1. A Troublemaker

“Kenapa sih didunia ini ada orang senyebelin lo? Iya, lo nyebelin banget! Cakep kok gak nanggung-nanggung.”

----


“Baiklah anak-anak hari ini kita kedatangan mahasiswa-mahasiswi yang akan magang di sekolah kita,” ujar pak Dedi sebagai kepala sekolah di sela-sela amanatnya. “Saya persilakan kepada ketua magang untuk menyampaikan perkenalannya.”

Seorang mahasiswi naik ke podium dengan langkah agak gugup. Namun tampaknya ia mencoba menenangkan dirinya.

“Selamat pagi, teman-teman!” buka gadis itu.

“Pagi, Buuu.” Jawab murid-murid SMA Nusa Bangsa serempak.

“Perkenalkan saya Arabella Nadia, atau kalian bisa panggil saya –“ kata-katanya terpotong karena antusiasme murid laki-laki yang sontak berteriak riuh.

“PAGI BU ARAAA....”

Sang kepala sekolah dan beberapa guru menenangkan anak murid mereka agar upacara kembali kondusif.

“Em, iya. Boleh panggil saya Ara. Terimakasih.” Ara tertawa kecil melihat tingkah murid-murid dan melanjutkan amanatnya. “Saya sebenarnya hanya wakil dari kelompok magang ini, namun berhubung Pak Alan, ketua kelompok kami sedang berhalangan karena ada masalah kesehatan, maka saya yang menggantikan beliau untuk menyampaikan amanat ini. Kami, mahasiswa dan mahasiswi universitas Bakti Pancasila akan melakukan magang disekolah ini selama dua bulan kedepan. Kami harap, teman-teman sekalian bisa membantu kami dan kami mohon kerjasama dari teman-teman sekalian. Terimakasih.” Ara turun dari podium dan diiringi riuh tepuk tangan dari murid-murid.

Satu persatu mahasiswa dan mahasiswi diperkenalkan, agar saat masuk kelas, tinggal perkenalan yang lebih mendasar dan tidak terlalu banyak waktu KBM yang terbuang.

****

“Gue tungguin di kantor tadi, Bel. Lo kemana sih? Lama banget!” cerocos Gita, salahsatu rekan magang Ara sekaligus sahabatnya.

Sebenarnya Arabella biasa dipanggil Bella, dan saat pekenalan tadi, ia juga akan memperkenalkannya demikian, namun berhubung anak-anak memotong pembicaraannya, maka ia pasrah saja dengan panggilan Ara.

“Ceritanya panjang, gue ceritain pas istirahat. Sekarang gue mau menghadap Bu Aini buat ngambil materi sama data kelas yang bakal gue ajar.” Bella menyimpan tasnya di ruangan khusus yang dipersiapkan pihak sekolah untuk para mahasiswa magang. Ia sedikit merapikan pakaiannya dan menyeka keringat di dahinya dengan tisu.

“Oke. Lo hutang cerita!” Gita juga bersiap dan keluar ruangan terlebih dahulu.

“Sip!” Bella mengacungkan jempolnya dan mengekori Gita keluar ruangan.

“Permisi, Bu, saya mau ngambil jadwal dan materi untuk hari ini.” Ujar Bella sopan.

“Oh Ara? Ini saya sudah siapkan semuanya disini.” Bu Aini menyerahkan sebuah map berisi data siswa dan sebagainya.

“Baik, Bu.” Bella membuka mapnya dan melihat kelas 12 IPA 1 dalam absensinya. Berarti itulah kelas pertama yang akan ia ajar.

Bella mengajar bahasa inggris kelas duabelas di SMA Nusa Bangsa.

“Tapi Ara, tunggu,” bu Aini menahan Bella sebelum keluar dari ruangannya.

“Iya, Bu?” Bella berbalik dengan heran.

“Di kelas yang kamu ajar sekarang, ada anak yang cukup bermasalah dengan pelajaran saya. Namanya sudah saya tandai dengan stabilo di absensinya. Saya harap kamu bisa menanganinya.” Pesan Bu Aini.

“Baik, Bu. Terimakasih, inshaallah saya akan menjalankan tugas saya dengan baik.” Bella mengangguk hormat dan meninggalkan kantor guru.

Permulaan hari yang bakal berat!” gumam Bella sambil terus berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelas pertamanya mengajar.

****

“Morning,” sapa Bella sambil menyimpan buku yang dibawanya keatas meja guru.

“Morning...” jawab anak-anak serempak.

“Bu, ngomongnya bahasa indonesia aja, cukup Bu Aini aja yang tiap ngajar pake bahasa inggris. Kita cuma bisa jawab yes no doang!” celetuk salah satu murid dan diiringi tawa murid lain.

“But it's procedure. But, i'll try to make you all understand. Sedikit-sedikit saya bantu!” kata Bella datar dan bersikap seprofesional mungkin. “Okay, now i wanna see your book.. Em, maksud saya silakan kumpulkan tugas dari Bu Aini minggu lalu. Dan satu lagi, you can call me Miss,”

“Baik, Miss...” jawab anak-anak serempak.

Setelah menyebutkan halaman buku yang harus dibaca sebelum ia terangkan, Bella mulai memeriksa buku tugas murid-murid 12 IPA 1.

“Devon Algatra?” tanya Bella sambil mengedarkan pandangannya keseluruh kelas.

