Part 9
Myungsoo mendengus saat meraih sebuah gelas kecil yang telah terisi cairan berawarna coklat di dalamnya, memutar bola matanya saat menenggak cairan tersebut lalu ia melirik tajam bartender yang sejak tadi sibuk memperhatikannya.
"Apa?"
"Aku baru melihatmu lagi, kemana saja?" Tanyanya dengan senyuman lebar, membuat Myungsoo kembali mendengus.
"Sibuk." Jawabnya acuh mengakibatkan sang bartender tertawa kecil.
"Sungguh? Kau benar-benar anak penurut, sekarang kau jadi workaholic eh?"
"Diamlah. Aku kemari bukan untuk mendengar ocehanmu, layani saja yang lain. Menyingkir dari hadapanku," tuka Myungsoo kesal, mengabaikan pria peracik minuman itu lalu ia beranjak dari bar, "ah, aku membutuhkan dua botol di mejaku Jun!" Serunya kepada sang bartender sebelum benar-benar pergi dari sana untuk mencari meja kosong yang bisa membuatnya lebih tenang menghabiskan malam ini.
Myungsoo hanya menggumam pelan saat seorang pelayan membawakan pesanannya, dua botol Jack Daniel's serta satu gelas baru dengan sebuah ember besi berukuran kecil yang berisi es batu telah memenuhi mejanya. Ia menghela nafas lalu menuangkan botol pertama ke atas gelas yang telah ia berikan es batu sebelumnya.
Saat menyesap cairan pekat itu, ia memejamkan mata dan memilih untuk mengosongkan pikirannya. Akhir-akhir ini kepalanya sangat penuh, mungkin sebentar lagi akan pecah jika ia tidak segera merasakan minuman keras ini masuk ke dalam tenggorokannya untuk melemaskan otot-otot tubuhnya yang menegang
Club ini cukup bisa membuatnya merilekskan pikiran, tidak seperti club malam lainnya yang sangat bising, di sini keadaannya cukup tenang meskipun tidak setenang yang ia harapkan-tapi cukup bisa membuat perasaannya lebih baik. Lagipula di tempat ini jugadia bisa merasa lebih aman karena tidak ada satupun perempuan di sini-yeah, this is Night Club for Gay, dan Myungsoo sedikit bersyukur karena menjadi salah satu anggota club ini jadi ia tidak perlu pusing mencari tempat untuk menenangkan pikirannya lagi.
"Myungsoo?"
Saat hendak mengisi kembali gelasnya, ia merasa mendengar sebuah suara yang sedikit familiar ditelinganya-
"Ah aku benar, kau Myungsoo kan?"
Myungsoo menoleh dan menemukan seorang pria berperawakan tinggi dengan kulit yang sedikit kecoklatan sedang tersenyum lebar kepadanya, pria itu mendekat membuat Myungsoo menatap waspada kepadanya.
"Gerry?"
"Kau masih mengingatku? Apa kabar?" Pria itu tertawa dengan wajah berbinar lalu mendekati Myungsoo, tanpa aba-aba memeluk pria itu dan langsung bergabung bersamanya-mengabaikan tubuh Myungsoo yang sempat menegang karena pelukan tiba-tiba itu.
"Baik, apa yang kau lakukan di sini?" Myungsoo menjawab acuh, ia menawarkan minumannya pada Gerry dan langsung diterima oleh pria itu.
"Kurasa kau tidak baik bro, apa ada yang mengganggumu?" Gerry menimang gelasnya, menatap wajah Myungsoo dengan pandangan menyelidik, "sudah lama kita tidak bertemu, 6 tahun? Atau 7 tahun?" Sambungnya lagi saat tau bahwa Myungsoo tidak berniat untuk menjawab pertanyaannya.
"Entahlah, kurasa cukup lama," gumam Myungsoo pelan, ia menyandarkan tubuhnya di sofa dan balas menatap pria itu. Ia tersenyum kecil, mengingat masa lalu-di mana semua kegilaan dalam hidupnya terjadi.
Gerry adalah orang pertama yang menyadarkannya tentang kelainan seksual yang ia miliki. Dia bertemu dengan pria itu saat kuliah di Prancis, hanya sebentar tapi cukup membuat kehidupan Myungsoo berubah total semenjak pertemuan pertama mereka. Setelah berpisah dengan Gerry, Myungsoo mulai menjalin hubungan bersama pria lainnya yang memiliki ketertarikan yang sama. Hanya beberapa pria yang silih berganti menjadi pasangannya, sampai ia memilih untuk kembali ke Korea dan sejenak melupakan masalah orientasi seksual yang dimilikinya hingga ia bertemu dengan Wonho-
"So, you still-" Lamunan Myungsoo terbuyar saat mendengar suara berat Gerry, pria itu sedikit enggan untuk meneruskan pertanyaannya tapi Myungsoo jelas tau apa maksudnya.
"I don't know."
Gerry tersenyum saat mendengar jawaban penuh keraguan itu, ia menyesap minumannya hingga tandas kemudian kembali menuang segelas untuk dirinya dan untuk gelas Myungsoo. Ia masih mengamati wajah Myungsoo yang terlihat sudah lebih dewasa dari terakhir kalinya bertemu dengan pria itu.
"Jadi, siapa wanita itu?" Gerry menebak langsung membuat Myungsoo berjengkit dan menatap pria itu tajam.
