Part 10

Enjoy 😁
______

Sooji tersenyum puas saat melihat penampilannya di cermin, ia sengaja menggunakan gaun malam terbaiknya demi untuk memikat Myungsoo yang baru beberapa hari lalu telah resmi menjadi kekasihnya.

Mengingat hari itu, ia tertawa pelan. Merutuki betapa bodoh dirinya melakukan tindakan yang sangat nekat, tetapi semua itu berbuah manis-karena Myungsoo akhirnya menyerah dan mau menerima tawarannya.

"Sooji, kenapa lama sekali?"

Wanita itu tersentak dari tempatnya saat mendengar pekikan serta gedoran tidak sabar dari pintu kamarnya, ia berdecak merutuki sang pelaku.

"Ya, sebentar." Serunya mengecek tampilannya sekali lagi, kemudian mengambil tas kecil yang telah ia siapkan diatas ranjang lalu berjalan menuju pintu dengan perasaan sedikit gugup. Berharap pria yang sedang berdiri dibalik pintu kamarnya akan terkesima melihat penampilannya saat ini.

"Ck, aku tidak mengerti mengapa para wanita membutuhkan waktu berjam-jam hanya untuk mengenakan sehelai kain itu!"

Hati Sooji mencelos seketika saat mendapat sambutan yang sama sekali tidak diharapkannya dari pria itu, bukannya tatapan penuh kekaguman melainkan gerutuan dengan wajah kusut yang menyambutnya.

"Ayo." Wajahnya kini melongo tidak percaya, pria itu benar-benar mengabaikan usahanya untuk bisa tampil luar biasa cantik malam ini. Lalu apa gunanya ia berendam selama berjam-jam, merawat tubuhnya seharian ini dan menggunakan gaun terbaiknya jika untuk melihatnya saja Myungsoo merasa enggan?

"Myungsoo!"

"Ishh, dasar bodoh."

Ya, beginilah seharusnya. Mereka sepasang kekasih, tetapi bertindak seperti kucing dan tikus yang selalu bertikai jika ada kesempatan. Myungsoo memang menerima tawarannya untuk menjadi kekasihnya, tapi jangan harap pria itu memperlakukannya layaknya seperti seorang kekasih.

Contohnya seperti saat ini, Sooji hanya berdecak melihat Myungsoo berjalan tidak peduli menuju mobil. Pria itu bahkan tidak mau repot-repot menunggunya yang tertinggal dibelakang.

"Myungsoo tunggu dulu!"

Pria itu berdecak keras dan berhenti, menoleh untuk menatap wanita itu. Yang katanya adalah kekasihnya.

"Ada apa lagi?"

"Kau ini benar-benar tidak tau manner. Cepat bukakan pintu mobil untukku," Sooji mengomel seraya menarik lengan Myungsoo untuk menyebrangi mobilnya hingga kepintu penumpang.

"Untuk apa? Kau bisa membukanya sendiri." Myungsoo mendengus menolak melakukan hal yang diminta oleh Sooji, membuat wanita itu mau tidak mau memukul kepala kekasihnya.

"Eishh! Katanya mau normal! Sekarang buka pintunya."

Myungsoo mencibir sambil mengusap kepalanya, ia tidak menyangka jika Sooji adalah seorang bar-bar. Sebenarnya ia sudah tau jenis wanita apa Sooji sejak pertama bertemu, tapi brutal bukanlah sifat yang ia sangka-sangka akan ada dalam diri Sooji.

Ia akhirnya membuka pintu dengan hentakan membuat Sooji tersenyum lebar lalu masuk ke dalam mobil dengan gerakan anggun.

"Thank you."

"Xk, dasar wanita." Myungsoo menutup pintu dengan kesal lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

"Jangan cemberut begitu kalau disamping kekasihmu, setidaknya berikan senyum manismu." Sooji menegur, Myungsoo hanya melirik tajam dengan ujung matanya kemudian mendengus.

"Jangan mendikteku, kau benar-benar menyebalkan."

Sooji hanya terkekeh saat mendengarkan balasan Myungsoo yang teramat ketus padanya, ia sudah terbiasa dengan itu jadi sama sekali tidak ada rasa nyeri saat mendengar makian Myungsoo padanya. Dia malah berpikir jika begitulah cara Myungsoo menunjukkan perhatiannya pada Sooji. Aneh? Tentu, hubungan mereka memang sangat aneh. Tapi Sooji menyukainya. Sangat.

