part 34

"Apa yang gue lakuin bener, kan?" Aku mencermati sepasang alis milik Diandra yang terangkat ke atas usai mendengar sejumlah pemaparan soal percakapanku dengan Wang Lei saat makan siang kemarin.

"Ya." Gadis itu mengangguk dan nyaris membuatku lega karena ia membenarkan apa yang sudah kulakukan pada Wang Lei. "Mungkin menurut lo itu bener, Re. Tapi buat gue itu salah besar. Sebuah kesalahan fatal yang nggak bisa dimaafkan dan lo jangan pernah berpikir untuk menyesalinya, okay?" Ia menatapku dengan pandangan mengerikan.

Aku terperangah mendengar untaian kalimat yang mengalir lancar dari bibir Diandra. Eh, tapi ke mana gadis itu? Di saat aku tertegun merenungkan hasil pemikirannya, Diandra malah kabur begitu saja.

"Jadi, di mana letak kesalahan gue?" Aku mengejar langkah-langkah Diandra dan berusaha mensejajarkan tubuh kami. Arahnya menuju ke toilet, sih.

Diandra memberi jeda sejenak pada gerakan kakinya. "Kesalahan lo adalah menyia-nyiakan kesempatan," tandasnya dengan menatap wajahku. "Cinta nggak datang setiap hari, Re. Lo tahu, bahkan ada yang puluhan tahun menanti seseorang dalam hidupnya. Dan kesempatan itu datang dari kembaran Baekhyun. Ups, sorry. Gue lupa kalau lo nggak suka gue banding-bandingin dia sama Baekhyun. Menurut gue lo tuh bego, tahu nggak?"

Idih, sadis. Kata-kata pedas Diandra langsung membuat semangatku terjun bebas ke dasar lantai. Apa benar aku sudah melakukan kesalahan besar dengan mengabaikan perasaan Wang Lei?

"Tapi sejujurnya gue nggak yakin sama perasaan dia, Di. Juga perasaan gue." Aku berusaha membela diri dan menatap Diandra penuh permohonan. Sekali ini saja bisakah dia mengerti?

"Lo bakalan tahu seserius apa perasaan dia kalau lo ngasih kesempatan sama dia, Re. Nah, lo aja nggak ngasih kesempatan, gimana lo bisa tahu gimana perasaan dia."

Begitukah?

"Semua ini terjadi karena Oma, Di. Jadi, apa yang terjadi di antara kami bukan sesuatu yang alami. Mana mungkin ada ketulusan di dalamnya?" Aku ngotot mengajukan hasil pemikiranku. Tapi, gadis itu malah menyeringai.

"Omongan lo kayak di sinetron aja, Re." Diandra melengkungkan senyum angker. "Gue mau ke toilet sekarang, lo tungguin aja di kantor, okay?"

Aku melenguh sembari menatap punggung Diandra yang bergerak dengan ritme tertentu. Targetnya adalah pintu toilet.

"Eh, Di!" Aku menggerakkan kedua kakiku demi mengejar langkah Diandra. Gadis itu sudah terlanjur menghilang di balik pintu toilet. "Diandra!" Teriakanku menggema di segenap penjuru toilet. Untungnya tempat itu sepi.

"Lo jangan teriak-teriak kayak orang gila gitu, Re!" Gadis itu balas berteriak dari dalam salah satu bilik WC yang sudah terkunci rapat.

"Gue nggak yakin sama perasaan gue, Di," ucapku setelah beberapa saat kemudian. Aku berdiri beberapa jengkal dari pintu bilik yang ditempati Diandra. "Gue sama sekali nggak yakin akan nyaman menjalani hubungan sama dia. Lo tahu, gue merasa gue ini adalah pilihan acak yang ditunjuk Oma untuk jadi pacar  cucunya. Dan karena cucunya sangat menyayangi neneknya, maka dia akan menuruti semua kehendak cucunya. Itu kan nggak alami, Di. Nggak masuk akal menurut gue," ocehku panjang lebar. Kuharap Diandra juga mendengarnya meski sedang melakukan sesuatu di dalam sana.