"Apa maksudmu?"
"Kau tau maksudku Myungsoo, siapa wanita yang berhasil membuatmu kebingungan?" Gerry mengabaikan tatapan tajam Myungsoo, ia tau bahwa pria itu mencoba untuk mengintimidasinya-tapi dia sama sekali tidak memperdulikannya, ia bahkan membalas tatapan itu dengan tak kalah tajamnya meskipun seulas senyum tipis terukur dibibirnya saat ini.
"Percayalah siapapun dia, jangan lepaskan." Gerry memajukan sedikit tubuhnya untuk bisa lebih dekat dengan Myungsoo dan bergumam pelan, membuat yang ditatap hanya mengernyit bingung.
"Jangan sok tau! Kita bahkan baru bertemu setelah bertahun-tahun tapi kau bertindak seolah kau mengetahui segalanya," seru Myungsoo kesal, dia marah-bagaimana bisa Gerry bisa mengatakan hal seperti itu tentang Sooji? Tau apa dia tentang wanita itu.
"Aku memang tidak tau tentang wanita itu tapi aku tau segalanya tentang kau, aku tau," Gerry berucap, Myungsoo terdiam menatap bola mata yang berawarna hijau gelap milik Gerry.
Gerry tersenyum lebar lalu menghela nafas panjang, "kebetulan aku bertemu denganmu, aku ingin menyampaikan jika aku akan menikah." Ujarnya masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
"Me-menikah?" Myungsoo membeo menatap tidak percaya pada Gerry, pria itu akan menikah, dengan seorang pria? Bagaimana bisa?
"Hei, jauhkan segala pikiran itu dari kepalamu, aku menikah dengan seorang wanita," tersenyum bangga saat mengatakan bahwa pengantinnya adalah seorang wanita membuat Myungsoo menatapnya terkejut, ini lebih mengejutkan lagi.
"Bagaimana-"
"Aku juga pernah berada di posisimu seperti saat ini Myungsoo. Enam tahun yang lalu, alasan aku meninggalkanmu."
Myungsoo menelan salivanya gugup, ia tau masalah itu. Setelah membuatnya sadar tentang kelainannya, Gerry malah meninggalkannya karena seorang wanita. Benar, kasus Wonho bukanlah yang pertama buatnya, itu juga bukan yang kedua kali karena sudah ada satu atau dua pasangannya sebelum Wonho yang juga meninggalkannya karena seorang wanita. Dan Gerrylah orang pertama.
"Jadi, kalian akan menikah?" Gerry mengangguk pasti, "kenapa baru sekarang?" Myungsoo mengernyit, meskipun dulunya ia sangat membenci pria itu karena meninggalkannya, tapi entah mengapa seiring berjalannya waktu ia merasa semua kebenciannya perlahan terkikis, hingga saat bertemu kembali dengannya beberapa menit yang lalu hanya ada perasaan hangat di dalam dirinya saat melihat senyuman pria itu. Seperti bertemu dengan seorang teman lama.
"Cukup sulit untuk meyakinkannya bahwa aku memang sudah normal. Kau tau, dia sangat tidak menyukai sejenis kita dulu," ujarnya sambil menyelipkan nada candaan di sana, Myungsoo tersenyum lalu mendesah panjang.
"Kalian pasti bahagia bukan?"
"Tentu saja, kau juga akan bahagia Myungsoo-carilah wanitamu," Myungsoo tersenyum kecut lalu menggelengkan kepalanya.
"Itu tidak akan mungkin."
"Kau masih berpikir semua wanita itu sama?" Gerry menggelengkan kepalanya tidak percaya, "kau tau pemikiranmu jelas salah bukan? Sekuat apapun kau berusaha menyamakannya, jelas mereka adalah orang yang berbeda. Bahkan orang yang kembarpun tidak akan benar-benar sama."
"Kau tidak mengerti Ger."
"Cobalah, kau hanya takut untuk mencoba. Kau takut untuk ditinggalkan lagi oleh wanita yang kau cintai bukan? Tapi lihat dirimu, setelah bertahun-tahun, lihat siapa yang meninggalkanmu."
Myungsoo menatap Gerry, memikirkan perkataan pria itu. Jika ia menelisik lebih dalam lagi, perkataan pria itu memang ada benarnya, selama ini siapa yang meninggalkannya? Jelas, para pasangannya yang telah meninggalkannya lalu mengapa ia tidak merasakan rasa sakit itu? Hanya kemarahan dan kekecewaan yang dia rasakan lalu setelahnya? Dia bisa mencari pasangan lainnya lagi.
Tapi mengapa ia bahkan tidak bisa memulai dengan seorang wanita?
"Kau terlalu menanamkan pikiran bahwa semua wanita itu persis seperti ibumu yang akan meninggalkanmu. Kau hanya tidak ingin merasakan sakit hati untuk kedua kalinya, karena kau tau rasanya sesakit apa jadi kau sama sekali tidak mau memulainya." Gerry bersuara lagi, ia menatap pria itu penuh pengertian.
"Aku tau Myungsoo. Meskipun singkat, tapi aku sangat menengalmu," pria itu tersenyum menatap Myungsoo yang terdiam seolah sedang memikirkan ucapannya.
"Sooji-"
"Hah?" Gerry menatap bingung, saat melihat Myungsoo mendongak dan menatapnya, ia menemukan setitik harapan dari kedua bola mata hitam yang kelam itu.