"Jadi kita akan ke pernikahan siapa?"

"Berisik, tidur saja biar aku bisa konsentrasi menyetir."

See? Sooji bahkan tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk melakukan percakapan yang normal pada kekasihnya. Karena setiap kalimat yang terucap dari bibirnya selalu dibalas dengan kalimat tajam Myungsoo.

"Lebih baik tidak usah pacaran kalau kau terus memarahiku," gerutu Sooji dengan suara pelan, namun Myungsoo mendengarnya.

"Jangan bicara sembarangan. Sudah syukur aku menerimamu."

Sooji hanya menggeleng lalu melempar pandangannya keluar jendela. Myungsoo benar-benar masih jauh dari kata normal. Dan ia harus memiliki stok kesabaran yang lebih besar dari sebelumnya.

#

"Wow-"

"Ck, berhenti menatap mereka seakan-akan kau akan menyantapnya sekarang juga Sooji!"

Sooji mengerjapkan mata lalu menoleh kesamping, melihat wajah tertekuk Myungsoo. Ia kemudian terkekeh kecil lalu merangkul lengan pria itu.

"Jangan cemburu sayang, aku hanya menikmati pemandangan yang ada," ucapnya dengan nada manja yang dibuat-buat membuat Myungsoo mengernyit jijik lalu melepaskan rangkulan Sooji darinya.

"Berhenti bercanda, ayo kita harus bertemu dengan temanku."

Sooji mencibir, mengikuti langkah Myungsoo yang sudah jalan terlebih dahulu. Sesekali ia melirik pria-pria asing yang berada di dalam ruangan itu. Yep, sejak awal masuk ke dalam ballroom Sooji sudah terkesima dengan lautan pria tampan yang seketika membuat matanya lebih segar.

Mungkin teman Myungsoo adalah seorang yang berdarah campuran atau mungkin pasangannya, entahlah, tapi Sooji tidak menyesal untuk ikut bersamanya malam ini. Setidaknya ia bisa mencuci mata didalam ruangan itu.

"Awas tersandung! Mata jangan jelalatan." Mendengar teguran itu Sooji hanya tersenyum, Myungsoo memang selalu mencelanya tapi ada kalanya disetiap celaan tersebut tersirat sesuatu yang selalu mengingatkannya bahwa mereka memang benar-benar sepasang kekasih.

"Masih saja cemburu," bisik Sooji pelan dengan gelengan kepala. Dia tertawa kecil menyadari tingkat kepercayaan dirinya yang begitu tinggi. Semua orang tau Myungsoo bukannya cemburu, tapi tidak masalahkan jika ia menganggap seperti itu? Toh, mereka sudah resmi berhubungan jadi cemburu bukanlah hal yang tabu untuk mereka rasakan.

"Sooji, jalanlah lebih cepat jangan lelet."

Sooji tersadar dari lamunannya kemudian menyajarkan langkahnya bersama Myungsoo, saat mendekati tempat dimana mempelai berada Myungsoo meraih tangan Sooji untuk ia letakkan dilengan kanannya.

Sooji terpaku sejenak kemudian tersenyum lebad, mengeratkan pegangannya dilengan Myungsoo.

"Myungsoo, kau datang."

Gerry tersenyum melihat Myungsoo menghampirinya, ia memperkenalkan istrinya pada pria itu kemudian beralih menatap wanita yang berdiri disamping Myungsoo.

"Ini-"

"Bae Sooji-" Myungsoo memotong ucapan Gerry dan menatap pria itu dengan pandangan penuh arti, Gerry tersenyum lalu memandang Sooji, menilai wanita itu.

"Hai, kenalkan aku Gerry. Teman Myungsoo, dan ini istriku," Gerry mengulurkan tangannya hendak menyalami Sooji, wanita itu melirik Myungsoo sebentar kemudian menerima uluran tangan Gerry kemudian menyalami istri Gerry.

"Bae Sooji, umm-"

"Dia kekasihku."

Sooji terkejut saat mendengar pengakuan Myungsoo akan status dirinya, ia menoleh pada pria itu yang tersenyum lebar menatap kedua pengantin.

