Berkebun
Akagi Michinari namanya, baik orangnya, periang sifatnya, rupawan wajahnya, pintar dan menyenangkan pula.
"Aduh ... Harus sekarang, ya?" tanya Akagi sembari meliuk-liukkan badan dengan malas di atas kasur.
Ya, satu yang orang-orang tidak tahu; Pemuda menggemaskan ini sebenarnya cukup pemalas.
Tentu saja, aku tidak menulis kata "rajin" di atas, bukan?
"Sekarang, cepat dan bisa langsung bermalas-malasan sesuka Nii-chan. Atau, nanti, lama dan memakan waktu Nii-chan untuk bermalas-malasan. Yang mana?" tanya (Name) lugas dengan nada datar.
Akagi bangkit dari posisinya yang semula berbaring, kini dia duduk di pinggir ranjang.
"Sekarang," putusnya pada akhirnya, biarpun disertai dengan wajah malas yang kentara.
Akagi (Name) namanya, pintar orangnya, dingin sifatnya, sayang kakaknya, tenang pola pikirnya, manis saat senyum, rajin pula Ia.
Satu yang kurang dari (Name), yakni; Baik.
Yup! Kurang baik. Bukan sopan-santunnya, kalau sopan-santun sih, (Name) bisa saja.
Lalu, apa?
Sifat baiknya kepada orang lain tentunya. Dengan ia yang memiliki pola pikir tenang dan sifat yang dingin, empati kepada orang lain seperti menghilang begitu saja.
Berbeda jauh sekali, sifat kakak beradik ini.
Salah satu contoh nyata pada suatu hari, saat (Name) sedang belanja sayur bersama beberapa ibu-ibu tetangga lain.
"Halo! Kamu pasti adik perempuan Akagi-kun, bukan?" tanya salah satu Ibu di sana.
(Name) menoleh sekilas, lalu mengangguk sebagai jawaban, Ibu tersebut agak keki dibuatnya.
Tak lama kemudian, salah satu ibu-ibu lagi datang, lekas berujar, "Hei, namamu siapa? Kamu adik Akagi, kan?"
Lagi, (Name) menoleh. Dirinya kemudian mengangguk lagi.
"Iya. Namaku Akagi (Name), salam kenal," ujar (Name) datar.
Hening selama belanja sayur. Berbeda dengan Akagi yang benar-benar pandai membuka topik dan pada dasarnya gampang bergaul, (Name) hanya diam dan berbicara kalau perlu.
Setelah (Name) selesai berbelanja dan masuk ke rumah pun, kedua ibu-ibu tersebut kemudian berbincang.
"Dingin juga ya, Jeng, anaknya," ujar salah satu Ibu tersebut.
Ibu lainnya mengangguk, kemudian membalas, "Iya! Pernah, waktu salah satu pot bungaku terjatuh di depannya, dia hanya diam saja, berlalu lewat begitu! Huh, masih lebih baik kakaknya!" kesal Ibu tersebut.
Oke, kita cukupkan sekilas tentang kakak beradik ini. Sekarang, kita lanjut melihat Akagi dan (Name) yang sedang sibuk mengorek-ngorek tanah.
"Nii-chan, bibitnya," ujar (Name).
Akagi mengangguk, kemudian memberikan sebungkus berisi bibit bunga forget-me-not yang kemudian, lekas dimasukkan beberapa oleh (Name) ke dalam lubang-lubang yang sudah digalinya tersebut.
Benar. Hari ini mereka berencana untuk berkebun, eh ... Tidak bisa dibilang berkebun juga, sih. Atau bisa?
Karena rencana mereka sesungguhnya yaitu membuat rumpun bunga untuk menghias halaman depan Akagi yang sejak dulu kosong dan terlihat tidak menarik. Kemudian, (Name) memberi masukan untuk membuat rumpun bunga saja, supaya setidaknya terlihat indah. Maka, dengan semangat, Akagi pun menyetujui ide tersebut.
"Hm ... Forget-me-not, sudah. Sweet willy, sudah. Pansy, sudah. Nasturtium dan Virginia juga, sudah. Berarti,tinggal Mignonette," ujar Akagi sambil menghitung-hitung beberapa petak yang tersisa untuk bunga Mignonette.
"Eh, (Name), kita masih punya satu petak lebih," lapor Akagi.
(Name) terdiam sebentar. Dilihatnya lebar petak tersebut, kemudian mengangguk.
"Karena petaknya tidak terlalu lebar, kurasa akan bagus kalau kita tanam Zinia," usul (Name).
