Memoir 7: Too Tired But Depressed

Masa Sekarang, Mansion Moriarty, Durham, Inggris, pukul 10:26

Kunjungan William dan Sherlock hari itu pun hanya mendapatkan ruangan kosong seperti tidak berpenghuni. Mansion besar milik keluarganya sudah dibersihkan, tidak ada lagi tempat berantakan seperti sebelumnya. Namun ternyata 'tuan rumah' di sana tidak memperdulikan keadaan itu. 

Beberapa pelayan yang sudah bersiap setiap waktu menyapa keduanya, menggantung jas dan mengambil mereka camilan. 

Amplop coklat tebal berisi dokumen dan berkas dibiarkan diam di atas meja kopi, William butuh waktu bernafas saat semua potongan misteri perlahan berkumpul dalam kepalanya. Dua malam manik delimanya tidak terpejam, dan dirinya memang mendapatkan hasil. Namun ada kala keberhasilan itu tidak membuat William senang. 

Suguhan aroma teh dari cangkir yang diberikan Sherlock menyapa indranya. Dengan senyum,  agaknya dipaksakan, William menerima lalu menyeruput cairan hangat kesukaannya. 

'Tidak sama, bahkan jauh dibawah standar buatannya,' batinnya melangsa pahit walau dia terus meminum, tenggorokannya terasa kering akibat dua teko besar kopi sejak semalam. 

"Istirahatlah dulu, Louis pasti belum mengeluarkan batang hidungnya sampai jam makan siang nanti," saran Sherlock melihat pemuda pirang lebih lelah dari biasanya. 

Sherlock sendiri tidak bisa menyangkalnya. Dia memang tergila-gila dengan kasus kriminal. 

Dan kasus yang melibatkan sahabatnya sebagai korban? Apalagi korban di sini adalah 'korban kematian' bukan 'korban kambing hitam dari pelaku' seperti kejadian beberapa tahun lalu. Sherlock tidak sedingin yang kalian kira. 

Dia stress, dia marah, dia sedih. Kehilagan sahabat satu-satunya yang telah menemani, mendukung, serta menyemangatinya bukan sebuah kisah yang akan Sherlock lupakan sampai dia sendiri mati hingga bertemu kembali dengan sahabatnya itu. 

Mungkin John akan memukulnya lagi seperti saat dirinya ditangkap kepolisian. Sungguh kenang-kenangan yang indah. 

"Kau juga istirahat, wajahmu akan ditertawakan zombie saking miripnya dengan mereka," William menyandarkan punggung ke sofa, mengangkat lengannya dan menutup mata. 

"Kalau begitu bukan hanya saat ini saja aku ditertawakan," Sherlock pun ikut duduk di sofa seberang, dia mengambil cangker teh dan mulai menghabiskan isinya. 

Dalam keheningan itu pikiran mereka bergejolak, memencar pada petunjuk yang telah ada sampai saat ini. Tiap kemungkinan diperhitungkan dengan teliti, namun rasanya masih ada saja kejanggalan menyergap. 

Pada angannya, Sherlock membayangkan suasana apartemen milik sang sahabat, ruangan yang tidak terlalu besar tapi tidak kekecilan hingga dikatakan sederhana. Pekerjaan mereka belakangan itu lancar hingga kenikmatan uang perlahan terasa. 

Ada seduhan teh hangat dan biskuit dalam lanjutan khayalannya, dan Sherlock yakin itu buatan Louis. Kedua orang dalam ruang tamu kelihatan bercengkrama bahagia, mungkin membicarakan rencana mereka besok pagi. Tak lama Louis menghilang dari pandangan, dia sepertinya pergi ke dapur untuk menyiapkan camilan lain, sedang John terlihat bersantai dengan ponselnya. 

Beberapa saat kemudian barulah detik-detik menenggangkan terjadi, dimana raut gusar dari John memicu pertanyaan Louis. John yang mengatakan dia baik-baik saja dan meminta Louis segera pulang agar bisa berangkat pagi. 

Baru proses yang Sherlock yakini adalah pembunuhan John perlahan terjadi. 

"Kepalamu terlihat berasap, Mr. Holmes." 

Suara pelan dari William menarik dirinya dari lamunan panjang, yang Sherlock akui baru kali itu dia tidak menyukai gambaran pikirannya sendiri. 

"Biarlah berasap, asal masalahnya bisa selesai."

"Kau masih saja aneh ketika banyak pikiran."

"Kupikir hanya profesor saja yang suka bertingkah aneh saat dia banyak pikiran." 

"Tidak lucu, Mr. Holmes."

"Aku tidak bercanda."

Detingan jam menggema mengisi hening dadakan. Tiap rol film yang terputar dipaksa keduanya terpotong, bukan karena tidak bisa membayangkan, melainkan terlalu sedih bila memikirkan akhir dari gambaran panjang itu. 

Bukan mau keduanya menenggelamkan diri dalam lara ini, namun mereka tau dengan jelas bila posisi sesungguhnya untuk marah telah ditempati oleh korban yang sesungguhnya. 