"Oh? Itu bagus. Kau benar-benar hebat Sooji, bisa menaklukan pria berhati besi ini," Gerry tersenyum lebar lalu menatap Sooji yang hanya tersipu karena ucapannya.

"So, nikmati acara kami. Maaf tidak bisa menyambutmu lebih lama, kalian tau tamu malam ini cukup banyak," Gerry berucap memberi pandangan minta maaf pada Myungsoo, pria itu tersenyum dan mengangguk mengerti.

"Tidak masalah, sekali lagi selamat atas pernikahanmu. Aku mendoakan yang terbaik untuk kalian."

Setelahnya mereka berdua menjauhi kedua mempleai, tangan Sooji masih memegang lengan Myungsoo.

"Jadi aku benar kekasihmu ya?"

Sooji bertanya, Myungsoo mengerutkan keningnya menatap wanita itu sejenak kemudian kembali menatap ke depan. Mereka telah duduk dimeja yang telah disediakan untuk para tamu undangan.

"Pertanyaan bodoh," ucapnya pelan sembari menyesap anggur putih, Sooji mencibir meraih gelas anggur yang lain.

"Bei, itu milikku!" Sooji memekik saat baru saja ingin meminum anggurnya, gelas tersebut sudah berpindah tangan.

Myungsoo menatapnya tajam, menjauhkan gelas anggur itu dari jangkauannya.

"Kau mau pingsan lagi?" Myungsoo menggelengkan kepala, "jangan minum alkohol, aku lelah melihatmu selalu pingsan dihadapanku."

Sooji meringis, wajahnya cemberut mendengar omelan Myungsoo. Ya, ia memang salah satu orang yang sama sekali tidak tahan dengan yang namanya alkohol. Meskipun itu hanya setetes, dia akan tetap kehilangan kesadarannya. Terakhir ia pingsan saat mencium Myungsoo yang baru saja minum sebotol Jack's Daniel di club tempo hari dan berakhir melakukan hal yang sangat memalukan.

"Aku hanya ingin mencicipinya sedikit."

"Tidak ada. Aku akan mengambilkan minuman lain." Myungsoo menolak cepat lalu beranjak dari kursinya, "awas jika kau berani mencobanya!" Pria itu menatap tajam Sooji sebelum menghilang untuk mengambilkan minuman untuknya.

Sooji mendengus, menggerutu tidak jelas namun setelahnya ia tersenyum lebar dengan wajah memerah. Myungsoo sebegitu perhatiannya sampai tau bahwa ia memang tidak bisa mengkomsumsi alkohol sedikitpun.

Tiba-tiba hatinya menghangat, Myungsoo memang pria yang sangat aneh tapi keanehannya itu masih bisa membuat jantungnya bertalu dengan cepat.

"Ah, dasar bodoh."

###

"Myungsoo."

"Hmm-"

Sooji mendengus, mereka sudah pulang dari acara pernikahan teman Myungsoo. Dan sekarang mereka berakhir di sofa ruang tengah apartemen Sooji, tadi sempat terjadi perdebatan kecil diantara keduanya karena Myungsoo ingin pulang tapi Sooji melarang pria itu untuk pulang.

"Apa yang kau lakukan?" Wanita itu mendekati Myungsoo yang sedang duduk disofa dengan kaki yang berselonjor di atas meja kopi tepat didepan sofa, ia mengintip tab pria itu dan mendengus saat melihat grafik-grafik yang tidak dimengertinya.

"Ini weekend tapi kau masih bekerja?" Protes Sooji, Myungsoo mengabaikan wanita itu.

"Myungsoo-"

"Sebentar, aku hanya perlu mengecek beberapa hal," sahut Myungsoo tanpa mengalihkan perhatian dari tab membuat Sooji berdecak.

"Jadi, tadi itu teman kuliahmu? Kau kuliah di mana?" Sooji merapatkan dirinya pada Myungsoo dan menyelipkan tangannya dibelakang punggung pria itu kemudian melilit perut Myungsoo dengan satu tangannya.

Myungsoo mendengus tapi membiarkan wanita itu memeluknya.

"Dia seniorku, aku kuliah di Prancis."

"Benarkah? Itu sangat jauh. Kalian akrab ya?" Sooji bertanya lagi, kali ini ia menyandarkan kepalanya dipundak Myungsoo.

