Kenangan Dulu

Kenangan adalah kualitas moment di mana hari ini aku punya sesuatu, bisa jadi hari esok sesuatu itu menghilang, tidak ada bahkan lenyap

~Selvi~

Lima bulan sebelumnya

Sudah bukan hal yang tabu lagi bagi Iyana menemani dua orang sepasang ikatan haram jalan-jalan di hari di libur. Ya, sebenarnya Iyana enggan ikut pada acara yang baginya sama sekali tak penting, namun karena April terus memaksa, mengatakan bahwa daripada terjadi sesuatu yang bukan-bukan jika ia hanya berdua dengan Irlan, terpaksalah Iyana ikut bagaikan obat nyamuk.

Melihat April begitu manja, menyuapkan Irlan sesendok ice cream, yang dibalas Irlan malas-malasan, karena ada Iyana dan merasa tak enak, nyatanya tak mengurungkan niat April yang terlalu agresif. Iyana tahu, apa motif dibalik sikap April, bahkan ia sangat paham, April melakukan itu demi sesuatu.

Tetapi, Iyana masa bodoh, itu urusan April dan Irlan, tugasnya hanya menemani mereka bukan ikut campur soal hubungan yang sudah keduanya jalin. Lagipula, bukan kapasitas Iyana untuk perihal larang melarang, ia hanya sampai dibatas menasihati. Selebihnya biarkan April dan Irlan yang mengambil keputusan, toh keduanya yang menjalani bukan Iyana.

"Sayang, dimakan dong ayamnya. Aku suapin lagi ya." Suara manja-manja nista ala April membuat Iyana menarik napas. Kalau boleh memilih, Iyana lebih suka didongengkan kisah fatimah az-zahra daripada mendengar rengekan manja April yang seperti haus perhatian.

Irlan yang tahu diri, menepis pelan sendok yang menggantung di depan bibirnya. "Udah, Pril. Aku bisa makan sendiri, bukan anak kecil lagi."

"Ih, Irlan. Itu tandanya aku perhatian. Mau ya aku suapin." Masih memaksa, Irlan tak punya daya menolak suapan April saat sendok sudah menyentuh bahkan menekan-nekan ujung bibirnya.

Pusing melihat drama yang April ciptakan, Iyana meraih ponselnya lalu mencari tontonan dakwah yang lebih bermanfaat ketimbang telinganya diracuni April dengan rengekan nista penuh kebohongan.

Iyana membesarkan volume ponselnya agar suara April yang sedikit cempreng itu tidak menganggu telinganya. Kali ini topik bahasan mengarah ke hal kecil seperti sombong. Ya, semua tema yang berhubungan dengan agama pasti menimbulkan pro dan kontra, selalu bersinggungan dan terkesan sensitif. Tetapi tidak ada salahnya ikut menerjunkan diri ke dalam siar agama yang tentu akan membawa kebaikan.

"Allah s.w.t berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman:18)

Telinga Iyana bagai tertampar saat sang ustadz menyuarakan kutipan dari salah satu ayat yang ada di dalam Al-Quran. Sudah tak nampak lagi suara April yang merengek, kini Iyana hanya fokus menonton. Biarkanlah April dan Irlan menyelesaikan makannya, toh, ia hanya perantara malaikat yang menjaga dua orang bukan mahramnya berdua-duaan, itu saja.

Kembali mendengarkan, ustadz menyambung dengan hadist lain. "Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi." Ada seseorang yang bertanya,"Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim no. 91)

Iyana ingat, tetangganya yang sombong karena baru saja membeli mobil mewah senilai satu milyar. Iyana yang saat itu baru keluar pagar rumah dengan sepeda motor, tak sengaja menyenggol mobil tetangganya yang kebetulan parkir begitu dekat dengan pagar rumahnya. Pikir Iyana kenapa tetangganya sombong sekali, hanya karena soal mobil tergores ia bersikap jumawa. Lagipula kenapa juga beliau membeli mobil, tapi belum menyiapkan bagasi, salahnya sendiri.

"Naaaa, woyyy Iyana." April menguncang bahu Iyana yang spontan membuatnya menurunkan headset dari telinga.

"Kenapa Pril?"

"Jangan bilang kamu nonton ceramah lagi, terus ngabaikan aku sama Irlan di sini." Bukannya membalas marah karena diteriak-teriaki April dengan suara besar, Iyana justru terkekeh.

Pelan ia menyahuti, "aku bosan liat kamu ngerengek, Pril."

"Ihh, Iyana ah. Percuma dong aku ngerengek kalau cuma Irlan yang dengar."

"Memangnya kenapa? Kan target kamu cuma Irlan, bukan aku," jawabnya polos.

"Iya, target aku memang Irlan, tapi kamu itu sebagai tim pendukung. Bilang apa gitu, muji aku kek biar Irlan makin jatuh cinta." Iyana terkekeh kembali, rasa-rasanya April sudah kenal dirinya sangat baik, jadi dia tahu pasti bahwa Iyana tidak mungkin melakukan hal konyol macam itu, apalagi jadi aktris pendukung, oh itu bukan dirinya.

