My Magic : 2

Semua terjadi dalam sekejap mata, tempat tinggalku bersama kakek di lahap si jago merah. Aku yang melihat hal itu dengan segera meninggalkan kota dan berlari menuju ke tempat tinggalku dimana Sang Kakek berada dan mengabaikan teriakan Vino dan Ace yang terus memanggil namaku, karena saat ini yang ada dipikiranku hanyalah kakekku seorang.

Ingin sekali aku merutuki kakiku yang terlalu pendek dan juga kecil ini namun aku rasa ini bukan saatnya memikirkan kakiku, aku harus memikirkan keselamatan kakek. Dan aku juga berharap bahwa kakekku baik-baik saja dan tetap bertahan hingga aku tiba disana, oleh karena itu aku juga berharap kembali bahwa ada yang bisa membantuku menuju rumah kakek yang jauh di sana.

"Aster, raih tanganku!" Suara yang terasa familiar itu kembali terdengar di telingaku dan ternyata itu adalah Vino bersama kuda putihnya dan sepertinya harapanku terkabul. 

Aku pun meraih tangannya dan dengan sigap ia pun menarikku hingga aku terduduk di atas kuda putihnya tepat di depannya. "Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Vino padaku secara tiba-tiba. Tampak raut wajahnya terlihat sangat kesal sambil terus memandang ke depan tanpa melambatkan kecepatan kudanya.

"Aku juga tidak tahu, tapi yang pasti kita harus cepat. Lebih cepat lagi Vino!" kataku yang terlihat masih panik bahkan aku pun terlihat tidak sadar jika aku memanggil namanya begitu saja. Ya, disaat keadaan panik seperti ini memang benar-benar membuatku melupakan yang ada di sekitarku.

"Kakak, apa kau juga merasakan kekuatan sihir yang kuat disana?" tanya Ace yang ikut menyusul menggunakan kuda hitamnya. "Ya, kekuatan sihir yang sangat kuat namun juga mengerikan. Pasti itu ulah dari orang-orang buangan yang memiliki sihir kegelapan," kata Vino yang membuatku semakin ketakutan. Takut jika terjadi sesuatu pada satu-satunya orang yang sangat berharga bagiku, kakekku.

"Kalau begitu lebih cepat lagi!" perintahku yang terus semakin panik. Bagaimana tidak panik, jika saja di depanmu terdapat awan gelap dengan api yang terus berkobar membentuk cambukan di sertai rombongan manusia? Aku tidak salah lihat kan kalau disana ada begitu banyak manusia?

Saat kami hampir sampai, aku bisa melihat kakek yang terus bertarung menggunakan cambuk apinya yang sangat panas melawan semua manusia yang sedang menuju ke arahnya. "Kakek!" panggilku membuat kakek langsung mengalihkan perhatiannya ke arah kami begitu juga dengan semua manusia itu yang ternyata adalah mayat hidup.

"ASTER! APA YANG KAMU LAKUKAN DISINI? CEPAT PERGI DARI SINI!" bentak kakek yang membuatku sangat kaget karena sebelumnya kakek tidak pernah membentakku. Tapi aku tahu kenapa ia membentakku, itu dikarenakan agar aku pergi dari sana dan juga untuk melindungi diriku.

"Aster tidak akan pergi sebelum kakek ikut juga bersamaku!" balasku tak mau kalah lalu melompat turun dari atas kuda yang masih berlari dan membuatku terjatuh hingga berguling-guling di tanah. Meringis kesakitan, aku pun mencoba membantu kakek namun kekuatanku bukanlah kekuatan petarung hingga secara tidak sadar mayat hidup itu kini telah menangkapku yang membuatku langsung ngeri seketika.

"TIDAAK! LEPASKAN! LEPASKAN AKUU!" teriakku dan berikutnya aku melihat sesuatu yang bersinar dan langsung saja menembus kepala mayat hidup itu.

"Aster, apa kau baik-baik saja?" Vino menghampiriku dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir, di tangannya aku juga melihat ada semacam tombak petir dengan energi listrik yang sangat tinggi.

"Dasar bodoh! Jika kau tidak bisa bertarung setidaknya jangan berbuat ceroboh seperti itu," ucap Ace dingin namun raut wajahnya terlihat sangat berbeda dengan apa yang di ucapkannya apalagi hawa disekitarnya yang mulai tampak terasa dingin.