"Lo emang bener, Re."

Busyet. Gadis itu mendadak menyahut dan tahu-tahu sudah berdiri di sebelahku.

"Kisah lo itu kayak iklan," lanjut Diandra seraya melangkah ke wastafel lalu mencuci kedua tangannya.

"Maksud lo?" sahutku dengan kening penuh kerutan tajam. Mentang-mentang kami bergelut di dunia periklanan, lalu ia seenaknya saja menyamakan kisah hidupku dengan iklan.

"Lo tahu, iklan itu hanya berdurasi selama beberapa detik aja, kan? Tapi banyak cerita yang disampaikan oleh iklan dalam waktu sekian detik. Kehadirannya cuma lewat doang, bikin orang surprised lalu menghilang. Sama kayak Wang Lei-lo itu. Dia cuma mampir sebentar dalam hidup lo, memberi kejutan, bikin hati lo kalang kabut, lalu pergi deh." Tangan Diandra yang masih basah mengibas pelan di ujung kalimatnya. "Sekarang biarin dia pergi daripada lo ngayal yang nggak-nggak. Lagian lo juga nggak yakin sama perasaan lo, kan?"

Aku terkesima mendengar penuturan Diandra yang panjang. Padahal sebelumnya ia sempat memakiku dengan kata 'bego', tapi sekarang berubah 180 derajat.

"Bukannya lo tadi bilang harusnya gue ngasih dia kesempatan?" tanyaku agak terbata.

"Emang. Tapi semuanya udah selesai, kan? Lo udah mutusin kalau lo nggak akan menjalin hubungan sama dia sementara lo sendiri nggak yakin sama perasaan lo. So, apa yang lo mau lakuin sekarang? Mau ngerubah keputusan lo?"

Aku menggeleng.

"Gue rasa, gue perlu cuti beberapa hari," gumamku seraya mengekor langkah Diandra keluar dari toilet.

"Daebak!" Gadis itu menjerit keras. "Hanya karena masalah gini aja lo mau minta cuti, heh?" Diandra mengguncang lengan kananku yang menggantung lemah.

"Kenapa? Lo mau ikut?" lirikku curiga.

"No. Gue mau ambil cuti kalau gue nikah sama Banyu," tolaknya dengan mengajukan alasan sempurna. "Gue maklum kalau lo minta cuti pas putus dari Danang, Re. Tapi ini nggak masuk akal. Bahkan lo belum jadian sama Bos Wang Lei. What's the matter?"

Aku melebarkan kedua mataku saking kesalnya melihat reaksi Diandra. Sahabatku itu sama ceplas-ceplosnya denganku, tapi kadang-kadang aku masih tersinggung dengan ucapannya.

"Ummm.... Gue cuma pingin me-refresh otak aja, Di." Aku mencari alasan yang enak didengar telinga. Siapa tahu Diandra ikut tertarik.

"Emang otak lo kenapa perlu di refresh segala?" sindirnya cepat.

"Ya, ampun, Di. Sekali waktu gue boleh dong liburan ke tempat yang adem, sejuk, banyak bunganya. Di Jakarta udah padat banget polusinya bikin stres, tahu nggak?"

"Sama aja, Re. Ntar abis lo liburan, balik ke Jakarta, stres lagi. Malahan bisa-bisa dobel stres karena kehabisan duit," seloroh Diandra sambil bergidik.

"Kan ada lo, Di. Gue kan bisa minjem duit sama lo," timpalku enteng tanpa beban.

"Dasar!" makinya sambil mendorong bahuku.

Aku hanya terkikik melihat ekspresi melas yang ditampilkan Diandra. Itulah gunanya sahabat, Di. Aku membatin sambil merangkul pundak gadis itu ke ruangan tim kreatif kami.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top