3 - TUGAS PERTAMA
Tidak pernah dalam hidupnya Arka menyesali apa yang telah dirasakannya dalam satu detik. Namun saat ini dia baru saja mengalami pengalaman itu.
Tadi saat dia melihat sosok yang tertimpa sinar matahari yang menangis karna sebuah buku, dia begitu terpesona akan kecantikannya. Namun saat sosok cantik itu tersadar dan berdiri di hadapannya dengan wajah yang ceria membuatnya menyesali apa yang ia pikir tentang gadis ini.
Dari senyumnya saja, Arka dapat menebak kalau gadis ini adalah tipe orang yang cerewet dan juga sok tau, dan Arka tidak suka itu.
“Tunggu, apaan maen mulai-mulai aja? Emang lo siapa?” tanya Arka.
“Kan udah gue bilang, gue Shaila dan gue yang akan bertanggung jawab sama tugas lo selama dua bulan di sini.”
“Emang lo tau siapa yang bakal dihukum di sini? Kali aja lo salah orang.”
Shaila menggeleng. “Nggak, Pak Rasyudin emang gak ngomong apa-apa soal siapa yang bakal dihukum di sini, tapi gue tau kalo itu lo.”
Arka mendengus. “Sok tau lo, udah kayak dukun aja.”
“Firasat gue 90% itu selalu bener. Dan lo juga bukan tipe orang yang mau injakkin kaki ke perpustakaan, bahkan saat lo dikejar sama musuh-musuh lo sekalipun, jadi gue yakin banget kalo itu lo, kak.”
Arka terdiam, untung orang yang saat ini ada di hadapannya saat ini adalah seorang perempuan, kalau laki-laki sudah pasti tak akan dibiarkan begitu saja oleh Arka.
“Beres kan?” tanya Shaila, gadis itu lalu menarik tangan Arka menuju area depan perpustakaan dekat pintu.
Arka melepaskan tangannya. “Gak usah pegang-pegang.”
Shaila tak menanggapinya, ia mengambil tumpukkan meja yang berada di area meja yang merupakan tempat data base siswa yang meminjam atau mengembalikan buku. Shaila memberikan tumpukkan buku itu pada Arka.
“Jadi tugas lo selama dua bulan ini tuh taro buku yang baru dibalikin sama siswa ke tempatnya. Gimana cara naronya?”
Shaila mengambil sebuah buku yang paling atas dan membaliknya ke samping. “Lo liat kertas ini kan? Ini tuh kodenya. Jadi kalo di sini tertulis C02 adalah rak ketiga dari baris kanan yang dimulai huruf A dan di row kedua dari rak itu. Ngerti kan?”
Shaila meletakkan kembali buku itu ke atas tumpukkan buku yang ada di tangan Arka. Gadis itu lantas mengambil tasnya. “Lo beresin yah, gue mau latihan voli tiga puluh menit aja, nanti gue balik udah harus rapi, oke?” Shaila berlari keluar, namun saat di pintu dia berbalik lagi. “Gue lupa bilang. Tugas lo cuma sampe jam setengah enam aja, abis itu lo bisa balik.”
Setelah mengatakan hal itu, Shaila lantas berlari keluar. Arka menatap pintu yang tadi dilewati Shaila dengan bingung. Sepertinya apa yang dipikirkannya tadi benar. Apa yang dipikirkan Pak Rasyudin mengirimnya selama dua bulan kepada orang seperti itu?
Oh benar! Tentu saja ini adalah trik dari lelaki yang seumuran dengan Papanya itu agar Arka luluh. Apa dia lupa saat ini sedang berhadapan dengan siapa? Tentu Arka tak akan memberikan apa yang dia inginkan. Lihat saja.
Arka menatap malas ke arah buku-buku yang saat ini ia pegang, setelah mendengus geli, lelaki itu melepaskan pegangan tangannya pada buku hingga benda mati itu terjatuh di lantai dengan suara kasar namun lembut.
Jangan dipikir Arka akan memberikan apa yang sang guru BK harapkan. Jika lelaki tua itu berpikir seperti itu, maka dia sudah salah besar.
*****
Para anggota klub voli membubarkan diri setelah pelatih sekaligus guru olahraga mereka memberikan briefing singkat tentang hasil latihan mereka tadi. Latihan tadi memang tidaklah se-intense saat tim voli sekolah SMA Bumi Putera akan memasuki semi final, namun latihan yang awalnya diperkirakan hanya menghabiskan waktu tigah puluh menit itu menjadi dua kali lipat lamanya karna ada saja kesalahan.
Shaila melangkahkan kakinya dengan membawa tas olahraga dan sebuah tempat minum berwarna biru muda menuju ruang perpustakaan. Sepuluh menit lagi dia sudah bisa pulang setelah sedikit membersihkan lagi perpustakaan.
Dia memang bukanlah penanggung jawab ruang yang jarang dimasuki oleh murid itu, penanggung jawabnya adalah siswi kelas tiga, namun karna siswi itu sudah mulai fokus belajar untuk ujiannya semester depan jadinya dia memilih mengundurkan diri menjadi penanggung jawab.
Dan Shaila yang kebetulan memang suka bersantai di perpustakaan –bukan untuk membaca buku melainkan tidur saat pelajaran yang ia tak sukai, menawarkan diri untuk menjaga perpustakaan namun bukan sebagai penanggung jawabnya.
Namun karna ia terus berada di perpustakaan membuatnya yang awalnya hanya dapat membaca daftar isi dari sebuah buku sebelum akhirnya tertidur jadi gemar membaca –terutama novel fiksi romansa.
