Shuji's flashback : a love confession

"Maaf Tuan, siapa tadi nama anda?" tanya wanita muda yang berwajah pucat itu mencoba tersenyum.
"Sakurai... Sakurai Shuji" jawabku. Kubetulkan posisi sarung tanganku dan membalas senyum canggungnya.
"Oh iya, maaf, duduklah dulu Tuan, suamiku sebentar lagi tiba." sahutnya ramah, aku mengangguk. Dia hendak kembali kedalam saat aku memanggilnya.
"Nyonya Sawamura, maaf, boleh aku pakai kamar kecil?" dia mengangguk sopan "Silahkan Tuan Sakurai, biar saya tunjukan." ucapnya ramah.
Aku berjalan dibelakangnya, rambutnya diikat keatas khas ibu rumah tangga. Kupandangi lehernya yang tak terhalang rambut,
"Hmm... Leher Nana jauh lebih indah..." pikirku.
Secepat kilat kukalungkan tangan kananku ke lehernya. Wanita itu meronta, seperti wanita-wanita lain sebelumnya. Cepat cepat kututupkan saputangan yang sudah kuberi klorofom ke hidungnya, sebelum dia berteriak. Tak lama wanita itu berhenti meronta. Kuseret tubuhnya yang sudah lemas ke dapur. Kuambil kursi dan kuikat wanita itu dengan kabel, sebelumnya kulapis dengan handuk agar kabel yang kulilitkan tidak terlalu berbekas.

Tak lama kudengar suara mobil berhenti di depan rumah. Kuambil sebotol sake di meja dapur. Aku berjalan ke balik pintu sambil meminum sake dari botol tanpa menyentuh bibir botol dengan mulutku, tidak boleh ada jejak. Kudengar suara langkah kaki semakin mendekat dan pintu pun terbuka.
"hai istriku!, aku pulang." teriaknya dengan intonasi yang menyebalkan, sepertinya dia sedikit mabuk.

Prang!!

Kupukul kepalanya dengan botol sake yang kubawa dari dapur. Tubuh pria itu roboh tapi dia masih sadar, sawamura mengerang, dan berusaha bangkit.

Buuk!!

Tendanganku ke kepalanya berhasil membuatnya pingsan, haha semoga dia tidak mati, masih ada yang perlu aku perhitungkan dengannya, sebelum dia bertemu malaikat kematian.
Kulihat darah mengalir dari luka di kepalanya akibat pecahan kaca botol sake. Darah membekas di lantai saat aku menyeret tubuh bajingan itu ke dapur. Pemandangan yang indah bagiku, seperti lukisan mahal yang ada di galeri seni. Kuikat tubuhnya di sebelah istrinya yang terlihat mulai mendapatkan kesadarannya kembali.
"A...apa yang kau lakukan? Hhh... Su...suamikuuu... Suamikuuu." wanita itu berusaha membangunkan suaminya.

plak!

Kutampar pipi wanita itu seperti dulu suaminya menampar kekasihku, cintaku, calon istriku yang berharga, Nanaku sayang.
"Aaah!" wanita itu memekik kesakitan.
"Diam... kubunuh suamimu kalau kau bicara lagi!" Tentu saja itu hanya ancaman. Diam atau tidak aku memang sudah berencana membunuh mereka berdua.

Malam semakin larut, kulihat diluar akhirnya salju terlihat mulai turun malam ini. Sawamura dan istrinya masih tak sadarkan diri. Kutunggu mereka berdua sadar sambil memakan apel yang kutemukan di kulkas.

"Aarrgh!" Sawamura mengangkat kepalanya. Darah membasahi seluruh wajahnya, dia tampak kesulitan membuka matanya.
"Ayo bangun, bajingan" kuangkat dagu laki laki memuakkan itu dan plak! Kutampar dia dengan punggung tanganku.
"Si...siapa kau?" tanya nya susah payah.
"Aku Sakurai Shuji." jawabku
"Si...siapa? Aku tidak mengenalmu, kenapa kau la...lakukan ini padaku?"
"Aku tunangan Miura Nagisa!" ucapku sambil kembali mencengkram rahang pria itu. "Wanita yang telah kau sakiti!" gigiku bergemeretak mengingat kembali hari itu, saat kulihat dengan mata kepalaku sendiri, pria ini menampar wanita yang kucintai. "Na...Nana?" cih!, beraninya dia menyebut nama calon istriku sesantai itu. Tanganku terangkat hendak menamparnya lagi, tapi kutahan. Aku tak boleh memberinya terlalu banyak lebam atau pun luka. Aku harus membuat dia seakan-akan diserang oleh istrinya sendiri. Jangan sampai polisi curiga, pelakunya bukan seorang wanita.