"Namanya Bae Sooji, dia wanita yang tidak tau malu," desis Myungsoo, kembali mengingat wanita itu, mengingat kemesraan yang terjadi antara dia dan Kangjoon siang kemarin.
"Ah, Bae Sooji? Jadi bagaimana pertemuan kalian?" Myungsoo mengernyitkan alisnya menatap Gerry bingung.
"Tunggu, sebenarnya apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau bukan salah satu anggota club?"
Gerry tertawa lalu duduk bersandar menyilangkan kakinya menatap Myungsoo, "tentu saja aku bukan anggota club, aku normal Myungsoo. Aku hanya ada beberapa keperluan di tempat ini."
"Lalu?"
"Lalu aku melihatmu dan disinilah aku, sedang menantikan ceritamu tentang Bae Sooji-jadi teruskan."
"Gerry-"
"Aku punya banyak waktu untuk mendengarmu Myungsoo, kita sudah tidak bertemu lama, jadi anggap saja ini sebagai salam pembuka untuk pertemuan kita."
Myungsoo mendesah, ia memang ingin memiliki seseorang yang bisa menjadi tempatnya berbagi selain Kangjoon tentunya, setidaknya kepalanya akan sedikit lega saat ia bisa menyampaikan keresahannya selama beberapa hari ini dengan seseorang. Dan menurutnya Gerrylah orangnya.
Pria itu yang benar-benar tau tentangnya, luar dan dalam.
"Kau benar-benar pemaksa tuan."
"Itulah aku-come on, speak," Gerry tertawa, Myungsoo mendengus tapi tetap mengikuti permintaan Gerry. Menceritakan awal mula ia bertemu dengan Sooji sampai apa saja yang dilakukan oleh wanita itu hingga membuatnya kacau selama beberapa hari.
###
"Kau yakin?"
"Ya, sudah tiga malam ini dia rutin ke tempat itu."
Sooji mendesah menatap sebuah gedung di depannya dari dalam mobil, lalu beralih pada pria yang duduk disampingnya.
"Apa tidak masalah jika aku masuk ke sana?"
"Tidak, mereka tidak akan memangsamu karena kau bukan selera mereka." Kangjoon sedikit tertawa membayangkan Sooji ketakutan memasuki club aneh itu, "seharusnya aku yang ketakutan jika masuk ke sana bukannya kau."
Sooji mencebik, tapi perkataan Kangjoon benar juga. Mereka adalah gay, jadi tidak mungkin jika mereka menggodanya. Beda lagi jika Kangjoon yang masuk kesana, pasti pria itu menjadi incaran para gay disana.
Memikirkan itu Sooji jadi bergidik ngeri, ia kemudian melemparkan pandangannya kembali pada pintu gedung persegi di depannya lalu mendesah panjang.
"Kau akan menungguku di sini?"
"Tentu, tapi setelah kau bertemu Myungsoo aku akan pulang. Cukup kirimkan aku kode jika kau telah menemukannya di dalam sana," Kangjoon berucap sembari menganggukan kepalanya.
"Baiklah, aku akan masuk ke dalam."
Sooji menarik nafasnya panjang saat turun dari mobil Kangjoon, sekilas melirik pria yang memberikan semangat padanya dari dalam mobil kemudian kembali menatap gedung yang akan ditujunya saat ini.
Berpikir akan masuk ke dalam club malam, ia jadi mengingat masa itu? dimana ia menginjakkan kakinya untuk pertama kali ke dalam tempat terlaknat tersebut dan tidak ingin kembali ke tempat itu lagi. Memang ia pernah masuk ke club malam untuk kedua kalinya, itupun karena paksaan Soojung yang ingin mengenalkannya pada Wonho saat itu dan ia bersumpah tidak akan masuk ke dalam tempat itu untuk ketiga kali.
Tapi lagi-lagi ia harus masuk ke tempat itu untuk ketiga kalinya dan melanggar sumpahnya sendiri. Kakinya sudah melangkah menuju tempat itu? meskipun konsepnya berbeda tapi tetap saja yang akan dia kunjungi sekarang adalah sebuah club malam.
"Maaf nona, hanya anggota club yang bisa masuk ke dalam," dua orang penjaga yang berbadan kekar langsung menyergap langkah Sooji saat hendak melewati pintu masuk.
Sooji mengernyit lalu menarik selembar kertas persegi panjang dan memperlihatkannya pada salah satu pengawal tersebut.
"Apa ini cukup untuk membuatku masuk ke dalam?" Tanyanya dengan suara yang tegas, kedua pengawal itu saling berpandangan lalu membuka jalan untuk Sooji, membuat wanita itu tersenyum puas. Tidak salah Kangjoon memberinya kartu free access ke dalam club ini.
Saat pertama, ia berpikir akan menemukan musik yang berdentum kencang hingga menggemakan lantai gedung itu serta aroma asap rokok dan alkohol yang bertebar di segala penjuru ruangan, namun apa yang disaksikannya saat ini sangat berbanding terbalik dengan pemikirannya.
Club tersebut terlihat sangat elegan, musik yang terdengarpun tidak urakan seperti musik-musik yang diketahuinya sering terputar di club malam. Dan luar biasanya lagi, tidak ada satupun bau rokok yang tercium dari ruangan tersebut, yang ada hanya bau aroma therapy yang khas membuatnya merasa lebih aman dan tenang.
