopeng itu ditambah kekuatanku bukanlah kekuatan tipe petarung. Kalian memang benar tapi sebelum itu ... Maukah kalian ikut memakamkan kakekku dengan layak dan juga terhormat? Karena bagiku ... Kakek adalah segalanya disaat aku tidak memiliki apa yang dimiliki anak-anak diluar sana," ujarku yang malah membuat mereka tersenyum senang.
"Tentu saja, Lady. Permintaanmu akan segera kami laksanakan, apalagi ... Jendral Fairoh juga merupakan seorang yang berharga buat kami," kata Vino tersenyum lembut menatap wajah kakekku lalu ia tersenyum ke arahku lagi sampai matanya hampir membentuk garis tipis.
"Ayo kita pergi," ajak Vino lalu menggendong kakekku ala bridal style. Tubuhnya tidak terlalu besar namun ia terlihat sangat kuat untuk mengangkat tubuh besar kakekku.
Aku pun mengikuti Vino dari belakang, lalu menatap sebentar ke arah belakang dimana rumah yang sebelumnya kami tempati yang kini telah hancur. 'Selamat tinggal,' ucapku didalam hati.
Kembali aku berjalan menuju Vino, aku tidak menyangka jika Ace juga berjalan di sebelahku. Tampak tatapannya mengarah ke Vino. Entah apa yang kini dipikirkan oleh Ace saat ini.
"Kak Vino itu ... Kau .. jangan sampai tertipu dengan kata-kata manisnya. Dia lebih kejam dibandingkan diriku," kata Ace tiba-tiba yang membuatku sedikit kaget lalu berubah jadi kebingungan karena tidak mengerti maksud Ace.
Mereka adik kakak tapi kenapa Ace berkata seperti itu tentang Vino? Belum lagi dengan tingkah Vino yang lembut seperti itu, mana mungkin Vino lebih kejam dibandingkan Ace. Entahlah, aku benar-benar tidak mengerti jalan pemikirannya Ace.
☆★☆
Aster tidak akan pernah percaya kalau ia akan menginjakkan kakinya di sebuah istana megah di Astrea. Ia tampak mengamati setiap bentuk istana hingga tidak melihat ke arah depan yang membuatnya terhantuk dengan sesuatu yang keras.
"Ouch! Hidungku sakit," ucapnya sambil mengelus-elus hidungnya.
Ia pun melihat apa yang ia tabrak sebelumnya dan ternyata yang ia tabrak itu adalah punggung tegap nan lebar Ace. Ace yang merasakan ada sesuatu yang mengenai punggungnya langsung melihat ke arah belakang dan sedikit menunduk untuk melihat sang pelakunya karena di sini ia adalah korban.
"Kalau jalan lihat pakai mata, gadis aneh," kata Ace kesal.
Hal yang sama juga di rasakan oleh Aster, karena Aster juga kesal dengan Ace. Ia tidak mengerti, tidak bisakah ia dan Ace menjadi akrab seperti ia dan Vino? Sungguh, sifat mereka yang berbeda jauh itu sulit membuatnya bisa mendekati mereka berdua.
"Oh, maafkan hamba Pangeran Ace, hamba tidak sengaja. Selain itu, kalau jalan itu juga pakai kaki bukan pakai mata, karena mata untuk melihat bukan untuk berjalan," balas Aster tak mau kalah.
"Jadi jika kau berjalan menggunakan kaki tanpa pakai mata maka kau emangnya bisa melihat?" tanya Ace balik.
"Um .. tidak sih."
"Kalau begitu --"
"Kalau begitu jika berjalan lihatlah pakai mata, bukankah hal itu lebih tepat?" Ucapan Ace langsung di potong dengan Vino yang datang tiba-tiba sambil memamerkan senyuman menawannya.
"Aku setuju dengan Pangeran Vino!" kata Aster membuat Vino mengerutkan dahinya bingung.
"Aster, kau kenapa?"
"Tidak ada apa-apa, memangnya kenapa?"
"Tidak ada, hanya saja bukankah kau tadi memanggil nama kami secara langsung tanpa menggunakan kata Pangeran, tapi kenapa kau merubahnya kembali?" tanya Vino yang membuat wajah Aster mendadak pucat pasi. "Padahal aku suka saat kau memanggil nama kami secara langsung dibandingkan harus bersikap terlalu formal pada kami," kata Vino lagi.
Aster tidak ingat jika sebelumnya ia memanggil nama mereka begitu saja, bukankah itu buruk? Ia sudah bersikap seenaknya dan hal itu ia ketahui saat semua ingatan sebelumnya muncul. Ia sudah memerintahkan Vino seenaknya lalu memanggil nama Vino dan Ace begitu saja dan beradu debat dengan Ace layaknya teman biasa.
"Oh gawat! Apa nanti aku akan di hukum pancung karena sudah bersikap tidak sopan pada kalian?" tanya Aster panik.
"Dia baru sadar akan kesalahannya sendiri. Sebenarnya kau kemana saja tadi?" sindir Ace yang membuat Aster semakin khawatir.
