1. Agus and Riska

"Ceritanya sangat complicated dan menyentuh. Tak sabar untuk menunggu lanjutannya"________Amason.com

"Ini benar-benar salah satu karya yang sangat orisinil."______Gudreads

"Ceritanya keren, mengingatkanku pada masa kecil dulu saat maen layangan. Thats it!!"_____Agnes Mon

"Pokoknya kalau mau periksa, periksa aja. Saya sudah siap."____Basuki Tjahaya Terang

Aku mendesah.....
.
.
.
.
...mendesah lega saat berhasil menginjakkan kakiku di depan gerbang samping sekolah sebelum hujan turun. Langit sudah mendung semenjak tadi dan sepanjang perjalanan aku sempat merasa was-was dan khawatir.

Setelah memarkir motor bebekku di parkiran samping sekolah, aku segera merogoh tasku dan mengambil ponselku untuk melihat jam berapa diriku ini sampai di sekolah. Tampak foto selfieku di layar yang berhiaskan namaku, Agoez Tampan Celaloe saat kugeser layar kunci ponsel. Yah, ortuku emang kurang kreatip, memberi nama anaknya aja pake nama pasaran. Kenapa aku nggak dinamakan Aliando atau Al Ghazali yang sesuai untuk wajahku ini.

Hari ini aku memutuskan untuk menyatakan cinta pada Valeria Winata, anak kelas sebelah yang wajahnya imut banget. Seimut Lee So Man, ralat : Lee Geum Hee. Menurut primbon, hari ini, Jumat Kliwon adalah hari keberuntunganku.

"Agus!!!!"

Plok!

Aku dikejutkan secara tiba-tiba oleh suara cempreng dan tepukan keras di bahu kiriku.

Ternyata sahabatku, Riska. Anak pengusaha tahu tempe paling terkenal di kotaku. Kami bersahabat sejak kecil dan dia selalu menempel pada diriku kemana-mana seperti lintah darat. Sewaktu kecil dia periang, entah kenapa setelah besar dia jadi agak alay.

Teman-teman bilang dia lumayan cantik dengan rambut pendek ikal dan pipinya yang chubby, tapi aku tidak bisa menemukan dari segi apa dia dikatakan cantik. Mungkin teman-temanku melihat Riska setelah keracunan gorengan plastik. Atau melihatnya setelah abis ngeliat Elly Sugigi, jadi efeknya agak cetar gitu.

"Bikin kaget aja kamu, Ris!" Aku mendelik sambil mengelus-elus bahu kiriku. Hampir saja tadi aku menjatuhkan ponselku yang belum lunas kreditannya ini.

"Nanti dijemput jam berapa, Non?" Mang Udin, sopir Riska bertanya sambil membuka jendela kaca mobil SUVnya.

"Gak tau Mang, ntar tak telpon kalo dah waktunya pulang." Riska berlalu dengan cuek menuju gerbang sambil menarik tanganku.

Riska adalah anak yang terkenal paling kaya di kelasku. Yah, sejak kecil ia memang kaya. Mobil yang dipakainya tidak pernah sama setiap hari. Hari ini mobil SUV, besoknya bisa sedan. Hari ini Lamborghini, besoknya bisa Ferrari. Besoknya lagi bisa truk sampah, kadang pula truk tinja...

"Lihat, Gus!!! Itu Kak Dennis! Duh, cakepnya!!!!" teriakan Riska yang histeris membuyarkan lamunanku.

Ia berlari sambil menarik tanganku hingga membuatku hampir terjungkal. Aku ingin marah tapi tidak punya kesempatan gara-gara kalah oleh riuhnya suasana. Terlihat beberapa gadis-gadis satu sekolah pada ikutan lari sambil berteriak histeris juga mirip korban kebakaran.

"Ada apa sih?" Aku kebingungan menoleh ke kanan dan ke kiri.

Riska berdecak "Itu lho Kak Dennis tuh lewat. Lihat, Gus!!Lihat!! Cowok tercakep se-SMU kita. Tu orang cuakep tenan, rek! Kayak artis Korea idola gue, Shah Rukh Khan. Gue harus foto, Gus! Mana hape gue??Mana!!?"

Riska tampak sibuk membuka tas sekolahnya yang bergambar Naruto. Ia mengobrak-abrik tasnya dengan kelabakan dan akhirnya berhasil mengeluarkan ponsel-ponselnya.

"Duh, Gus! Gue pake hape yang mana ya? Samsung S7 gue, atau Iphone 6++ gue atau BB E122365 gue? Yang megapixelnya paling bagus yang mana ya buat cuaca panas-panas tapi mendung gini? Terus ntar gue upload di FB ato Twitter ya, Gus? Gus, lu bantuin gue dong! Jangan diem aja!" Riska terlihat kebingungan.