"Sooji-" Myungsoo menghela nafas lalu mematikan tabnya, Sooji adalah wanita pengganggu, "jangan mengambil kesempatan," gerutunya yang dibalas hanya dengan tawa kecil wanita itu.

"Jadi kalian akrab?"

"Entah, bisa dikatakan begitu. Kami dekat, hanya sebentar karena dia sudah lulus ketika aku berada ditahun keduan" jelasnya, Sooji menganggukan kepalanya mengerti.

"Begitu? Tapi aku rasanya istrinya tidak begitu menyukaimu," gumam Sooji menerka, mengingat saat berbincang tadi istri dari teman Myungsoo sedikit menatap sinis pada kekasihnya.

"Benarkah?" Myungsoo menunduk sedikit untuk melihat wajah Sooji, wanita itu mendongak dan mengangguk yakin, "hmm, itu wajar jika dia tidak menyukaiku," jawab Myungsoo pelan.

"Apa?" Sooji mengernyit, tidak mengerti dengan perkataan pria itu.

"Gerry, hum-kau tau, dia-" Myungsoo menggaruk kepalanya, tiba-tiba merasa kikuk. Ia tidak tau harus mengeluarkan kata-kata seperti apa untuk mengungkapkan hubungannya dan Gerry dimasa lalu kepada Sooji.

"Dia apa?"

"Itu, kami berdua sangat dekat. Dulu, dekat sekali-"

Sooji menatapnya bingung, tapi saat melihat raut wajah pria itu yang sedikit canggung ia seperti menangkap sinyal dari kata 'dekat sekali' yang ditekankan oleh Myungsoo tadi. Seketika matanya melebar tidak percaya.

"Oh tuhan! Dia? Kau-dia mantanmu?" Sooji menjerit, ia melepaskan pelukannya dan menatap horror Myungsoo. Pria itu hanya mendesah lalu menarik pundak Sooji untuk mendekat padanya lagi.

"Mau mendengar ceritanya tidak?" Tanyanya ketus, Sooji yang masih dalam keadaan shock itu hanya mengangguk kecil, "kalau begitu peluk lagi," gerutunya, bagaikan robot Sooji mengikuti perintah pria itu. Dia kembali memeluk Myungsoo namun dengan tubuh yang masih sedikit kaku.

"Dia yang membuatku sadar jika aku memiliki kelainan ini-"

"Oh, ja-jadi-"

"Sst, dengar dulu. Jangan memotongnya," sela Myungsoo menutup mulut Sooji, wanita itu diam dan menurut.

"Kami menjalin hubungan tidak lama, hanya 6 bulan. Setelahnya dia pergi dan mengatakan bahwa dia menemukan wanita yang berhasil merubahnya menjadi normal," Myungsoo mulai bercerita, Sooji diam menyimak meskipun dalam hatinya telah tumbuh puluhan pertanyaan tapi ia tetap menahannya.

"Aku marah, tentu saja. Saat itu aku berpikir dia yang membuatku seperti ini tapi dia juga yang meninggalkanku. Tiga bulan setelahnya aku kembali seperti semula, bertemu dengan orang-orang yang juga memiliki orientasi yang sama sepertiku dan menjalin hubungan lagi."

"Jadi, kau seperti ini semenjak kuliah? Bukan dari lahir?" Tanya Sooji akhirnya membuat suaranya, Myungsoo tersenyum miris dan menggeleng.

"Bukan, aku baru menyadarinya saat bertemu Gerry. Usiaku 19 tahun waktu itu," jawab Myungsoo, Sooji memejamkan matanya dan menenggelamkan wajahnya di dada Myungsoo, memikirkan pria muda yang berumur 19 tahun dengan tingkat emosi yang masih belum stabil menghadapi orientasi seksual yang berbeda dari remaja seusianya. Dia tau betapa kesepiannya Myungsoo saat itu.

"Maaf-"

"Hei, it's okay."

"Lalu apa yang terjadi setelah itu?" Sooji mendongak menatap Myungsoo, tatapan pria itu menerawang sebelum menjawab pertanyaannya.

"Aku melakukan aktifitasku seperti biasa sampai selesai kuliah, saat pulang ke Korea aku sempat tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa sampai aku bertemu Wonho."

Sooji menelan salivanya, Wonho.