"Kira-kira, Louis ada di mana sekarang? Anak itu, dia kehilangan tempat berpegangnya, aku takut dia tidak melihat jalan lalu mengabaikan sekitarnya," desah panjang William mau tak mau menuai kekehan ringan dari Sherlock. 

"Liam, jangan terlalu khawatir begitu. Louis bukan lagi anak kecil, walau dia linglung seperti kucing kelaparan dia akan baik-baik saja," di sambung dengan tawa yang menghangatkan suasana. Mungkin Sherlock benar, dia seharusnya tidak berpikir lemah seperti itu. Louis adiknya bukan orang yang mudah tersesat, dan William jauh yakin bila ini hanya masalah waktu sampai adiknya 'kembali' lagi. 

"Bukannya kucing akan menjadi ganas bila dia lapar? Dan lagi, kau akan 'dicakar' Louis kalau dia mendengarnya, Mr. Holmes."

Percakapan keduanya berakhir dengan ringan, menghabiskan secangkir teh sambil menunggu jarum jam selesai berputar. 

***

Masa Sekarang, Durham, Inggris, pukul 09:45

Di saat yang bersamaan, orang yang menjadi topik hangat oleh Sherlock dan William masih menatap kosong pemandangan berantakan di hadapannya. Tempat yang seharusnya dipenuhi warna dan tawa ria kini hanya tergambarkan dengan muram dan nihil kehidupan. Debu yang berterbangan tidak ada bedanya dengan abu dari dinding beton mengelupas. Bau karat menyengat seakan tidak terhirup sama sekali. 

Pengeras suara yang dulu menyumbangkan lagu sekarang hanya berandalkan gumaman pelan dari belahan bibir pucat dan pecah-pecah, seakan orang ini tidak lagi memperdulikan asupan gizi yang dulu sering sekali dia wanti-wanti ke orang dekatnya. Dia terus bergumam pelan, mengabaikan angin serta debu yang masuk ke celah mata delima tanpa kacamata. 

Are you going to Scarborough Fair?
Parsley, sage, rosemary, and thyme
Remember me to one who lives there
He once was a true love of mine

Lirik lirih seperti disambut dedaunan kering yang menari berkat bantuan angin. Ingatan tentang mereka berdua yang pernah bercanda tawa di sini seperti mengejek keadaannya sekarang. 

Pertanyaan yang terus berulang dari pagi ke malam hingga pagi lagi menghantuinya. Apakah dia telah salah mengambil langkah? Apa seharusnya dia tidak egois dan membiarkan semua berlalu saja? Apa seharusnya dia menyerah? 

Supaya semua rasa sakit ini tidak akan pernah dia alami. 

Tell him to make me a cambric shirt 
Parsley, sage, rosemary, and thyme
Without no seams nor needle work
Then he'll be a true love of mine

Dia ingat waktu itu adalah saat di mana pelantikan dokter spesialisnya akan dilaksanakan. Seharian mereka berputar di kota, mencari setelan yang paling bagus untuk dikenakan. Berpuluh toko dan butik mereka masuki namun belum ada satu yang membuat jatuh hati. Sehari dua hari mereka terus mencari hingga dia berdedikasi, "aku akan membuatnya sendiri!" 

Si manik coklat terkejut, tapi dia tak kuasa mengembangkan senyum kala melihat betapa lucunya wajah gembil yang memancarkan gelora semangat. Pada akhirnya mereka mampir ke toko jahit, mencocokan bahan dan membeli beberapa alat lainnya. Seminggu lebih dia harus menahan diri untuk tidak menganggu pemuda manis yang begitu fokus menyelesaikan jahitannya. Dan tepat di pagi hari sebelum upacara itu mulai, dengan kantung mata tebal dan beberapa plester di jari rampingnya, dia berhasil membuat satu setelan yang menajubkan. 

Tentu setelah pelantikan yang terasa berjam-jam, mereka bisa menyelinap keluar dan melanjutkan kencan mereka, serta menyelesakan hari dengan kecupan dan berbagi rasa hangat dalam dekapan erat. 

Tell him to find me an acre of land
Parsley, sage, rosemary and thyme
Between the salt water and the sea strands
Then he'll be a true love of mine

Hari itu dia ingat sekali bagaimana sengatan panas dari matahari di tengah musim panas yang memuncak. Keringat dan hawa gerah sama sekali tidak berkurang walau pendingin ruangan dan es krim sekalu setia di dekat mereka. Akhirnya satu ajakan yang dia lontarkan cukup untuk membawa kembali senyum yang tadinya berbentuk gerutuan. 

Hamparan pasir putih dan deru ombak dari laut biru transparan seketika mendinginkan dahaga keduanya. Dengan baju tipis dan topi yang terpasang di helai pirang, mereka bermain air bak anak kecil yang baru keluar ruangan. Tidak mengenal sekitar dan melupakan bahwa mereka sudah dewasa, cipratan air dan canda tawa memenuhi alam yang untungnya hanya di-isi mereka berdua. 