Sooji mengedarkan pandangannya berusaha mencari keberadaan Myungsoo, benar saja bahwa club itu adalah club khusus karena sepanjang matanya berpendar, ia hanya menemukan sosok pria di sana, tidak ada satupun wanita kecuali dirinya.
Tempat ini tidak bisa dikatakan sepi ataupun ramai, karena sejatinya club ini terdiri dari tiga lantai. Di mana lantai tiga adalah dance floor yang memungkinkan menampung lebih banyak orang di sana dibandingkan lantai satu dan dua. Sooji merasa terlalu lama mengamati tempat itu dan segera melangkahkan kakinya untuk memasuki ruangan lebih dalam.
Ia merasa menjadi seorang tak kasat mata saat ini karena tidak ada satupun yang meliriknya, oh yeah! They are gay.
Sooji melanjutkan langkahnya sampai ke tengah ruangan dan melarikan pandangan matanya ke segala penjuru, saat menatap bagian sudut kanan disanalah ia menemukan pria yang sejak tadi dicarinya.
Matanya menyipit saat melihat pria itu tidak sendirian melainkan bersama seorang pria yang sangat terlihat asing untuknya.
"Oh tuhan!" Desisnya kesal lalu melangkah menuju meja Myungsoo, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena harus bersaing dengan seorang pria demi mendapatkan pria yang disukainya. Benar-benar tidak normal.
"Myungsoo!"
Sooji menyentak tangan pria yang kini sedang berusaha untuk meraih Myungsoo membuat kedua pria itu sontak menoleh padanya dengan pandangan bingung, sementara Sooji memicingkan matanya menatap Myungsoo tajam.
#
"Kita bertemu lagi."
Myungsoo melirik malas pria yang selalu muncul dihadapannya sejak malam kedua dirinya rutin ke club ini, ia mendengus mengabaikan pria tersebut.
"Aku rasa masalahmu sangat besar sehingga membuatmu ke sini hampir setiap hari."
Pria itu masih terus mencoba mengajak berbicara meskipun keberadaannya telah ditolak dengan jelas oleh Myungsoo.
"Pergilah, jangan menggangguku," gumam Myungsoo pelan, masih tidak menghiraukan pria yang duduk dihadapannya saat ini.
"Ayolah Myungsoo, kau masih marah padaku ya? Bukankah aku sudah meminta maaf?" Pria itu tersenyum manis tepat saat Myungsoo meliriknya, jika dulu senyum itu bisa membuat hati Myungsoo menghangat-sekarang sudah tidak lagi, yang ada dia malah muak melihat wajah sok polos pria itu.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan Ken?"
Pria itu tersenyum saat berpikir ia telah berhasil membuat Myungsoo mau menatapnya dengan benar, ia menggelengkan kepala pelan lalu menggeser tubuhnya ke depan.
"Aku hanya ingin kita bisa seperti dulu lagi."
Myungsoo memutar bola matanya malas, "aku bukan orang bodoh. Kita baru bertemu dua hari yang lalu setelah tiga tahun dan kau mengatakan ingin seperti dulu? Bullshit!"
Ken terkekeh saat melihat wajah Myungsoo yang memerah, tau jika pria itu sedang marah sekarang dan ia merasa senang karena masih bisa mempengaruhi perubahan emosi pria itu.
"Apa separah itu Wonho menyakitimu? Kau bahkan melampiaskannya padaku."
Myungsoo menggeram, ia sedang tidak ingin mendengar nama Wonho saat ini. Karena nama itu akan semakin membuat kepalanya seakan mau pecah, tapi tanpa tau malu Ken malah menyinggung nama itu dengan santainya.
"Pergilah." Desisnya, ia tau berkelahi dalam club ini adalah suatu tindakan yang sangat ceroboh, dia tidak ingin lepas kendali sehingga membuatnya dalam masalah.
"Myungsoo, aku serius ingin kembali padamu. Saat aku mendengar kabar Wonho akan menikah aku langsung memikirkanmu-"
"Persetan!"
Myungsoo menggeram lalu beranjak dari sofa, jika Ken tidak berniat pergi, lebih baik dia saja yang pergi. Dengan langkah gontai ia mencari meja yang masih kosong, sehingga mendapatkan sebuah meja yang berada paling ujung dan jauh dari meja yang sebelumnya ia tempati.
Tapi, usahanya sia-sia. Ken memang pria yang tidak tau malu. Mata Myungsoo menyipit saat melihat Ken melangkah dengan ringan menuju mejanya yang baru, ia mendengus menuangkan minuman ke dalam gelasnya kembali.
Mengabaikan Ken yang telah berdiri di depannya, tidak peduli apa yang dilakukan oleh pria itu. Dia hanya akan menghabiskan minumannya yang tersisa setengah botol lagi lalu pergi dari sana.
"Myungsoo-"
Myungsoo mendelik saat merasakan tangan Ken terasa dipundak kanannya, ia melirik tajam lalu menghempaskan tangan itu agar menjauh, tapi Ken tidak menyerah. Dia semakin mendekati Myungsoo berniat menarik pundak pria itu dan mendekatkan wajahnya pada wajah Myungsoo.
Sampai ia mendengar sebuah teriakan yang begitu familiar disertai dengan tangan Ken yang terhempas dari pundaknya secara tiba-tiba. Myungsoo langsung menoleh dan menemukan amarah yang terpancar dari wajah wanita itu, ia sempat kebingungan namun sedetik kemudian ia kembali memasang wajah datarnya.
