Part 3

Bullying 1

Abby duduk di bangku dekat dinding. Sejak Ben 'kegirangan' duduk di depan meja guru, cowok itu langsung menempatkan diri, sama sekali tidak menawari Abby ingin duduk di sebelah mana.

Abby mendengkus, biasanya dia tidak memiliki teman satu bangku, tapi hari ini berbeda. Di sebelahnya ada Ben dan demi apapun itu, Abby merasa bertambah kerdil duduk di samping orang itu. Tidak bisakah tubuh tingginya itu dikondisikan sedikit? Abby benar-benar seperti kurcaci sekarang.

"Eh, By... pinjem pulpen dong!" Tepat saat Abby membandingkan postur tubuhnya dengan Ben, cowok dengan poni yang hampir menutupi alisnya itu menatapnya lekat. Abby merengut, benar-benar tipikal anak SMA. Tidak punya pulpen dan berangkat sekolah hanya bermodalkan tas berisi satu buku tulis, yah ... bahkan sampai ada yang tidak membawa tas sama sekali.

Abby menyodorkan pulpen berwarna hitam tanpa mengucap kata sedikit pun. Matanya sekarang fokus memperhatikan Pak Bambang yang mulai menerangkan kompetensi apa saja yang harus dicapai selama satu semester ini.

"By... By... ada pensil enggak?" Ben berbisik, membuat konsentrasi Abby jadi buyar.

Ini baru hari pertama By, lo harus sabar.

Abby membuka tempat pensilnya malas. Beberapa detik kemudian dia menyodorkan pensil mekanik pada Ben. Ekor matanya menangkap Ben yang tersenyum puas. Begitu Abby hendak berkonsentrasi kembali pada pelajaran, Ben mulai buka suara kembali.

"Kalau penggaris ada enggak, By?"

Abby menghela napas tertahan. Ini cowok kok ngeselin banget sih? Dengan bersungut marah, Abby meletakan tempat pensilnya di sisi meja Ben, terlampau keras hingga menimbulkan suara ‘duk’ yang dapat didengar seluruh kelas. Abby menggigit bibir bawahnya, semua orang sekarang menatapnya.

"Abbyastari!" tegur Pak Bambang dengan wajah marah. Guru satu ini memang paling tidak suka jika diganggu saat menerangkan pelajaran, kecuali hal yang berkaitan dengan pelajaran itu sendiri tentunya.

"Ma ... maaf, Pak." Abby menunduk, matanya yang bulat melirik Ben yang saat ini menahan senyum penuh kemenangan, seakan puas melihat Abby yang dimarahi Pak Bambang. Sepertinya Ben memang sengaja melakukannya. Sial!

***

Bel pulang sekolah berbunyi lebih awal dari biasanya. Hari ini para guru hanya menyampaikan kompetensi yang harus dicapai siswa di semester pertama, selebihnya hanya digunakan untuk mengumumkan jadwal pelajaran dan pembagian pengurus kelas.

Semua berjalan lancar atau tidak bagi Abby yang harus menahan letupan amarah setiap Ben mulai bersuara. Beruntung hari ini dia tidak terpilih sebagai sekretaris kelas seperti yang diusulkan Ben. Mau jadi apa nanti jika Abby disuruh menulis di papan tulis? Tangannya saja tidak dapat menyentuh bagian teratas papan tulis. Dasar sinting.

Abby melangkahkan kaki keluar kelas. Semua orang sudah berlarian meninggalkan area sekolah. Satu dua siswa masih terlihat duduk bersama di depan kelasnya, entah membicarakan pelajaran atau liburan kenaikan kelas kemarin. Abby membenarkan letak tas punggungnya, kakinya yang ramping mulai berjalan menyusuri koridor. Tepat ketika Abby hendak berbelok menuruni anak tangga, sesuatu yang dingin tiba-tiba saja menyergapnya.

Byuuur!

Abby membuka dan menutup mulut tanpa suara. Aroma jeruk menguar, menusuk indra penciumannya. Abby mendongak, tangannya terulur menyentuh puncak kepala. Basah. Matanya kemudian menyusuri baju seragamnya. Warna orange tercetak di atas seragam putihnya. Abby menoleh cepat dan seketika matanya membulat sempurna. Di hadapannya, Sam menyunggingkan senyum asimetris.

"Seger jus jeruknya?" Sam tertawa mengejek. Tangan kanannya meremas cup bening hingga tidak berbentuk lagi, lalu melemparnya keras tepat di wajah Abby.

Bersama sensasi nyeri yang menjalar di wajahnya, Abby menggertakan gigi. Kedua tangannya terkepal kuat. Inget, By. Sabar.

"Apa lo lihat-lihat? Mau nodong gue lagi? Atau... mau bunuh gue?" Menggunakan jempol tangan kirinya, Sam menggambar garis horizontal imajiner di leher. “Dasar pembunuh!”

Deg!

Tangan Abby yang sejak tadi terkepal, sekarang tiba-tiba menjadi gemetaran. Abby mundur perlahan. Saat dia ingin berlari meninggalkan tempat itu, Sam dengan cepat meraih rambutnya yang panjang. Menjambaknya hingga Abby meringis kesakitan.