Melihat Irlan kembali dari arah toilet, April memasang senyum senormal bahkan senetral mungkin. Iyana yang sedikit banyaknya jengah, kembali memasang headset-nya lalu memutar kembali ceramah yang sempat tertunda ia dengarkan.

"Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, "sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain." Jeda sebentar, tak lama beliau kembali menyambung. "Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut.  Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus salaam,"

"Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim." (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)

"Pada sebuah hadist dikisahkan, Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Makanlah dengan tangan kananmu!" Orang tersebut malah menjawab, "Aku tidak bisa." Beliau bersabda, "Apakah kamu tidak bisa?" -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya. Nauzubillahi minzalik." (H.R. Muslim no. 3766).

Saking asiknya, Iyana tidak sadar dipandangi oleh April dan Irlan. Barulah di tiga menit setelahnya, Iyana mendongak dan melihat April serta Irlan melempar tatapan padanya yang seolah terhipnotis dengan video yang sedang ditontonnya.

"Ma-maaf. Kalian nunggu aku ya?" Iyana berujar dengan nada sesal.

April menarik tangan Irlan, sebelum beranjak ia menoleh. "Kita tunggu di mobil Na. Irlan bayar makanannya dulu." Iyana memanggutkan kepalanya lalu membereskan barangnya untuk dimasukkan ke dalam tas mungil, tempat ia menaruh Al-quran dan mukena.

***

Di mobil, April duduk dibelakang menemani Iyana. Ia bukan teman yang sombong dengan duduk di depan seolah menjadikan Iyana seorang asisten yang siap menemani ke mana pun ia mau. April masih punya hati, walaupun terkadang, pada kondisi-kondisi tertentu, ia mengabaikan Iyana untuk melancarkan aksinya. Fokus menyetir Irlan lebih banyak diam, ia mulai bercakap saat lampu merah menyala dan mobilnya terpaksa berhenti.

"Na, kamu rutin pengajian ya?" Iyana mengangguk.

"Kenapa harus rutin? Aku liat kamu jarang ngumpul sama teman-temanmu yang lain?" sambung Irlan.

April melirik Iyana yang setengah gugup diberi lemparan tanya oleh Irlan, yang notabene-nya kekasih April. Menarik napas, Iyana menjawab semestinya. "Soalnya aku lebih suka dengarin ceramah, Lan. Ya, hitung-hitung sebagai bekal di akhirat untuk memperbaiki diri." Jawaban Iyana tepat bersamaan dengan lampu hijau yang menyala. Irlan manggut-manggut, memahami pendapat Iyana.

"Kamu, Pril. Kenapa nggak nyoba seperti Iyana?"

"A-aku," tunjuk April pada dirinya.

"Iya, kamu."

Dengan santai sambil cengengesan, April menjawab, "aku ya aku, Iyana ya Iyana. Kami beda Sayang. Yang penting kan aku salat lima waktu."

"Bukan soal salat, tapi rambut kamu itu, Pril. Apa nggak ada niat dipakain khimar?" Mendengar tanya Irlan yang seakan ada nada intimidasi di dalamnya, April merubah raut wajahnya ke mode kesal.

"Belum siap. Lagian kelakuan aku masih begini," sahutnya malas-malasan.

"Jilbab bukan soal kelakuan, Pril. Jilbab itu kewajiban sebagai wanita muslim. Soal kamu baik atau tidak, itu pelan-pelan mengikuti," timpal Iyana yang gatal angkat suara.

"Betul kata Iyana, Sayang." Irlan menyambung, mengompakkan pendapat dengan Iyana.

"Ceramah lagi. Kalian nggak usah kompakan gitu nyudutinnya. Bikin malas aja."

"Lagian dinasihati bukannya senang, malah ngomel." Irlan menggerutu.

Tiba di rumah Iyana, Irlan dan April cepat berpamit pulang, dengan alasan Irlan masih ada sesuatu yang harus diurus. Sepeninggal keduanya, Iyana bernapas lega, tugas menjadi pengawal pasangan yang masih ilegal di mata tuhan, akhirnya berakhir juga. Bukan ia iri, bukan sama sekali. Buat apa yang iri pada sepasang kekasih, kalau saja Irlan dan April adalah suami istri, barulah Iyana pantas cemburu. Mesranya orang yang berpacaran akan kalah dengan sepasang ikatan halal yang saling berucap cinta, hati sudah serasa meleleh.

Ketika memegang tangannya, itu pahala. Ketika menatap matapnya, itu pahala. Semua serba pahala, dan Iyana selalu suka pada pasangan itu. Ia justru iri dengan pasangan muda yang siap menikah, menghindarkan diri dari perbuatan zina.

Itulah sedikit kenangan dulu tentang mereka bertiga.

***

Masa sekarang

Setelah bertemu Irlan tempo lalu, Iyana membiarkan saja ia menyelesaikan urusan hatinya yang telanjur dipatahkan April. Tidak ada kapasitas Iyana untuk menghibur apalagi menjadi teman curhat Irlan terus menerus. Tetapi, anehnya, Irlan intens menghubunginya nyaris setiap hari semenjak kejadian itu. Entah beralasan menanyakan April atau berbasi-basi memancing obrolan. Pesan terakhir Irlan membuat Iyana sedikit terlonjak, sejak kapan obrolan ringan Irlan berubah bentuk menjadi perhatian.