"Apa yang kau lakukan?"
Sooji mendesis kesal menatap Myungsoo yang hanya diam saja ditempatnya, ia kemudian melirik pria yang berani-beraninya mencoba untuk menggoda Myungsoo.
"Apa yang kau lakukan?" Sooji mengulang pertanyaan itu kepada Ken, membuat Ken sedikit kebingungan.
"A-apa-"
"Siapa kau berani menggodanya?"
Sooji tidak memberikan kesempatan pada Ken untuk berbicara, ia kembali menyerang pria itu dengan pertanyaannya. Dia bersedekap dan mendongak angkuh menatap pria jangkung dihadapannya saat ini.
"Me-menggoda?" Ken terlihat semakin bingung, kehadiran seorang wanita di dalam club itu saja sudah membuatnya terheran-heran, apalagi sekarang wanita itu menuduhnya sedang menggoda Myungsoo-mantan kekasihnya.
Meskipun tuduhan itu tidak sepenuhnya salah, tapi tetap saja ia tidak membenarkan wanita itu menuduhnya sembarangan.
"Jangan pura-pura bodoh! Aku tau kau ingin mencium Myungsoo." Sooji mendengus menatap wajah Ken yang terkejut karena perkataannya, ia kemudian beralih pada Myungsoo yang hanya diam saja memperhatikannya.
"Kau benar-benar bodoh." Sooji mendelik lalu menarik leher Myungsoo, "seharusnya bibirmu itu hanya milikku!"
Myungsoo terkejut saat merasakan bibirnya disentuh oleh sesuatu yang lembut dan hangat, ia sama sekali tidak menyangka jika wanita itu akan menciumnya. Awalnya dia cukup terhibur melihat Sooji memarahi Ken karena tertangkap basah ingin menggodanya, tapi tindakan wanita itu selanjutnya membuatnya benar-benar merasa seperti orang bodoh.
Lama mendiamkan bibir Sooji, akhirnya Myungsoo menyeringai tak kentara lalu membuka bibirnya untuk menerima ciuman yang diberikan wanita itu secara tiba-tiba. Sepenuhnya mengabaikan orang-orang yang mungkin saja melihat mereka ditempat yang tidak seharusnya terjadi.
Sementara Ken tercengang, matanya melotot lebar melihat aksi ciuman dua orang yang berbeda jenis kelamin di hadapannya. Dia terkejut tentu saja, tidak menyangka bisa menyaksikan adegan yang begitu memalukan tepat didepan matanya saat ini.
Myungsoo berciuman dengan perempuan?
Ken menggaruk kepalanya merasa dongkol, melirik sekeliling dengan wajah merah padam antara menahan malu dan emosi karena telah dipermalukan didepan orang banyak. Tanpa kata ia bergegas meninggalkan meja itu, membiarkan keduanya terhanyut dalam ciuman mereka.
###
Sooji mengerjapkan matanya tidak nyaman, ia membenci matahari pagi yang selalu mengganggu tidurnya. Seperti saat ini, masih asik bergelung dibalik selimutnya yang hangat-cahaya yang tanpa tau malu itu malah merecoki wajahnya sehingga membuat tidurnya terganggu.
Meskipun begitu, Sooji masih merasa enggan untuk membuka mata. Entah hanya perasaannya saja atau memang tempat yang ditidurinya saat ini sangatlah nyaman dan hangat, rasanya sangat berbeda dengan ranjang yang biasa ia tempati. Aroma yang tercium dari bantal yang telah menempel disisi kanan wajahnyapun terasa berbeda, ia seperti tidur ditempat yang asing-bukan kamarnya.
Tunggu dulu-bukan kamarku?
Mata yang tadinya enggan terbuka itu tiba-tiba saja melotot, mengintai segala sudut yang sanggup retinanya tangkap. Meneliti tentang spekulasinya yang tertidur bukan di dalam kamarnya sendiri, melainkan di tempat asing.
"Oh tuhan!"
Sooji memekik tertahan saat merasa kamar yang ditempatinya benar-benar berbeda dari miliknya, tidak pernah sekalipun ia melihat isi kamar seperti apa yang dilihatnya sekarang, dan dilihat dari interiornya bisa dipastikan jika kamar ini bukanlah milik seorang wanita.
"Astaga!"
Sekali lagi wanita itu memekik, namun kini bukanlah pekikan tertahan melainkan sebuah jeritan yang begitu keras. Matanya melotot tidak percaya saat menyadari dirinya hanya memakai underwear dibalik selimutnya, tiba-tiba saja perasaan cemas melandanya.
Sooji langsung meloncat dari ranjang, menarik selimut untuk membungkus tubuhnya yang hampir telanjang dan bergegas keluar dari kamar tersebut, ia harus mencari tau siapa pemilik kamar yang ditempatinya ini.
Saat kakinya berhasil melangkah keluar dari kamar asing tersebut, langkahnya tiba-tiba berhenti dengan ekspresi yang tercengang. Matanya mengerjap menyadari dimana dirinya saat ini, ia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan, kemudian kembali menatap lurus ke depan, tepat di mana seseorang dengan lincah bergerak untuk menyiapkan sesuatu di dapur.
"Myungsoo?!"