Shaila tersenyum dengan lebar saat membuka pintu, aroma ratusan buku dari yang sudah berusia tahunan hingga buku yang baru dibeli sekolah sebulan lalu langsung menyeruak menyerang indera penciumannya.
“Gimana, kak, udah se—“
Ucapan Shaila menggantung di udara saat melihat suasana ruangan yang seharusnya sepi dan bersih itu menjadi berantakkan oleh buku-buku yang berserakkan di lantai.
“Apaan nih? Kak Arka kemana?” tanya Shaila pada dirinya sendiri.
Melihat buku yang berserakkan di lantai seperti itu membuat Shaila memiliki pikiran buruk. Bagaimana jika musuh kakak kelasnya itu datang dan menculik Arka saat lelaki itu sedang merapikan buku?
Shaila mengoreksi kekhawatirannya tadi yang langsung menjadi sebuah pikiran konyol karna dua hal. Satu; tentu saja musuhnya yang entah dari sekolah mana –karna tak mungkin Arka mempunyai musuh di sekolahnya sendiri yang tunduk padanya, tidak akan bisa masuk ke sekolahnya seenak mereka.
Kedua; sosok jangkung itu didapati sedang berbaring di atas kursi panjang di ujung lorong rak buku. Satu kaki jangkungnya terkulai di lantai karna kursi panjang itu tak dapat menampung tinggi badannya, kaki kanannya ia tekuk ke atas. Tangan kiri yang berada di atas perut dan lengan kanannya berada di atas dahinya. Tanpa melihatpun Shaila bisa tahu kalau lelaki itu sedang pulas.
Dengan kesal karna kekhawatirannya berakhir sia-sia, Shaila menghampiri Arka dan menendang bangku panjang tempat ia berbaring. Tentu saja Arka langsung bangkit secara tiba-tiba hingga kepalanya tersantuk bagian bawah meja di atasnya.
Arka meringis memegangi dahinya. “Arrghh... anjrit. Apa-apaan sih lo? Nyari mati yah?”
“Harusnya gue yang nanya, lo lagi ngapain?” balik Shaila dengan nada menantang, kedua tangannya berada di pinggang.
“Lo buta? Gue lagi tidur, bego.”
Shaila mendengus. “Lo bisa tidur saat tugas lo aja belum lo lakuin? Hebat banget yah jadi lo.”
“Berisik lo ah, kayak tukang obat.”
“Bodo, sekarang beresin tugas lo. Berantakan banget di depan.” Shaila menarik tangan Arka.
Arka menarik kembali tangannya yang ditarik paksa oleh Shaila. “Apaan sih, gak usah modus, jangan pegang-pegang!”
“Siapa yang modus? Beresin luar!”
Arka melirik jam sport berwarna hitam yang bernilai puluhan juta di tangan kirinya. Dengan sekali sentakkan, lelaki itu berdiri membuat Shaila yang berjarak hanya beberapa cm darinya jadi sadar betapa tingginya Arka –atau betapa pendeknya Shaila, yang membuat tubuh kecilnya hanya mampu menghadap dada tegat lelaki itu.
Shaila berdehem. “Udah cepet beresin, gue pengen pulang.” Ucap Shaila.
“Siapa yang bilang gue pengen beresin?” Arka menyampirkan tas gembloknya ke pundak kanannya.
“Lah,, lah.. lo mau kemana pake tas?”
“Pulang,”
“Kerjaan lo belum kelar.”
Arka memajukan wajahnya dan menunduk hingga berhadapan dengan wajah gadis kecil di depannya. “Bukan urusan gue.” Arka menegakkan tubuhnya. “Udah jam setengah enam yah, gue balik. Bye. Awas diculik genderuwo.” Arka melangkah pergi sambil mengayunkan tangan kirinya ke udara. “Anjrit, pala gue sakit.” Gerutu Arka sambil lalu.
Shaila menatap punggung Arka tanpa bisa bicara apa-apa. Kenapa lelaki itu terlihat tidak merasa bersalah sama sekali karna tak mengerjakan tugasnya? Dan hal itu membuat Shaila jadi tambah kesal.
“IIIHHH.... DASAR TIANG LISTRIK JELEK!!” teriak Shaila saat sudah menemukan suaranya. “Gak pantes banget gue panggil kakak, najis. Ogah gue panggil kakak lagi.” Omel Shaila.
Mau tidak mau gadis itu harus merapikan buku-buku itu sendiri. Apa ini hal yang dimaksud guru BK nya waktu itu? Shaila jadi memutar balik peristiwa saat guru yang ia anggap berwibawa itu memanggilnya ke ruang BK dan meminta bantuannya untuk mengawasi seorang anak yang akan dihukum, walau lelaki itu tak menyebut siapa orangnya, namun beliau sudah memperingati Shaila.
“Anak ini bukan anak sembarangan yang akan tunduk pada perintah dari orang lain, jadi kamu harus ekstra sabar menghadapinya. Anak ini juga sangat suka bikin onar, tapi bapak yakin kamu bisa mengatasi hal itu kan? Bapak percaya sama kamu.”
Jika sudah diberi kepercayaan dari guru panutannya, Shaila mau ngomong apa? Seharusnya dari awal dia sudah tau bahwa tugas ini tidak akan mudah jika guru BK yang memiliki wewenang untuk menghukum murid saja sudah angkat tangan mengatasinya.
Baiklah. Shaila tak akan menyerah sampai di sini, dia akan terus berusaha sampai lelaki itu dapat mengerjakan hukumannya selama dua bulan ke depan dengan baik. Dan juga karna seorang yang memiliki nama di sekolah meminta bantuan langsung darinya, dia tak akan mengecewakan guru BK panutannya itu. Tak akan.
*****
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top