Na, jangan lupa salat ya

Mendapati pesan Irlan yang meningkat ke arah perhatian, Iyana sempat menyipitkan mata. Otaknya menolak bahwa pesan itu adalah bentuk peduli Irlan. Ia berpikir, itu hanya sekadar obrolan Irlan yang sudah kebingungan ingin berpesan apalagi padanya. Semua sudah dibahas, dari mulai sifat April yang diceritakan Iyana sejelas mungkin sampai pada hari di mana April tidak sengaja mengeluarkan kalimat serapah yang tak sengaja didengar Irlan.

Insha Allah aku selalu ingat

Pikir Iyana, pesan itu akan berakhir. Nyatanya selang semenit pesan kembali masuk ke ponselnya. Dan masih saja nama Irlan tertera di layar.

Al hamdu lillah

Iyana yang saat ini sedang bersama April, sedikit menggeser tubuhnya untuk melihat dengan siapa Iyana berbalas pesan. Cepat, Iyana menyembunyikan ponselnya sebelum April lebih dulu melihat. Tidak bisa didefinisikan apa maksud Irlan beralih pada Iyana. Memang mereka kenal karena April dulu berpacaran dengan Irlan, tapi untuk mengobrol seintens itu tidak pernah terjadi sebelumnya.

"BBM sama siapa sih, Na?" Sungguh, Iyana saat ini tampak seperti orang bodoh. Sisi antagonisnya berperan, mulai berbisik untuk berdusta saja kali ini, demi menjaga perasaan April, bukan perasaan sebenarnya, tapi lebih kepada rasa peduli bahwa ia gagal mendapatkan target utamanya.

"Sama temen."

"Temen?" Nada suara April bagai orang tak percaya. Ia mengulang sekali lagi. "Temen? Temen siapa?"

"Ya, temen." Malas berdusta lebih jauh, Iyana hanya menyebut Irlan seorang teman. Lagipula jika distatuskan memang Irlan termasuk temannya saat ini, meski berjenis kelamin laki-laki, yang nyaris tak pernah Iyana jalani sebelumnya.

"Cowok ya?" goda April dengan seringaian nakalnya. Tak tahu saja ia bahwa teman yang dimaksud Iyana adalah mantan kekasihnya.

"Bukan, cuma temen." Ya, Iyana seamatiran itu dalam berakting. Bohong itu adalah pilihan terakhir dalam hidupnya, ia sangat menjunjung tinggi kejujuran.

Seperti pada surat Az-Zumar ayat 60 yang berbunyi "Dan pada hari kiamat, kalian akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah yakni mereka mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu terdapat orang-orang yang menyombongkan diri."

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa orang yang berbuat bohong atau tidak jujur maka ia adalah penghuni neraka dan mereka akan memiliki wajah hitam di akhirat kelak.

Itulah kenapa Iyana malas sekali berdusta, sebisa mungkin ia akan berkata jujur. Tetapi ia sedikit mentoleransi sikap jujurnya saat ini karena terpaksa ia lakukan demi April. Ketika ia berkata bahwa Irlan yang berbalas pesan padanya, mungkin April akan marah dan memutus silatuhrahmi dengannya, itu yang Iyana hindari.

"Ya, terserah deh. Temen siapa, mana kita tahu nanti dia bakal jadi jodoh kamu. Jangan terlalu tertutup Na, buka sedikit diri kamu untuk laki-laki yang berniat serius." Oh, andai saja April tahu siapa yang dia maksud, mungkin kalimat tadi akan ditariknya kembali. Lalu karena berburuk sangka pada Iyana, justru ucapan doa yang terlontar. Dalam hati, Iyana merasa miris, kenapa April berdoa macam itu.

"Aku beliin kamu minum ya. Tunggu bentar." Mengalihkan topik, Iyana pergi dari tempat duduknya, lalu mendatangi sebuah warung dan memesan dua gelas cappucino

Kembali ke tempat semula, April sudah lupa dengan bahasan sebelumnya. Mereka asik cekakak-cekikik, menertawakan kegilaan Sholeh yang bolos pada mata kuliah manajemen keuangan karena pusing pada rumus yang dijelaskan ibu Maya. Sudah biasa April bergosip ria, Iyana tidak ikut-ikutan, ia hanya bagian menyumbang tawa jika dirasa lawakan April mulai mengelitik perutnya. Ya, terkadang Aprul sehumoris itu di matanya. Dan Iyana selalu suka sifat sahabatnya yang satu itu.

-----------------------------------------------------------

(Terima kasih buat teman-teman yang sudah mampir membaca, vote dan coment. Cerita ini alurnya maju mundur cantik hehehe... jadi dibacanya pelan-pelan ya, jangan ada salah paham diantara kita hihihi...Samarinda, 9 Agustus 2017. Rabu sore pukul 15.38, cuaca samarinda masih mendung selepas hujan)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top