Itu bukanlah suatu bisikan, melainkan pekikan yang teramat keras sehingga membuat sang pemilik nama harus menghentikan kegiatannya dan menoleh untuk menatap Sooji sejenak.
"kau sudah bangun?" Pria itu mendelik saat menyadari penampilan Sooji, lalu kembali melakukan aktifitasnya menyiapkan sarapan pagi itu, "kau sangat berantakan, bersihkan dirimu dan pakaianmu ada di sofa di dalam kamar." Sahut Myungsoo tanpa sekalipun melirik kearah wanita itu.
Sementara Sooji hanya terdiam ditempatnya, memikirkan bagaimana kronologi lengkapnya hingga ia bisa berakhir ditempat ini.
"Apa yang kau lakukan?"
Myungsoo melirik Sooji yang mengigit bibirnya kebingungan, dia berdecak pelan, "kau tidak melihat? Aku membuat sarapan. Pergilah mandi."
"Tapi-"
"Mandi Bae Sooji!"
Sooji langsung mengerucutkan bibirnya saat mendengar nada perintah dari pria itu, ia menghentakkan kaki sebagai aksi protesnya tapi tetap berbalik untuk kembali memasuki kamar tempatnya terbangun tadi.
"Dasar wanita!"
#
Sooji melirik pria itu dengan wajah penuh tanya. Sejak berada dalam kamar mandi ia terus saja bertanya-tanya mengapa bisa akhirnya dirinya berada di tempat ini. Apartemen Myungsoo.
"Apa?"
Sooji mengerjapkan mata saat Myungsoo tiba-tiba menatapnya, menangkap basah dirinya yang sedang menatap pria itu.
"Kenapa aku bisa di sini?" Tanya Sooji, wanita itu melihat alis Myungsoo berkerut kemudian menggeleng pelan.
"Kau tidak mengingatnya?" Sooji menggeleng masih memberikan pandangan penuh tanyanya, "dasar bodoh!" Rutukan itu membuat Sooji menekuk wajahnya dengan kesal.
"Tidak perlu mengataiku! Hanya jelaskan padaku mengapa aku bisa disini, apa susahnya?"
Myungsoo berdecak, mengabaikan omelan wanita itu dan kembali menghabiskan sarapannya membuat Sooji kembali menekuk wajah disertai gerutuan-gerutuan kecil.
"Myungsoo-"
"Diamlah, aku sedang makan." Sooji mengerucutkan bibirnya kesal, nafsu makannya sudah habis. Meksipun nasi goreng buatan Myungsoo sangat enak, tapi ia sudah tidak berminat dengan makanan itu lagi karena sikap ketus Myungsoo.
"Baiklah! Jika kau tidak ingin bicara aku akan pulang." Sooji menghentakkan kakinya saat berdiri, menatap sejenak Myungsoo yang masih mengabaikannya, "kau benar-benar bodoh!" Serunya lalu berbalik meninggalkan dapur.
"Hei!"
Langkah kakinya yang hampir saja mencapai pintu utama apartemen itu langsung terhenti saat mendengar seruan Myungsoo, ia menoleh dan memicingkan mata saat melihat pria itu sudah berdiri tidak jauh darinya.
"Apa?"
Myungsoo terdiam sesaat menatap wajah Sooji yang mengerucut kesal, kemudian ia tertawa membuat kerutan dikening Sooji tercipta.
"Apa?" Ulang Sooji dengan sedikit bentakan, Myungsoo tersenyum kecil kemudian mengangguk.
"Aku setuju."
Kerutan dikening wanita itu semakin dalam saat mendengar penuturannya, Sooji memiringkan kepala menatap pria itu bingung.
"Aku tidak mengerti."
"Kau benar-benar lupa ya?" Myungsoo mengusap dagunya dengan tatapan yang masih belum teralih dari wajah Sooji, "apa perlu kuingatkan?"
Dia tersenyum lalu melangkah lebar untuk mendekati wanita itu, kedua tangannya dengan gesit meraih tubuh Sooji dan langsung memberikan kecupan pada bibir pualam miliknya.
"Masih belum mengingatnya?" Myungsoo tersenyum lebar melihat wajah Sooji yang saat ini tengah terkejut, masih dengan memeluk pinggang Sooji ia terkekeh keras.
"Sooji?"
Wanita itu mengerjapkan mata yang terlihat tidak fokus saat menatap bibir Myungsoo yang melengkung keatas, tindakan yang baru saja dilakukan pria itu terhadapnya benar-benar sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Bagaimana bisa pria itu menciumnya secara tiba-tiba?
Myungsoo berdecak kemudian kembali mengecup bibir Sooji dengan cepat, membuat wanita itu kembali terkejut.
"Ap-apa-"
"Dasar bodoh." Myungsoo merutuk karena bahkan hanya dengan kecupannya saja Sooji sudah tidak sanggup bersuara, ia kemudian kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Sooji.
Kali ini bukan hanya sekedar kecupan yang ia berikan, tapi sebuah ciuman yang sangat dalam hingga membuat kedua tangan Sooji yang tadinya kaku mengepal kuat.
Sooji terdiam seperti orang bodoh, menikmati ciuman yang diberikan Myungsoo kepadanya. Matanya yang tadi terbuka lebar perlahan menutup saat merasakan pelukan Myungsoo mengerat padanya, saat matanya tertutup itulah sekelabat ingatannya semalam terlintas begitu saja.