Aku hanya diam tak membalas ucapan Ace, mungkin ini karena aku yang terlalu terkejut sehingga aku masih sulit untuk menenangkan hatiku. Memang benar apa yang dikatakan Ace bahwa aku tidak bisa bertarung tapi aku masih bisa menyembuhkan luka semua orang dengan sihirku.

Tap

Aku tersentak pelan saat ada seseorang menyentuh pundakku dengan aura yang sangat mengerikan.

"Akhirnya aku menemukanmu, Aster~" Suara berat namun terkesan mengerikan membuatku spontan langsung menyikutnya dan sayangnya tidak kena. Membalikkan badanku, aku melihat seorang pria mengenakan sebuah topeng yang tidak bisa kulihat wajahnya. Oh bagus, apakah mereka sedang mengincarku? Aku kan hanya seorang gadis desa biasa.

"ASTER!" Aku kembali tersentak kaget saat kakek meneriaki namaku membuatku langsung saja menoleh namun pandanganku langsung berubah terkejut dengan manik unguku langsung menciut seketika saat melihat kakekku melindungiku dan membuat dirinya menjadi tameng untukku.

Hal itu terjadi sangat cepat hingga secara tidak sadar aku kembali menangis. Menangis meratapi tubuh kakekku yang sudah jatuh tak berdaya akibat sabit bulan kematian. "TIDAAAK .... KAKEEK!!" Teriakku sambil menghampiri kakekku yang sudah terjatuh di atas permukaan tanah dengan keadaan tubuh yang mengenaskan. Tubuhnya penuh luka namun aku tidak melihat ada bekas sabitan di tubuh kakekku. Padahal aku melihatnya dengan jelas jika pria itu mengeluarkan sabit bulan kematian dan membelah kakekku menggunakan senjata yang hampir sama seperti dewa kematian itu tapi entah kenapa lukanya tidak terlihat sama sekali?

Mencoba melupakan hal itu, aku pun terus-menerus memanggil kakekku berharap kakekku masih dapat bertahan namun kurasa itu sia-sia karena dapat kurasakan tubuhnya mulai terasa dingin dan disaat itu juga aku mendengar suara Vino dan Ace yang juga ikut memanggil kakekku.

"Jendral Fairoh!" Teriak Vino dan Ace bersamaan sambil menghampiri kami. Aku yang tak kuasa menahan sedih serta sakit di hatiku akibat kematian kakekku sontak mulai mengaktifkan sihirku.

Disaat sihirku mulai aktif, manik mataku berubah menjadi warna keemasan disertai aura yang memiliki bintang yang melambangkan harapan, namun disaat itu juga sihirku kembali mati. Aku ... melihat kakek yang tengah menatap benci ke arahku, tidak itu bukan kakek melainkan arwahnya.

'Jika kamu menggunakan sihirmu, aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai cucuku lagi dan juga aku akan membencimu selamanya!' Suaranya menggema di dalam telingaku, suara kakek terdengar jelas namun terkesan dingin.

Aku pun menangis sejadi-jadinya hingga tidak menyadari bahwa kami masih ada di tempat kejadian dimana kakek meninggal dan dikepung oleh musuh. "Nah Aster, aku akan memberikanmu penawaran yang menarik," ucap pria bertopeng itu dengan santainya dan berjalan mendekat namun terhenti beberapa meter akibat Vino dan Ace yang saat ini tengah berdiri di hadapanku menghalangi pria bertopeng itu.

Aku hanya bisa diam sambil menatap orang itu dengan tajam. Ingin sekali aku menghajar wajah yang menampilkan senyuman yang menurutku menyebalkan itu dengan tanganku sendiri tapi apalah dayaku yang tidak bisa menggunakan kekuatanku jika tidak ingin di benci kakek.

"Ikutlah denganku dan kau akan tahu semua rahasia yang selalu di simpan kakekmu itu --," ucapnya dan tampak pria itu mulai berjalan di udara dengan santainya lalu kembali menatap ke bawah di mana Aster, Ace, dan Vino tengah menatap pria itu tajam.

"Karena pada dasarnya kau bukanlah berasal dari sini." Setelah mengucapkan hal itu, pria itu pun langsung menghilang bersama dengan mayat hidup itu dengan awan gelap yang berubah menjadi mendung dan mulai mengeluarkan muatannya berupa rintikan hujan yang tampak semakin deras membasahi permukaan bumi mewakili tangisan Aster.