"Eh? Zinia? Kau membelinya?" kaget Akagi.
"Ya. Kemarin aku diberi bonus bunga Zinia jenis biasa dan Zinia edwardian," jawab (Name).
"Aku pernah melihat Zinia jenis biasa, atau liar begitu, sih? Bagus. Tapi, kalau jenis Edwardian tadi, aku tidak pernah dengar," ujar Akagi.
"Ya, cukup susah dicari sih, disini," setuju (Name).
"Hm ... Kalau soal bunga, aku lebih suka bunga Dahlia sih, mereka cantik-cantik," ujar Akagi lagi.
Kali ini (Name) menatap Kakaknya, kemudian tersenyum tipis.
"Aku punya bibitnya juga. Ada jenis Dahlia 'Bishop of Llandaff', kemudian Dahlia biasa yang bentuknya kurasa mirip Zinia Edwardian tadi, lalu Dahlia imperialis, atau yang mungkin pernah Nii-chan dengar dengan sebutan Bunga Lonceng," ujar (Name).
Akagi ternganga dibuanya.
Apa tadi katanya? Dahlia apa? Bishop apa? Realistik apa?
Akagi tidak mengerti. Otaknya masih memproses semua ucapan (Name).
"A- ah ... Kau tahu, aku penasaran, di antara semua rumpun bunga ini nanti, manakah yang akan tumbuh lebih dulu?" tanya Akagi mengalihkan topik.
Ayolah, dia ini laki-laki yang hanya tahu mengenai bunga mawar lalu memberikannya kepada perempuan yang ia sukai. Bukan calon Nenek-nenek tua di Inggris sana.
"Virginia, sih. Mereka termasuk bunga liar sebenarnya," ujar (Name).
"Hah? Bunga liar? Lalu, kenapa kau beli?" tanya Akagi heran.
"Karena cantik. Di beberapa tempat di luar negeri, bunga ini juga diminati karena gampang dirawat, kok," ujar (Name) santai sambil memupuk bibit Mignonette terakhir yang ditanamnya.
Akagi hanya mengangguk-angguk menanggapi perkataan (Name). Dirinya kemudian lanjut menggali lubang sebelum terasa tetesan air di punggung tangannya.
"(Name)? Kau bermain air, atau sedang menyiram bibit-bibitnya?" tanya Akagi tanpa mengalihkan pandang dari pekerjaannya.
"Eh? Tidak, tuh," jawab (Name).
Maka, Akagi pun melihat ke atas dan mendapati gumpalan awan hitam yang seperti sedang mengadakan rapat dadakan di langit.
"(Name)! Ayo masuk, sebentar lagi hujan!" panggil Akagi kemudian menggandeng tangan Adiknya yang masih terkotori oleh tanah seperti tangannya, dan membawanya masuk.
Setelah keduanya melangkah masuk dengan beberapa kantung bibit bunga, hujan deras langsung mengguyur di luar.
Akagi dan (Name) kemudian saling pandang satu sama lain sebelum akhirnya tertawa bersama-sama dan pergi ke wastafel untuk mencuci tangan mereka.
Setelahnya, mereka kemudian mendudukkan diri di sofa empuk ruang tengah. Akagi menghela nafas nyaman, begitu juga dengan (Name) yang dipeluk Akagi di sebelahnya.
"Setidaknya kita tidak perlu merepotkan diri menyiram tanaman, ya. Hahaha!!!" tawa Akagi riang.
"Iya! Alam ingin membantu kita, hehehe .... " Tawa (Name) juga.
Tetesan hujan tampak menuruni jendela satu persatu, seperti membalap tetesan lain. Satu persatu butiran air juga menyatu hingga akhirnya menetes jatuh karena beban yang bertambah. Suara hujan damai menenangkan hati, diikuti suara katak yang sesekali menyahuti hujan.
Ah, sungguh menenangkan.
Saking damainya suasana, keduanya pun perlahan-lahan terlelap, memasuki buaian mimpi masing-masing.
"Dapatkah aku mengulang momen ini sekali lagi?"
___________________
A/n:
[Kolom hujatannya kaka]
Haduh, ulanganku baru selesai. Remed 3 mapel astaghfirullah.
Ngomong2, kenapa bagian Akagi kok lama bener di update?
Mohon maklumi, Akagi aja screentime nya hampir gaada plis. Susah banget nentuin dia itu karakternya gimana, dan bakal kayak apa.
Jadi ya, monmaap kalo agak OOC hehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top