"Udah, lu gak usah repot-repot, Ris. Kak Dennis udah ilang." jawabku.

"Yah!!! Kak Dennis gimana sih!? Kok gak nungguin gue barang bentar aja buat fotoan!" Riska mendesah kecewa.

Aku tidak tahu harus berkomentar apa, jadi aku hanya diam. Sebenarnya Kak Dennis yang dibilang pria paling tampan se-kecamatan itu juga nggak cakep-cakep amat. Masih cakepan juga gue. Menurut pendapat gue loh ya. Jadi jangan protes, karena kegantengan itu kan relatif.

"Elo juga, Gus! Gak nahan dia apa tadi tau temen lo lagi sibuk." Riska mulai menyalahkanku.

"Ngawur lu, Ris! Ngapain juga gue nahan nahan orang yang gue nggak kenal!"

Riska masih tampak tidak terima dengan sanggahanku. Ia mulai merengut sambil menghentak-hentakkan kaki seperti anak kecil yang gagal mendapatkan mainan yang diinginkannya.

Beberapa murid yang berlalu lalang melihat kami. Aku pura-pura mengalihkan pandangan ke pohon kedondong di sebelahku sambil bersiul-siul supaya nggak kelihatan bahwa aku kenal dengan Riska.

"Udah, ah, Ris. Ayo ke kelas aja. Ntar lagi ujan kayaknya." Aku membalikkan badanku dan bersiap melenggang menuju kelas tanpa mempedulikan Riska.

"Tunggu, Gus" tiba-tiba Riska mencekal pergelangan tanganku. "Jam masuk kelas kan masih lama, temenin gue makan dulu di kantin, gih. Gue belum sarapan nie."

"Males ah! Gue belom buat PR. Ntar gue dihukum lagi ama Pak Anam."

"Bentar aja. Gue juga belum buat. Ayo!!" Ia memaksa menarik lenganku kembali.

Aku hanya bisa pasrah mengikuti langkahnya ke kantin. Pernah sekali aku menolak Riska dan dia langsung merajuk selama tiga minggu.

Masalahnya, kenapa nggak tiga tahun aja sekalian dia merajuk!? Biar nggak ganggu gue selama sekolah di sini. Sumpah, aku merasa lama-lama bisa masuk RSJ kalo ngelayanin tingkahnya yang suka ngambek ini.

Sesampai di kantin, Riska langsung memesan nasi goreng kambing kesukaannya. Aku mengerutkan keningku sambil memikirkan apa menu makan siang Riska. Pagi-pagi aja udah nasi goreng kambing.

Tapi aku malas bertanya jadi aku hanya mengambil keripik dan memesan es teh pada ibu kantin. Setelah itu aku menyibukkan diri pada PR fisika ku yang belum kukerjakan.

"Udahlah, Gus. Kamu juga terlalu rajin jadi murid. Sekali-sekali jangan ngerjain PR juga gak apa-apa kan?" Riska menasehati.

"Ya ya" Aku menjawab dengan ogah-ogahan.

"Yah!!! Kok jawabnya gitu sih, Gus! Loyo banget kayak korban busung lapar! Nggak bertenaga, lemes, lunglai, pokoknya aura lu suram banget!" Riska memprotesku sambil menghentikan makannya.

"Semangat dong!! Semangat! Kayak gue nih.." Riska melanjutkan sambil berdiri memperagakan pose Ade Rai.

Aku menatapnya dengan syok bercampur speechless.

Beberapa murid di kantin menatap kami. Aku pura-pura semakin sibuk mengerjakan PR ku. Keringat dingin terasa turun mengalir di dahiku. Sial banget nasib gue!

"Ni anak!! Gue udah capek-capek ngasi contoh lu malah cuek aja! Lihat gue dong, Gus! Tatap mata saya. Tatap mata saya." Lagi-lagi Riska menirukan gaya Deddy Corbuzier sambil mengacungkan telapak tangan ke depan wajahku.

Aku terpaksa memperhatikan Riska sebelum dia nekad melakukan aksi berbahaya lain macam tari ular atau goyang dumang di hadapanku. Sepertinya aku tak kuasa jika harus menanggung aib sebesar itu.

"Nah, gitu dong! Ayo badan tegap, Gus."

Aku cepat-cepat menegakkan badan

"Sip! Perfect!!" Riska mengacungkan jempol. Ia kembali duduk sambil kembali menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

Aku mendesah lega karena telah melewati masa kritis. Segera saja kulanjutkan mengerjakan PR ku yang masih berupa kertas putih.

