Extra Part

"Apa kabar? Lama kita nggak ketemu," sapa Pak Sasongko yang baru saja tiba di meja kami. Laki-laki itu menjabat tangan Wang Lei dan aku bergantian. Secercah senyum hangat ia pamerkan.

"Baik. Silakan duduk," jawab Wang Lei. Sementara aku hanya sesekali mengulas senyum tipis sebagai basa basi dan ramah tamah. Setidaknya kita harus memasang wajah cerah di depan klien, kan?

"Saya dengar Anda pergi ke Taipei. Kapan tiba?" Pak Sasongko melontarkan basa basi sebelum menuju ke topik pembicaraan.

"Seminggu yang lalu. Ada pekerjaan di sana. Oh, ya, bagaimana kabar Pak Sasongko dan keluarga? Sehat?"

Pak Sasongko menderaikan tawa panjang mendengar pertanyaan Wang Lei. Apa mungkin karena laki-laki itu menyinggung kabar keluarga Pak Sasongko?

"Baik, sangat baik. Saya dan keluarga baik-baik saja," tandas laki-laki itu masih dengan senyum terukir di bibir.

Aku hanya bisa menggerutu dalam hati. Kapan basa-basi murahan ini akan berakhir? Masa bodoh. Yang penting aku dalam kondisi aman sekarang. Pak Sasongko tidak akan berani menggoda atau bercanda sekalipun denganku.

"Konsepnya bagus. Saya suka. Mbak Renata ini memang paling jago kalau disuruh membuat iklan," tandas Pak Sasongko setengah jam kemudian. Tangannya masih menggenggam erat map berisi konsep iklan yang kuberikan padanya. "Saya memilih perusahaan iklan yang tepat," kekehnya sambil melirik ke arahku. Membuatku harus bergidik geli. Ya, ampun!

"Oh, ya. Ada satu hal yang ingin saya beritahukan pada Pak Sasongko," ucap Wang Lei dengan tatapan mata mengarah ke wajah Pak Sasongko. Aku yakin jika ia sedang mengawasi gerak-gerik laki-laki genit itu.

"Apa itu?"

"Kami berdua akan menikah dalam waktu dekat."

Aku tercekat bukan kepalang mendengar pernyataan Wang Lei barusan. Kepalaku menoleh seketika ke samping. Demi apa ia bisa mengatakan hal itu pada Pak Sasongko? Bahkan Wang Lei sama sekali tidak pernah mengatakan apapun padaku sebelumnya. Oh, atau jangan-jangan ini hanya gurauannya saja agar Pak Sasongko berhenti menggodaku. Tapi ini keterlaluan namanya. Okay, kalau Wang Lei bilang kami hanya sekadar pacaran, aku masih bisa terima. Tapi ini? Daebak! Harusnya ia tidak main-main dengan kata-kata 'menikah'.

"Oh, ya? Benarkah?"

Tanpa melihatpun, aku sudah tahu bagaimana raut wajah Pak Sasongko. Laki-laki itu pasti terkejut setengah mati. Dan juga kecewa mendengar kalimat Wang Lei.

"Ya. Selama tiga bulan di Taipei, saya sadar kalau saya benar-benar menyukai Renata," ulas Wang Lei dengan kepala memutar ke arahku. Ekspresi wajahnya tampak sangat serius dan mengundangku untuk segera menendang kakinya. Jangan bercanda sejauh ini, Lei!

"Oh, begitukah?" Pak Sasongko cengar-cengir. Laki-laki itu terlihat salah tingkah. "Mbak Renata memang manis dan punya kepribadian yang unik. Pantas saja kalau Anda sangat menyukainya."

"Tentu."

Ya, ampun. Stop it, Lei! Batinku berteriak-teriak sendirian. Tapi sayangnya bibirku hanya bisa terkunci dengan rapat. Bagaimana cara menghentikan kegilaan ini, hah?

"Baiklah. Kalau begitu saya ucapkan selamat untuk kalian berdua. Saya harus pergi karena ada urusan."

Yeah, aku dan Wang Lei membiarkan laki-laki itu pergi dari hadapan kami. Toh, tidak ada gunanya mencegah Pak Sasongko. Lebih baik ia segera menyingkir dan aku bisa mencecar Wang Lei habis-habisan.

"Kenapa kamu bilang kalau kita akan menikah dalam waktu dekat?" protesku dengan sepasang mata melotot. Pak Sasongko sudah menghilang dari pandangan dan aku yakin laki-laki itu sudah melesat pergi dari area parkir cafe dengan mobilnya.

"Kenapa? Kamu nggak senang kalau kita menikah?" Laki-laki itu membalas dengan melebarkan sepasang matanya. Tapi sekeras apapun ia berusaha melakukannya, tetap saja mataku lebih lebar dari miliknya.

"Apa? Emangnya kita akan menikah?" tanyaku setengah berseru.

"Ya. Aku ingin menikah denganmu secepatnya, Re."

"Tapi kamu belum meminta persetujuanku, Lei."

"Kenapa harus minta persetujuanmu? Memangnya kamu nggak setuju?"

Mulutku terdiam beberapa saat. Aku perlu menarik napas dan menyesuaikan diri dengan atmosfer di dalam cafe yang mulai memanas.

"Bukannya aku nggak setuju, Lei. Tapi ini terlalu cepat..."

"Hei," Wang Lei meraih tanganku dan menggenggamnya erat. "bukankah lebih cepat lebih baik?" Laki-laki itu mengerling manja.

"Lebih baik apanya?" sungutku sembari mengalihkan wajah yang mulai menghangat. Sumpah, aku merasa salah tingkah saat sepasang mata Wang Lei terus-terusan menatapku.

"Ya lebih baik kita menikah daripada pacaran. Kamu juga sudah menerima cincin dari Oma, kan?" Wang Lei mengingatkan perihal cincin itu. Ya, kenapa aku jadi sebodoh ini? Secara tidak langsung Oma sudah melamarku untuk Wang Lei, kan?

"Tapi Lei..."

"Aku akan memberitahu kedua orang tuaku soal ini," potong Wang Lei cepat sebelum aku mencari segudang alasan untuk menunda-nunda rencana pernikahan kami.

"Kamu serius?"

"Astaga, Re." Wang Lei mendengus cukup keras sambil melotot padaku. "Kamu masih meragukanku sampai detik ini?"

Aku hanya tersenyum kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan laki-laki itu. Sejujurnya rasa ragu di dalam dadaku sudah menguap sejak tadi dan berganti dengan rona-rona bahagia. Tapi, aku masih tidak percaya pada kenyataan bahwa aku akan menikah dengan Wang Lei. Daebak! Diandra harus segera diberitahu soal ini. Gadis itu pasti akan melompat dari tempat duduknya jika tahu Baekhyun jadi-jadian itu akan menikah denganku.

"Aku sangat bahagia, Lei. Sampai-sampai aku nggak percaya jika ini adalah kenyataan."


--------------------TAMAT----------------------

Cerita ini selesai ditulis pada: 20 Oktober 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top