"Tenanglah Aster, bukankah sudah aku katakan kalau aku suka saat kau langsung memanggil namaku Vino? Lagipula saat itu kau pasti terlalu panik karena memikirkan kakekmu jadi wajar saja sikapmu jadi seperti itu, selain itu ... jika kau tahu Aster merubah panggilan kita dan tidak ingin statusmu hilang seharusnya kau menegurnya sedari awal, Ace," kata Vino dengan santainya.
"Ya ... tadi aku memang ingin menegurnya tapi waktu yang tepat tidak dapat kutemukan," jawab Ace memberi alasan.
"Tidak ada waktu yang tepat atau kau juga melupakannya dan juga menikmatinya saat Aster tidak memanggil kita Pangeran?" ejek Vino yang membuat Ace kembali memalingkan wajahnya karena ketahuan berbohong. Ace memang tidak pandai berbohong di depan Vino.
"Jadi kau tenang saja Aster, kau tidak akan di hukum," ucap Vino yang membuat perasaan lega menghampiriku. "Oh ya, Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu ingin bertemu denganmu setelah acara pemakaman kakekmu selesai," kata Vino lagi yang membuat Aster kembali khawatir tapi ....
"V-Vino .., itu .. kakekku sekarang ada dimana?" tanya Aster penasaran karena tidak melihat kakeknya. Padahal sebelumnya kakeknya di bawa oleh Vino tapi kini sudah tidak ada lagi.
"Kakekmu kini sedang di bersihkan dan juga seluruh prajurit kerajaan sepertinya ingin memberikan penghormatan terakhir untuk Jendral yang mereka kagumi," kata Vino lagi.
"Jadi sebelum kau ikut ke pemakaman, lebih baik kau bersihkan tubuhmu juga. Kau tidak mungkinkan memberikan salam terakhir untuk Jendral Fairoh dengan keadaan seperti itu apalagi kau juga terluka karena melompat dari kuda Kak Vino," kata Ace lagi yang mencoba untuk bersikap lembut.
"Waaah ... tidak kusangka adikku mulai bersikap lembut untuk seorang Lady," goda Vino yang membuat Ace geram.
"Ah, lupakan saja. Aku pergi dulu." Setelah mengatakan hal itu Ace langsung pergi dari tempat mereka berdua.
"Meski sifatnya seperti itu tapi aslinya Ace itu sangat baik, lho. Jadi jangan membencinya, ya," kata Vino dengan senyuman yang langsung dibalas anggukan kepala Aster. Sungguh karakter yang berbeda, mereka memberitahunya tentang itu tapi kenapa Ace malah ia harus berhati-hati pada Vino? Aneh.
☆★☆
Setelah membersihkan diri di sebuah ruangan besar nan mewah, Aster langsung mengenakan pakaian yang di berikan pelayan padanya. Mereka bilang sekarang ini adalah kamarnya hanya saja terlalu besar untuk dirinya sendiri bahkan kasurnya juga sangat lebar.
"Apa ini tidak terlalu berlebihan memberikanku kamar yang mewah seperti ini?" gumamnya bingung karena menurutnya kamar ini lebih cocok untuk kamar seorang putri sedangkan ia hanyalah gadis desa.
"Selain itu, gaun hitam berenda ini juga apa tidak terlalu berlebihan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Ia mandi dengan sabun dan sampho yang harum dan kini ia memakai gaun layaknya seorang putri. Melihat penampilannya, ia merasa ia jadi seperti orang lain. "Ini benar-benar berlebihan selain itu ini bukanlah gayaku," kata Aster.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu di luar. Aster pun berjalan menuju ke arah pintu sembari mengangkat gaunnya sedikit karena terlalu panjang dan juga terasa berat di tubuhnya.
Ceklek
Pintu terbuka dan menampilkan kedua Pangeran dengan pakaian hitam mereka. Sepertinya mereka datang untuk menjemput Aster.
"Apa kau sudah siap?" tanya Vino yang di balas anggukan Aster.
"Saat di pemakaman nanti ... jangan terlalu bersikap tegar. Kau bisa meluapkannya di sana," kata Ace yang membuat Aster mulai menangis.
"Ah! Jangan menangis sekarang, Aster, nanti saja. Aah, ini semua salah Ace." Vino mulai mengomel sedangkan Ace tampak tidak terima namun tidak membalas karena ia yakin pasti tidak akan ada habisnya.
☆★☆
Acara pemakaman berlangsung dengan baik. Setelah Jendral Fairoh --- kakek Aster di kuburkan, seluruh prajurit langsung memberikan penghormatan terakhir mereka sembari memberikan bunga lily putih dan setelahnya mereka meninggalkan kedua pangeran dan juga cucu angkat dari Jendral Fairoh.
Vino melihat ke arah samping dimana Aster berada, Aster tampak berusaha kuat menahan tangisnya dan itu membuat Vino jadi tidak tega. "Aster, jangan di tahan. Keluarkan saja," bisik Vino dan Aster pun akhirnya menangis.
Gadis itu langsung mendekati makam kakeknya lalu memeluk batu nisan kakeknya dengan tangisan yang terdengar pilu. Ace yang melihatnya juga ikut menangis dalam diam, Vino merangkul pundak Ace lalu tersenyum hangat ke arahnya meski hatinya juga sama sakitnya dengan mereka.
Dan hari itu menjadi perpisahan terakhir Aster dengan kakeknya.
"Kakek, selamat tinggal."
☆★☆
To be Continue☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top