Apa Myungsoo masih memiliki perasaan pada pria itu?

"Kami hanya dua minggu berkenalan dan setelahnya kita memutuskan untuk menjalin hubungan, bisa dikatakan dialah pasanganku yang paling lama. Dua tahun, hingga dia datang dan mengatakan akan menikah dengan pilihan orang tuanya, which is-Soojung, your friend."

"Dan sekarang aku di sini, sedang berpelukan dengan kekasih wanitaku. That's all. Ceritaku tamat." Myungsoo mengedikkan bahunya, Sooji sedikit tersanjung saat mendengar pengakuan Myungsoo untuk kedua kalinya. Mereka benar-benar sepasang kekasih.

"Myungsoo, boleh aku bertanya?" Bisik Sooji ragu, Myungsoo mengernyitkan alisnya lalu mengangguk kecil.

"A-apa kau masih memiliki perasaan pada-Won..ho?" Sooji memberanikan diri untuk menanyakan apa yang sedari tadi berkeliaran dikepalanya.

"Apakah itu penting?" Tanya Myungsoo balik saat menatapnya.

"Tentu saja penting, kita sepasang kekasih bukan?" Jawab Sooji mantap, Myungsoo terdiam tapi tidak mengalihkan pandangannya dari mata Sooji. Perlahan ia mendekat dan mengecup bibir kekasihnya.

"Aku tidak ingin berbohong dengan mengatakan perasaan itu sudah hilang, tapi aku yakin jika apa yang aku rasakan saat ini tidak sebesar dulu lagi terhadapnya. Entah apakah karena kau berhasil memperngaruhiku dan membuat perasaan itu perlahan menghilang atau karena hal lainnya." Jawaban Myungsoo membuat Sooji tersenyum, yah, siapa yang bisa memaksakan perasaan? Dia tau jika Myungsoo tidak mungkin begitu saja langsung menghilangkan perasaannya tapi ia juga sangat lega karena tau bahwa Myungsoo memiliki niat untuk melupakan perasaannya.

"Mau menginap?" Tanya Sooji tiba-tiba membuat Myungsoo berdecak lalu menoyor kening wanita itu.

"Benar-benar tidak tau malu," desisnya, tapi Sooji tersenyum dan semakin merapatkan dirinya dalam pelukan Myungsoo.

"Menginap ya? Ini sudah larut juga." Sooji memelas menatap Myungsoo, yang bukannya membuat pria itu terbujuk, tapi membuatnya mengernyit jijik.

"Jangan menatapku seperti itu," dengusnya, berusaha untuk melepaskan pelukan Sooji darinya. Tapi pelukan itu terlalu kuat.

"Myungsoo, menginap disini. Oke?" Pinta Sooji lagi, kini tangannya sudah membelit leher pria itu sehingga tidak mungkin baginya untuk menjauh. Myungsoo mendesah lalu mengangguk.

"Iya, iya-sekarang lepaskan aku."

Sooji tersenyum lebar, mengabaikan permintaan Myungsoo untuk melepasnya. Dia tanpa sadar bergerak keatas sedikit dan memberi kecupan dipipi pria itu.

"Asik! Tidur dikamarku ya?"

Myungsoo mendesah panjang lalu menggelengkan kepalanya. Menghadapi Sooji sama seperti menghadapi anak berumur lima tahun. Tetapi, tidak dapat dipungkiri jika ia cukup menikmatinya. Menikmati tiap momen bersama wanita itu.

"Iya."

Sooji memekik senang mendengar jawaban Myungsoo, melihat senyuman lebar Sooji membuat pria itu tidak dapat menahan keinginannya dan langsung mencium bibir Sooji.

"Ini milikku kan?" Tanya Myungsoo saat menjauhkan bibirnya sejenak, membiarkan Sooji pulih dari keterkejutannya atas ciumannya yang tiba-tiba.

"Sooji, ini milikku?" Tanyanya ulang, Sooji tersadar dan tersenyum lebar. Ia mengangguk kuat lalu menabrak bibir Myungsoo dengan bibirnya. Myungsoo tertawa dalam ciumannya, ia membuka akses untuk Sooji dapat menikmati bibirnya.

"Milikmu."

Mereka kembali berciuman, dalam dan hangat.

###

TBC

Thank.xoxo
elship_L
.
.

-26'Nov'16-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top