Bagaimana ia mencium Myungsoo di club itu dan kemudian ia tidak sadarkan diri-
Tunggu-apa aku pingsan semalam? Lagi?
"Ber-henti-hei-" Sooji menjauhkan dirinya, melepas ciuman mereka membuat pria itu menggerutu kesal.
"Sudah mengingatnya hm?" Dengus Myungsoo menatap wajah merah Sooji.
"A-aku pingsan?"
Pria itu memutar bola matanya mendengar pertanyaan bodoh itu, seharusnya bukan bagian itu yang teringat oleh kepala wanita dihadapannya ini. Tetapi apa yang terjadi setelahnya.
"Dasar bodoh!" Sekali lagi ia mengumpati Sooji kemudian melepaskan wanita itu membuat tubuh Sooji yang tadinya berpijak padanya tiba-tiba limbung dan hampir saja terjatuh.
"Hei!"
Myungsoo mendengus lalu beranjak meninggalkan wanita itu, ia memilih duduk di sofa dengan wajah yang menekuk kesal, melihat itu Sooji mendekati Myungsoo-berniat mencari tau apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Jadi aku benar-benar pingsan ya?" Sooji bertanya pelan membuat Myungsoo meliriknya tajam.
"Bukan itu yang seharusnya kau tanyakan!" Hardik Myungsoo membuat Sooji mengerutkan keningnya bingung, ia bingung dengan perubahan sikap pria itu terhadapnya. Tadi ia berlaku sangat manis, sekarang tiba-tiba memarahinya.
"Kalau begitu katakan padaku apa yang terjadi semalam?" Sooji langsung duduk disamping Myungsoo dan memelas menatap pria itu, ia benar-benar sangat penasaran mengapa bisa berakhir diapartemen ini dengan keadaan hampir telanjang dan-matanya mengerjap saat memikirkan sesuatu yang sangat mustahil terjadi, tapi melihat keadaannya pagi ini dan dimana ia terbangun sepertinya apa yang dipikirkannya saat ini benar-benar terjadi.
"Hei! Apa semalam kita tidur bersama?" Sooji memekik kencang dengan mata mengerjap, Myungsoo hanya mengusap kupingnya lalu mendesah panjang.
"Kau bahkan lupa dimana kau tidur semalam." Decaknya kesal, semakin lama Sooji semakin merasa kesal karena pria itu sejak tadi selalu berbicara dengan kalimat yang tidak jelas sehingga membuatnya pusing. Dia menarik lengan Myungsoo sehingga pria itu menghadap kepadanya.
"Jadi, apa benar kita tidur bersama?"
Myungsoo mencebik lalu mendorong kening Sooji dengan telunjuknya, "singkirkan pikiran kotor dari kepalamu itu! Aku tidak mungkin mau tidur denganmu bodoh."
"Lalu?"
"Aku benar-benar sial harus bertemu dengan wanita sebodoh dirimu," gerutu Myungsoo, Sooji hanya mengerucutkan bibirnya kesal. Myungsoo menatapnya dengan mata menyipit lalu menggeleng pasrah.
"Kau benar-benar lupa jika semalam kau hampir saja memperkosaku?"
Sooji terdiam mencoba untuk mengingat apa yang telah ia lakukan semalam, dan ketika kilasan itu terlintas. Darahnya seakan menghilang dari wajahnya untuk beberapa waktu.
"Myungsoo-"
Pria itu mendengus saat menggendong tubuh Sooji masuk ke dalam kamarnya, wanita itu tiba-tiba saja pingsan setelah sesi ciuman panas mereka di club tadi dan ia sama sekali tidak tau harus membawa wanita itu kemana selain ke apartemennya sendiri.
"Myungsoo-"
"Aku yang minum tapi kenapa jadi kau yang mabuk?" Ia merutuki dirinya sendiri karena harus mengurus wanita yang mabuk bahkan tanpa meminum segelaspun.
"Myungsoo-"
"Apa! Berhenti memanggilku bodoh!" Myungsoo menjerit kesal karena namanya terus digumamkan wanita itu, ia membaringkan Sooji diranjangnya lalu menatapnya kesal.
"Jangan marah," pria itu menarik nafasnya panjang saat melihat mata Sooji terbuka, namun hanya sedikit-sepertinya wanita itu benar-benar mabuk karena ciuman mereka tadi. Sungguh tidak dapat dipercaya.
"Kau benar-benar tidak menyukaiku ya?"
Sooji beranjak bangun dan menarik Myungsoo untuk duduk dihadapannya, ia mengusap wajah pria itu dan tersenyum geli.
"Apa kau benar tidak tertarik padaku?" Tanyanya lagi, Myungsoo hanya diam membiarkan wanita itu melakukan sesukanya. Toh, dia akan berhenti sendiri jika sudah lelah.
"Myungsoo-Kau tidak ingin menjadi kekasihku?"
Myungsoo menatap Sooji datar, meneliti wajah sayu wanita itu yang sedang berusaha untuk tetap terjaga meskipun dalam keadaan setengah sadar.
"Kau tidak ingin menjadi normal? Bisa mencintai seorang wanita?"
Sooji masih menyentuh wajah Myungsoo, mengusap kedua pipi pria itu. Matanya setengah terpejam saat tersenyum miris karena tidak mendengarkan jawaban apapun dari pria itu.