"Ko..kojiro!" Istri Sawamura sudah kembali sadar.
"Hiro...ko, kau tak apa apa?" Sawamura berusaha mendekati istrinya.
Brak!, kutendang kursinya hingga jatuh terjungkal. Sawamura mengaduh kesakitan. Ah, a music to my ears.
Aku puas melihat pria busuk ini kesakitan. Istrinya terus memohon ampunan untuk suaminya. Hahaha... Harmoni yang indah berpadu dengan erangan kesakitan Sawamura. Duet yang sempurna.
"Hai wanita, jadi kau mencintai pria busuk ini heh?" wanita itu terisak tubuhnya berguncang. "Ya...ya aku mencintainya, kumohon lepaskan dia, maafkan dia" wanita itu terus memohon "Meski nyawamu taruhannya?" tanyaku mencibir. "Ya... meski nyawaku taruhannya" jawabnya lirih. Tiba tiba Sawamura si pria busuk itu menangis sesengukan. "Hiroko... Hiroko... Maafkan aku... Hiroko... Hiroko... Aku bersalah. Aku... Aku mencintaimu Hiroko. Ampuni aku Tuhaan." tangis pria itu semakin menjadi. "Terlambat untuk semua ini!" aku menggebrak meja dapur. "Terlambat untuk semua omong kosong ini!" aku berusaha mengatur nafasku. Pria ini membuatku sangat emosi. Ah Nana memang telah merubahku, biasanya aku membunuh tanpa emosi sedikitpun.
"Kau tahu, aku tadinya hendak mengampunimu. Tapi, hari ini kau membuatku rencana lamaranku gagal total. Kau tau?, dia masih mengingatmu. Aku tahu kau masih ada dikepalanya saat tadi dia menolak masuk ke restoran tempat kau dulu mencampakkannya. Aku... Aku tak mau kau ada di dalam kepalanya, walau sebagai kenangan buruk!" darahku terasa bergolak, jantungku berdebar kencang, aku mengambil botol sake kedua. Kutarik kerah baju sawamura dengan tangan kiriku hingga posisinya kembali duduk tegak dan Prang!. Tubuh Sawamura berkejat kejat sampai akhirnya kepalanya lunglai, dia berhenti bernapas. Aku tersenyum puas. "Akhirnya Nana bisa hidup tenang", Pikirku.
"Tidaaaaak... tidaaak... Kojiroooo... Kojiroooo!" Aku mengangkat botol yang telah pecah ke hadapan wajah wanita itu. "Diam... Kau ingin menyusul suamimu kan?" wanita itu hanya tertunduk sambil terisak. "Kau mau kubunuh? Aku bisa membuat seakan akan suamimu yang membunuh mu... atau kau mau membunuh dirimu sendiri?" dia tidak menjawab. "Akan kulepaskan ikatanmu, jangan berani macam macam" ancamku. Aku melepaskan ikatannya, wanita itu terhuyung berdiri lalu berlutut di sisi tubuh suaminya yang masih duduk terikat di kursi. Dia menyandarkan kepalanya ke paha suaminya yang kini sudah tak bernyawa. "Aku mencintaimu..." lirihnya. Wanita itu mengambil pecahan botol sake lalu menggoreskannya ke nadi di pergelangan tangannya. Darah memancar hebat tak terbendung.
"Bagus Nyonya hahaha... Kau meringankan pekerjaanku!" wanita itu menangis tersedu sedu. Tak lama dia kehilangan kesadarannya namun masih bernafas. Kubaringkan wanita itu dilantai kubuat posisinya se alami mungkin, begitu pula dengan mayat suaminya, kulepaskan ikatannya dan kubaringkan tak jauh dari istrinya. Kuatur segalanya hingga tampak seperti mereka bertengkar hebat, lalu istrinya tak sengaja membunuh suaminya dan lalu bunuh diri. Haha... Skenario yang bagus bukan? Kubersihkan darah darah yang tercecer ditempat yang tidak semestinya. Ah sayang sekali, padahal itu adalah lukisan yang sangat indah dimataku. Kupastikan sekali lagi tak ada yang mencurigakan dari tempat itu. Sekarang terakhir kuperiksa istri pria busuk itu kulihat jari kakinya mulai membiru dan dadanya tidak bergerak. Ok. Dia sudah mati. Kulihat kalung berbandul mutiara salem di lehernya. "Itu, kalung Nana." desahku. Kutarik kalung itu sekali tarik, lalu kumasukan kedalam saku jaketku.

Aku berjalan pergi dari rumah itu. Dadaku terasa mau pecah karena bahagia, senyumku terus merekah tak bisa kutahan lagi. Nana... Pria yang membuatmu menderita sudah tidak ada lagi. Kau bisa bahagia sekarang Nana. Aku janji... Ini yang terakhir, setelah ini aku akan hidup normal, hidup bahagia bersamamu Nana. Aku ingin berubah, Aku akan berubah, Aku janji.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top