“Saya, Miss.” Seorang anak lelaki mengangkat tangannya dan berdiri tanpa rasa bersalah. Tubuhnya tinggi dan atletis untuk seukuran anak SMA. Wajahnya juga tegas dan lumayan, errr. Ganteng!

Bella yang masih fokus dengan absensinya belum melihat anak bernama Devon itu. “benar kata Bu Aini, anak ini bermasalah,” batin Bella sambil mengangkat wajahnya dan melihat, Devon.

“Kamu?” Bella terperanjat.

“Miss inget saya?” Devon menaik turunkan alisnya. Anak nakal itu nyengir sepolos mungkin.

Ganteng sih, tapi bakal jadi masalah besar!” Bella merutuki dirinya. Ia menunduk pasrah. “Devon maju!” Bella sedikit membentak.

Devon melenggang kedepan kelas dengan santainya dan tak terlihat rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. Seragamnya pun tak serapi saat upacara, kini kemeja putihnya tak dimasukkan ke dalam celana abunya.

Cerminan anak lelaki manis yang tadi pagi menolongnya sirna sudah, kini hanya ada anak nakal yang akan memberatkan tugas mengajar Bella selama dua bulan kedepan.

“Devon, mana buku tugas kamu?” tanya Bella tegas.

“Itu, Miss. Dimana ya? Aduh lupa.” Jawab Devon sambil menggaruk kepalanya, membuat rambutnya yang agak gondrong itu semakin berantakan.

“Devon, i'm serious. You have much trouble...” kata-kata Bella terpotong.

“Miss, saya ngerjain tugas aja gak bisa. Miss ngomelin saya pake bahasa inggris. Miss ini suka buang-buang energi ya?”

Jawaban Devon membuat Bella semakin naik pitam. Murid didepannya ini benar-benar membuatnya jengkel bahkan di hari pertama mengajar. Padahal sebelumnya Bella mengagumi anak lelaki itu yang ia anggap manis namun sekarang anak itu tak lebih dari seorang troublemaker.

“Oke Devon kamu tunggu disini, dan kalian jangan ribut. I'll back soon!” Bella melenggang keluar kelas.

Bella membuang nafas kasar. Ia tak tahu apakah akan sanggup menangani murid semacam Devon? Yang dalam tujuh kolom nilai di absensinya hanya terisi satu kolom dan itupun ditulis menggunakan pensil, karena menurut Bella angka tersebut sangat tidak lazim disebut nilai.

“Permisi, Bu Aini, saya mau tanya. Apakah masih ada lembar tugas yang bisa diisi Devon untuk melengkapi nilainya yang kosong?” tanya Bella sopan.

“Jadi anak itu tidak mengumpulkannya lagi?” Bu Aini membuka kacamatanya dan memijat ujung hidungnya.

“Bahkan tugas yang ibu berikan minggu lalu pun tidak dikerjakan, Bu.” Tukas Bella.

“Padahal saya sudah tiga kali memberikan soal ini untuk susulan. Tapi sampai saat ini saya tidak menerima laporan apapun dari anak itu.” Bu Aini menggelengkan kepalanya pasrah. “Saya memang baru dua tahun disini, tapi Devon adalah ujian terberat selama saya menjadi guru, bahkan sebelum saya mengajar disini. Di sekolah dulu saya mengajar tidak pernah ada murid senakal itu.” Bu Aini menumpahkan kekesalannya pada Bella yang saat itu bertanya masalah Devon.

Bella tersenyum ngeri mendengar penjelasan bu Aini mengenai murid yang sekarang menjadi tanggungjawabnya itu.

“Devon,” tegur Bella saat ia kembali ke kelas dan melihat Devon yang tengah membungkuk membelakangi papan tulis dan menggoda anak perempuan yang duduk di barisan paling depan.

“Iya, Miss. Kok cepet?” tanya Devon dengan santainya.

“Kamu saya suruh berdiri di depan, Devon. Bukan malah godain teman-teman kamu yang sedang belajar.” Tegur Bella jengkel.

“Ini saya di depan loh, Miss. Masa Miss gak liat?” Devon membetulkan posisinya dan berdiri tepat didepan Bella.

“Devon! Berdiri disamping papan tulis! SAMPAI PELAJARAN SAYA SELESAI!” bentak Bella. “Dan satu lagi, kamu temui saya di ruangan dekat SK OSIS saat jam istirahat!” Bella memijat keningnya dan mulai menjelaskan materi.

Devon berdiri tepat di samping Bella duduk, dan hal itu ternyata berpengaruh pada Bella. jantung gue kenapa anjir?”

Devon yang menyadari ketidaknyamanan Bella, dengan beraninya menegur guru magangnya itu. “Kenapa Miss? Pusing ya?”

“Iya saya pusing gara-gara kamu!” jawab Bella ketus dan melanjutkan penjelasannya.

“Saya jangan dipikirin Miss, biarpun saya tau kalo saya itu ganteng, manis, lucu, imut, --“

“Diam kamu! Atau saya tambah hukuman kamu!” bentakan Bella membuat Devon diam dan tak melanjutkan aksi usilnya.

Bella tak habis pikir, mengapa anak dengan tampang yang luarbiasa seperti Devon bisa berkelakuan semenyebalkan itu. Troublemaker!

Devon di mulmed ya!


Click star 👌
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top