"Kita bisa mencobanya, kau mau mencoba?"
Alis Myungsoo mengerut saat Sooji bergeser dari hadapannya, wanita itu kemudian tersenyum lebar lalu membuka kancing kemejanya satu persatu membuat kedua mata Myungsoo melotot sempurna.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya menahan tangan Sooji, wanita itu benar-benar bodoh.
"Kita bisa mencobanya, aku yakin kau akan tertarik padaku setelah ini," Sooji menjawab dengan santai lalu menepis tangan Myungsoo dan melanjutkan aksinya.
Myungsoo menelan salivanya saat melihat Sooji melepas kemejanya. Ia memejamkan mata lalu memukul kepalanya keras.
"Kau benar-benar tidak tau malu. Pakai kembali bajumu!"
Sooji mengabaikannya, ia hanya tersenyum menarik tangan Myungsoo untuk menyentuh bahunya yang tidak berbalut apapun.
"Sooji-"
"Ayolah Myungsoo."
Myungsoo mendesah panjang lalu menggeleng, ia hendak beranjak dari ranjang namun wanita itu lebih sigap dengan menarik kemejanya sehingga membuat mereka terbaring di atas ranjang yang sama. Sooji tersenyum melihat wajah kikuk Myungsoo.
"Myungsoo?"
"Berhentilah-jangan mempermalukan dirimu."
"Kau tidak tertarik padaku?"
"Usahamu akan sia-sia."
Sooji tidak kehilangan akal, ia dengan cepat melepaskan kemeja Myungsoo membuat pria itu gelagapan. Bagaimana bisa ia tidak berkutik dihadapan wanita bodoh seperti Sooji? Seharusnya dengan tenaga yang dimilikinya ia bisa menepis tangan wanita itu dan segera pergi dari sana, tapi entah mengapa ia seakan tidak bisa melakukan apapun selain terus menolak wanita itu dengan ucapannya.
"Sooji berhentilah."
"Jangan menolakku."
"Jangan berbuat bodoh."
"Ayolah Myungsoo."
"Hei bodoh! Berhenti!"
Myungsoo akhirnya menjerit frustasi, dengan keadaan dirinya yang berada diatas tubuh wanita itu membuatnya merasa risih. Ia tidak suka situasi ini, tubuh mereka terlalu dekat dan ia tidak mampu untuk menjauhkan dirinya.
"Tidak-"
Setelahnya Myungsoo tercengang, kedua mata itu tiba-tiba tertutup dengan sempurna disertai dengkuran halus yang tercipta dari bibir Sooji.
"Ck, wanita yang menyusahkan."
Sooji mengerjap, ia menatap Myungsoo dengan wajah yang sudah pias, "tidak mungkin!"
Myungsoo menaikkan alisnya melihat Sooji menyembunyikan wajah di balik bantal sofa yang sudah berada dipangkuan wanita itu, ia tersenyum lalu mendekati Sooji berusaha menarik bantal itu.
"Hei-"
"Aku benar-benar melakukannya?" Bisik Sooji tidak percaya, ia benar-benar sangat malu jika harus menatap Myungsoo lagi. Bagaimana bisa ia melakukan hal yang memalukan seperti itu?
"Sooji-"
"Kau pasti senang bukan? Aku bertindak seperti wanita murahan."
Myungsoo mendesah lalu menarik tangan Sooji, membuat wanita itu mau tidak melepaskan bantal yang dipegangnya.
"Kau benar-benar pelupa ya?" Myungsoo terkekeh pelan, namun Sooji malah meringis. Ia menundukan wajahnya masih belum berani untuk menatap pria disampingnya saat ini.
"Hei, lihat aku-" Myungsoo menarik wajah Sooji untuk menatapnya, ia kemudian tersenyum saat menyadari bahwa rona di wajah wanita itu semakin terlihat, "kau lupa jika aku sudah mengatakan setuju?"
Sooji mengerjapkan matanya saat Myungsoo mengusap kedua pipinya yang merah, pria itu masih tersenyum menatapnya.
"Ka-kau setuju?" Myungsoo menganggukkan kepala kemudian memajukan sedikit wajahnya hingga bibirnya menyentuh bibir Sooji. Hanya sekilas.
"Aku mau menjadi kekasihmu bodoh!"
Myungsoo tersenyum sementara Sooji hampir pingsan untuk ketiga kalinya dihadapan pria yang sama.
###
TBC
Haluuu~ it's me 😁😁😁
Gimana masih ada yg nunggu gak??
Maapin diriku ya 😅 kemarin izinnya hiatus cuma 2 mingguan eh malah keterusan 2 bulan 😂😂😂
Tapi sekarang aku udah bebas loh, udah jdi pengangguran 😣 seperti janji dulu aku bakal balik kalau udah jadi pengangguran ✌✌✌
Tapi sekarang pelan-pelan ya comebacknya, aku masih dalam masa pemulihan pasca hiatus. Tau sendiri cari ide buat nulis lagi setelah beberapa waktu berhenti itu susah 😢😢😢 jadi jangan berharap aku udah bisa langsung gas full yaa 😅
Ini dulu jadi pemanasan, untuk cerita sebelah aku ngumpul" ide dulu ya 😉
Btw cerita ini masih kalian ingat kan? Kalau gak balik deh ke part sebelumnya 💪💪💪
Thank.xoxo
elship_L
.
.
-19'Nov'16-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top