Saat kugoreskan pulpenku, tiba-tiba mataku menangkap suatu pergerakan dari pintu kantin. Ternyata dia adalah gadis pujaanku,Valeria Winata. Sontak diriku ini langsung menatapnya dengan antusias.

Ia terlihat sedang membawa mangkok yang kelihatannya berisi mie ayam atau bakso. Aku mengetahuinya karena mangkok mie ayam dan bakso yang beredar di Indonesia selalu bermotif ayam jago atau merk MSG.

Valeria bener-bener cantik, imut dan bening seperti sayur. Ia adalah contoh salah satu spesies langka yang beredar di sekolahku. Menurut kabar yang kudengar ia belum pernah berpacaran dengan siapapun dan kabar itu membuatku semakin bersemangat untuk mendapatkannya. Pasti akulah pria yang ditakdirkan menjadi pasangan hidupnya.

Aku jatuh cinta padanya pertama kali tahun lalu pada pertengahan semester kelas sepuluh. Saat itu hujan rintik-rintik dan ia menawarkanku payungan bareng saat nyebrang ke parkiran. Untung saja saat itu gak ada tiang listrik ato pohon di dekatku. Bisa-bisa aku langsung joged kuch kuch hoota hai...bahaya kan?

"Gus! Lu ngeliatin siapa sih?! Ilermu berserakan tuh!" suara Riska membuatku kembali ke dunia nyata. Ia menatap arah pandanganku lalu menemukan bahwa aku menatap Valeria Winata.

Ia menoleh kembali padaku dengan matanya yang terpicing curiga.

Aku merasa bagaikan anak remaja yang tertangkap basah sedang menonton bokep. Pasti sekarang Riska tahu bahwa aku naksir pada Valeria dan mengabarkan berita nista itu ke seluruh kelas. Riska memang agak ember.

"Ya ampun, Gus! Elo nggak usah natap terang-terangan gitu napa!?" Riska melanjutkan ucapannya.

Aku merasa semakin was-was. Akhirnya ketahuan juga. Aku sudah pasrah mengalami cobaan bertubi-tubi ini.

"Kalo elo pengen makan bakso, kenapa nggak bilang dari tadi ama gue. Gue pasti beliin." ucapan Riska membuatku mengerjap-ngerjap.

"Bak...bakso?" aku kebingungan.

"Iya, elo ampe napsu gitu ngeliatin bakso. Ya udah, gue beliin deh. Tunggu ya." Riska berlari menuju stand bakso dan menerobos antrean yang membuat banyak murid protes.

Aku hanya bisa mendesah lega. Ternyata hanya satu yang tidak berubah dari Riska. Dulu dia bodoh...sekarang juga tetep bodoh. Valeria ternyata duduk jauh dari tempatku dan aku hanya bisa melihat punggungnya sedikit.

Riska kembali dengan membawakanku semangkuk bakso. Terpaksa aku memakannya karena takut mubazir. Lagipula ini gratis dibelikan sama Riska. Memang benar kata primbon online yang kuikuti. Hari ini memang hari keberuntunganku.

"Duh...Gus..." Riska tiba-tiba kebingungan mengobrak-abrik tasnya setelah aku selesai menghabiskan baksoku. "Gue lupa bawa dompet!!" Riska berteriak histeris.

"Apa?!!" Aku tersentak kaget hingga garpu dan sendok terlepas dari tanganku. "Terus siapa yang bakal bayar ini semua?"

"Yah..Elo dululah Gus. Besok gue ganti. Cepetan bayar dulu. Bayar!!!" Riska berteriak dan membuatku terpaksa cepat-cepat membayar ke ibu kantin.

Selesai membayar, aku menatap dompetku yang berisi jejeran Patimurra. Hanya itu yang tersisa...

Cerita ini memang agak sedih ya..

Dalam kegalauanku, tiba-tiba bel masuk kelas terdengar dan aku tiba-tiba tersentak mengingat PR Fisika yang belum kukerjakan. Alhasil hari ini aku berdiri di depan kelas bersama Riska karena tidak membuat PR pada jam pelajaran Pak Anam.

Terus apanya yang kata primbon ini hari keberuntungan gue coba??!

***

Just for laugh. Jadi jangan terlalu serius ngebaca palagi sampe ngeliatin perubahan kata-kata dari lo gue ke aku kamu dll. Apalagi ampe nyari pesan moral cerita ini. Ntar stress. Sip. Makasi dah baca.

Follow IG:

dian_oline_maulina

matchamallow_galleri

davamoreno12

🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top