Perkataannya itu ... entah kenapa aku tidak ingin mempercayai tapi ... di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku penasaran dengan maksud perkataannya. Sebenarnya apa yang selama ini disembunyikan oleh kakekku dan kenapa pria itu mengatakan bahwa aku bukan berasal dari sini?

"Aster." Panggilan lembut itu kembali menyandarkanku lagi. Aku menoleh dan melihat tatapan khawatir Vino yang dilayangkannya padaku begitu juga dengan Ace meski hanya sekilas namun entah kenapa aura Ace masih terasa dingin membuat hatiku ikut jadi dingin.

"Jangan sampai terpengaruh dengan kekuatan Ace, Aster. Dan kau, Ace, cepat nonaktifkan kekuatanmu itu," kata Vino memberitahu namun Ace terlihat masih belum menonaktifkan kekuatannya sama sekali.

"ACE!"

"Kakak ... Apa kau tidak merasa kesal? Jendral Fairoh pergi untuk selama-lamanya. Tidakkah kau merasa sedih dan kesal, kakak!"

"Aku juga merasa sedih Ace, tapi apa kau ingat apa yang diajarkan oleh Jendral Fairoh sebelumnya? 'Ketika seseorang pergi untuk selama-lamanya, janganlah terlarut dalam kesedihan tapi cobalah untuk terus berusaha melindungi yang lainnya. Mereka yang tidak bisa kau lindungi akan menjadi sebuah peringatan bahwa lawanmu bukanlah hal yang mudah dan untuk itulah terus bekerja keras dan jadilah kuat.' Tidakkah kau ingat kata-kata Jendral Fairoh yang itu? Jadi ... Mana mungkin aku bisa terus berlarut dalam kesedihan?" kata Vino yang kembali menyadarkan Ace dan saat itulah kekuatan Ace di nonaktifkan.

Ace duduk di dekat Vino tepat di sisi kakekku yang lain. Mereka menatap kakekku dengan pandangan sedih seperti kehilangan sosok yang berharga sama sepertiku.

"Aster, mulai saat ini tinggalah bersama kami di istana." ajak Vino yang membuatku terdiam. "Kakekmu telah tiada dan kini tidak akan ada satu orang pun yang akan menjagamu, apalagi pria bertopeng itu tampak mengincarmu. Bagaimana, apa jawabanmu?" tanya Vino yang membuatku dilemma.

Memandang wajah kaku kakekku yang dingin membuatku kembali menangis karena semua ingatan kebersamaan kami kembali berputar di dalam kepalaku. Wajah Kakekku yang terlihat menyebalkan, bahagia, sedih, khawatir dan juga ... kemarahannya yang terdalam membuatku sulit untuk menjawab pertanyaan Vino untuk saat ini.

"Hoi, mau sampai kapan kau akan terus memeluk kakekmu? Bukankah lebih baik dia cepat dimakamkan? Selain itu ... Cepat jawab pertanyaan Vino dan juga jangan menyusahkan kami seperti ini terus!" Kata-kata Ace benar-benar tajam dan tak kenal ampun. Berbeda dengan kakaknya yang terkesan lembut dan penyabar.

"Ace, sebagai seorang pangeran kau tidak boleh seperti itu. Dan Aster ... Aku mohon biarkan kami melindungimu sama seperti yang dilakukan Jendral Fairoh pada kami dulu ... Ah tidak, lebih tepatnya biarkan kami membalas semua kebaikan Jendral Fairoh selama ini," kata Vino yang tampak berharap.

Ini benar-benar membuatku bingung. Hubungan apa yang pernah terjalin antara kakek dan mereka? Kenapa mereka terlihat sangat berharap dan juga ... Kenapa mereka memiliki kesedihan yang mendalam sama sepertiku? Rasa sedih ini .... rasa sakit ini dan rasa amarah ini.. kenapa mereka juga memilikinya padahal mereka baru pertama kali bertemu tapi seolah-olah mereka sudah saling mengenal satu sama lain.

Oh kakek, sebenarnya apa yang kau sembunyikan dariku? Kenapa kau tidak pernah mau menceritakannya padaku? Apa karena kau tidak mempercayaiku sama sekali karena aku bukan cucu kandungmu?

"Aster?" panggil Vino yang membuatku kembali tersentak pelan dari lamunanku.

"Ya?"

"Jadi bagaimana jawabanmu?"

"Aku .... Aku ..."

☆★☆

To be Continue☆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top