“Mau ke mana lo?” Sam semakin menjadi menjambak rambut Abby. “Urusan kita belum selesai!”

Abby meronta, memukul-mukul lengan Sam. Namun, pukulan itu sepertinya tidak berefek banyak pada lelaki tersebut. “Lepasin, gue!”

Tersenyum miring, Sam menyondongkan tubuh Abby hingga menempel di besi pembatas tangga. Mata Abby membulat seketika, sebuah kejadian berkelebat di benaknya. Kejadian yang tidak akan pernah dilupakannya.

Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Abby mendorong kuat tubuh lelaki itu, lalu melesat pergi meninggalkan Sam yang meneriakan puluhan umpatan padanya. Entah kenapa perkataan dan tindakan Sam tadi begitu menohok, membuatnya teringat dengan masa lalu.

"Jangan deket-deket sama Abby."

"Dia itu psiko, hampir bunuh kakak kelasnya."

"Ngeri, ah."

"Pantesan nggak punya temen, kelakuannya aja udah kayak monster."

"Nggak nyangka aja, udah keturunan pasti tuh."

"Aneh!"

"Amit-amit deh punya temen kayak gitu."

"Eh, minggir-minggir, si boncel mau lewat."

"Nggak mau ah deket-deket dia."

"Lo aja tuh yang duduk sama dia."

"Cabut aja yuk, ngeri gue liatnya."

"Jijik!"

"DIAAAM!" Abby menutup telinganya rapat-rapat. Kenapa pula dia harus mengingat kalimat-kalimat mengerikan itu. Ini sudah lebih dari dua tahun dan Abby belum bisa melupakannya sama sekali. Melupakan? Persetan dengan itu! Bagaimana Abby bisa melupakan kenangan bahkan membuang kelakuan buruk di masa lalunya jika dia masih saja mengingatnya.

***

"Eh, By ... sudah pulang?" Martha—ibu Abby—menyambut Abby yang beberapa saat lalu membuka pintu gerbang. Senyum wanita berusia 40 tahunan itu memudar saat melihat seragam Abby yang kotor. "Kok kotor gitu bajunya?"

"Jatuh, Ma ...." Abby menjawab sekenanya lalu buru-buru masuk kamar. Martha hanya menghela napas panjang. Sebenarnya dia tahu benar Abby hanya membuat alasan. Sudah tidak terhitung lagi Abby pulang dengan wajah kusut dan seragam yang kotor. Bahkan dulu Abby pernah pulang dengan belasan permen karet yang menempel di rambutnya. Namun, setiap ditanya kenapa, Abby selalu menjawab seadanya.

Sejak dulu memang seperti itu. Anak semata wayangnya itu lebih memilih memendam perasaannya dari pada menceritakan masalahnya pada orang lain, bahkan pada ibunya sendiri. Entah sampai kapan anaknya akan seperti itu, mengurung diri dan terjebak pada masa lalu.

Martha menatap luka bakar kering di tangan kirinya. "Mungkin seharusnya, dulu Abby tidak melihatnya."

***

Keesokan harinya, Abby sengaja berangkat sekolah lebih siang agar sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi. Gadis itu tidak mau menjadi pusat perhatian di kelas, karena bisa saja Sam sedari pagi sudah berkoar-koar tentang kejadian kemarin. Tentu saja tentang Sam yang sukses mengguyur tubuh Abby dengan jus jeruk.

Abby beruntung karena tiba di sekolah tepat saat bel masuk berbunyi, sesuai dengan apa yang diharapkannya. Namun, hal itu tidak berlaku untuk tidak menjadi pusat perhatian di kelas. Seluruh mata menatap Abby begitu gadis itu masuk ke kelas. Ah, seperti dugaannya. Sam pasti sudah menyebarkan cerita mengesankan itu.

Saat Abby berjalan menuju tempat duduknya, dia mendengar teman sekelasnya berkasak-kusuk. Abby menajamkan pendengarannya.

"Sam enggak berangkat."

"Eh, kok bisa? Sakit gitu orangnya?"

"Enggak tahu sih. Katanya berantem sama Ben."

"Hah, kapan?"

"Kemarin, di sekolah. Enggak tahu gara-gara apa, tapi katanya Ben yang mulai duluan."

"Kok bisa tiba-tiba berantem gitu ya?"

"Enggak tahu juga, denger-denger sih si Sam bonyok. Dipukul Ben habis-habisan!"

"Ada yang bilang gara-gara itu tuh...."

Begitu Abby duduk di bangkunya, matanya yang bulat itu melebar sempurna saat mendengar percakapan dua gadis yang duduk tepat di belakangnya.

"... gara-gara si boncel."

Hah, gara-gara gue? Maksudnya apaan?

***

Yuhuuu~ Ada kabar gembira semua~~ sekarang part 1-3 akan aku publish lagi di wattpad setelah sempat aku hapus :))

Bagi yang penasaran sama lanjutannya, baca full novel My Little Monster hanya di Cabaca ya :D

Kalian bisa kunjungi web: cabaca.id atau unduh aplikasinya di Playstore! Aku tunggu kedatangan kalian di Cabaca~~

Salam!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top