Keranjang piknik kecil yang dibawa cukup untuk mengisi tenaga mereka di bawah sebuah pohon rindang tak jauh dari tempat mereka bermain. Roti lapis dan segelas jus dingin benar-benar pendamping sempurna untuk melengkapi liburan. 

Keduanya berdiam diri, sambil mengisi ruang dengan berbincang ringan hingga mentari memutuskan untuk bersembunyi di peraduannya. Sinar jingga membias manik keduanya. Yang coklat menjadi seperti karamel manis, dan yang merah bak permata dalam genggaman lingkaran matahari. 

Are you going to Scarborough Fair?
Parsley, sage, rosemary, and thyme
Remember me to one who lives there
He once was a true love of mine

Ah, benar juga terakhir kali mereka berjanji untuk pergi ke festival musim gugur bersama-sama, sekedar mencicipi masakan khas waktu itu dan membeli beberapa oleh-oleh. Seharusnya mereka sekarang sedang bercanda di taman sambil menyesapi minuman dingin berasa labu, tak peduli bila cuaca justru semakin dingin. Seharusnya mereka sekarang saling mengejek dengan menggosokan krim ke hisung masing-masing, hasil sisa membuat kue. Seharusnya mereka bergulung dalam selimut hangat di depan perapian, saling menyandar dan membaca buku yang sama. 

Kata seharusnya yang terus berulang tiada henti hanya kembali ditampar oleh dahan dan daun kering, lagi. 

Suara ketawa nyaring sekarang mengakhiri lagu lirih yang dia nyanyikan. Mengaumkan betapa dia rindu dan membenci ketidakmampuannya. 

Dia yang terkenal keras dan dingin, telah berubah menjadi kaca rapuh yang dia untuk dipecahkan. 

Atau mungkin, dia sebenarnya sudah pecah dari awal. 

"Kau bilang ketika aku memanggil namamu, kau akan datang dan menghiburku. Kau bilang kalau aku kembali dirundung masalah sebut saja namamu dan kau akan membawaku ke tempat yang damai. Sekarang kau menghilang walau sudah kuteriakan namamu," kata demi kata mengukir sebuah permohonan meminta belas kasihan pada takdir yang telah memalingkan wajah untuknya. 

"Aku juga ingin kedamaian dengamu, John."

Louis James Moriarty sekali lagi tenggelam pada keputusasaan tidak peduli seberapa kencang dia meremat hatinya yang lelah. 

.

.

.

.

.

Halo semua, maaf udah lama menghilang dari dunia oren ini bahkan ninggalin buku-buku yang seharusnya aku update. Jujurly, di sini aku mau sedikit curcol bila kalian berkenan //plak

Jadi, alasan kenapa aku sudah lama 'menghilang' karena writer block. Yas, penyakit nyebelin yang bikin gamon pake banget dan nggak ada obatnya. Chapter ini pun aku draftnya udah dari tahun lalu dan baru bisa kelar sekarang dan malah jadinya pendek banget T_T

Alasan(?) kedua dan mungkinnya yang paling besar adalah aku yang sekiranya terlalu baper //gusti ama beberapa orang dari burung biru. Bukan apa-apa tapi hal ini yang paling besar buatku ampe malas semalas-malasnya ngelihat update dari fandom ini boro-boro nulis. Sampe sekarang pun aku masih 'agak' nggak nyaman tapi demi kalian! my beloved reader! aku tetep bakal kelarin book ini!!!! //prokprokprok //plak(2) 

Aku bukannya mau keluar fandom, atau berhenti nulis, di draftku malah banyak pake banget ide baik dari mtp dan fandom lain. Aku nggak berhenti nulis tapi karena mtp aku punya keinginan buat ngelanjutin apa yang dah kumulai, sayangnya mtp juga yang buat aku ingin mengakhiri //eaaaa //plak(3)

Inti dari curcol tidak berperi-wattpad-an ini adalah... 









Ya nggak ada sih //plak (999)

Maaf saya khilaf..

Intinya aku cuman mau ngucapin terima kasih buat yang masih setia nunggu, buat temen-temen yang masih nyemangatin aku, buat orang lain yang tanpa mereka sadari udah buat aku mood lagi buat ngelanjutin

AI LOP U AL MUACHHH 

Udah gitu aja curcolnya. Untuk next chap aku belum bisa ngasih kepastian kapan update tapi sekali lagi aku nggak bakal drop buku ini. Tinggal sedikit lagi ini bakal habis dan aku sendiri nggak rela buat drop T_T aku akan usahain buat next chap bakal lebih panjang buat nutupin chap ini. 

Oh iya, satu lagi. Bagi kalian yang setia baca sampai di sini aku punya hadiah buat kalian. Semoga kalian suka dan sama seperti aku yang lihat juga dapet setronin boost sendiri. 

Thank you for reading and I will see you next time!!!!!! 


All credit to @ risuonigiri from twitter

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top