Say Yes

Tiga bulan berlalu sejak kejadian yang ingin aku lupakan dengan pria yang telah menghancurkan hatiku. Selama Tiga bulan ini pula aku semakin dekat dengan Shuji, dia sangat berbeda dengan Sawamura. Shuji tidak pernah memujiku dengan kalimat kalimat manis yang memabukan, Shuji tidak pernah membelikanku benda benda mahal, dia juga tidak pernah menyuruhku mengubah apapun dari penampilanku. Dia hanya menghipnotisku dengan senyuman dan ketulusannya.

'Temui aku di taman sakura. Jam 4 sore ini'
Begitu pesan teks yang masuk dari Shuji. Aneh biasanya dia selalu ingin menjemputku. 'ok, hun' balasku. Aku sebenarnya malas pergi ke taman itu, banyak kenangan yang tidak ingin kuingat di sana.

***

Aku memandang berkeliling di tengah taman. Mencari sosok pria yang kucintai. Kulihat pria dengan jas rapih sedang duduk di bangku taman di ujung bagian barat. Duduk sambil memandangi anak-anak kecil yang berlarian mengejar anak anjing. Senyumnya terkembang manis, menghiasi wajahnya yang selalu teduh. Sesekali terlihat dia tertawa kecil saat anak anak itu bertingkah lucu. Ah, pemandangan yang menghangatkan hatiku. Kurasa debaran jantungku semakin cepat.

Pria yang kuperhatikan sejak tadi akhirnya merasakan keberadaanku, walaupun jarak kami cukup jauh.
Dia tersenyum kearahku dan melambaikan tangan. Kemudian kulihat dia berjalan ke arahku

Kami akhirnya duduk berdua di kursi taman yang jauh dari keramaian. "Nana, ini untukmu" Shuji menyerahkan kotak yang berukuran cukup besar kepadaku. Diatasnya dihiasi pita berwarna biru muda, warna kesukaanku.
"Apa ini?" aku mengambil kotak besar itu dari tangan Shuji.
"sesuatu untuk kau pakai di malam yang spesial ini" Shuji tersenyum sangat manis.
"Spesial?" Tanyaku, tapi Shuji pura pura tak mendengarnya. "aku tak pernah membelikan apapun untukmu sebelumnya, maafkan aku ya, semoga hadiah ini cocok untukmu" Shuji tersipu, tangannya bergerak membetulkan letak kacamatanya.

Aku duduk di kursi taman, menyimpan kotak hadiah di pangkuanku dan membukanya.
"Shujii... I...ini... Bagus sekali" kulihat dress berwarna biru muda berlapis kain berenda di bagian lengan dan dada, dengan lapisan kain tulle lembut di bagian roknya.
"ayo dipakai" bisiknya.
"sekarang? Disini?" aku terkejut.
"kau tidak lihat aku sudah memakai jas rapi?" godanya sambil menjentik hidungku.
"kita mau kemana?" aku makin kebingungan.
"sudah sekarang ganti baju dulu di toilet taman, nanti ikut aku ke suatu tempat, ok" Shuji mengerling jenaka, mau tidak mau aku tertawa dalam kebingunanku ini.

***

"Bagaimana?" tanyaku sambil menunduk malu.
"Na..Nana..." Shuji menutup mulutnya dengan satu tangan, wajahnya tersipu. "Cantik..." ucapnya sambil tersenyum lebar sampai mata indah dibalik kacamatanya itu hampir membentuk garis.
"Bohong." kataku merajuk. Aku memanyunkan bibirku, berusaha menutupi senyumku yang tak bisa kutahan. "Kita mau kemana?" Shuji meraih tanganku lalu menggandengku pergi. "Rahasia... ikut saja." katanya.

Tidak jauh kami berjalan, sampai akhirnya kami berhenti di depan sebuah restoran Eropa yang mewah.
"I..ini..." aku tercekat, ini restoran tempat tragedi bersama Sawamura tiga bulan yang lalu.
"Kejutaaan, kau suka? Aku ingin mengajakmu makan disini, setelah menunggu cukup lama akhirnya aku masuk daftar tamu, waiting listnya sangat panjang" ucap Shuji antusias.
"Aku tidak mau!" ketusku
"Nana?" Shuji nampak terkejut.
"Aku tidak mau ke tempat ini... Aku tidak suka" Aku merasa sedikit histeris, namun berusaha menahannya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Pokoknya tidak mau!" aku berjalan menjauh.
"Nana!" Shuji menarik tanganku, refleks aku berbalik dan mendorong Shuji.
"Aah.." Shuji terdorong dan kehilangan keseimbangan. Shuji jatuh terduduk aku menutup mulutku dengan kedua tanganku "Shuji." pekikku tertahan, aku tak menyangka tubuh kokoh Shuji bisa terdorong olehku. "Shuji... Sayang... Maafkan aku." aku berlutut disamping Shuji yang tampak pucat.
"Tidak... Tidak!" katanya panik.
"Eh..ke kenapa" tanyaku bingung. Shuji sekarang berlutut seperti mencari sesuatu. Dia berdiri dan menuju mobil yang terparkir disisi jalan dan mulai berjongkok mencari sesuatu dia bahkan sampai berusaha masuk ke kolong mobil. Semua orang mulai melihat ke arah Shuji dengan pandangan bingung.
"Shuji... Shuji kau sedang apa?" Shuji tidak menjawab pertanyaanku.
"Shuji sudah... apa yang kau cari sebenarnya?" aku mulai kesal.
"Apa yang kau lakukan! Shuji.. Hentikan!" aku mulai membentaknya.
"Tu...tunggu sebentar Nana" napas Shuji tersengal.
"Aku pergi Shuji!" aku membalik tubuhku hendak beranjak pergi.

"Nana!" kudengar Shuji berteriak memanggilku.
Dengan enggan kubalik tubuhku, kulihat Shuji sedang berusaha bangkit berdiri. Shuji lalu berjalan ke arahku, berlutut, lalu mengangkat kepalan tangannya. Perlahan kepalan tangan itu terbuka dan tampaklah sebuat cincin perak bertatahkan berlian kecil, sederhana tapi indah.
"Harusnya ini, lebih romantis" katanya sambil memandangku lekat.
"Shu...shuji..." aku menutupkan kedua tanganku ke mulutku, dan mulai menangis.
"Miura Nagisa, maukah kau menjadi istriku?" kulihat air mata mengalir di wajah teduh Shuji
"Ya.. Tentu saja... Sakurai Shuji."
Shuji tertawa bahagia, dia memasukkan cincin ke jariku dengan lembut. Lalu bangkit dari posisi berlututnya.
"Nana..." dia memandangku dengan matanya yang basah, aku menangkap sebuah sinyal dan aku mengangguk. Shuji mendekatkan wajahnya ke wajahku, ajaib aku tidak takut, dan begitulah... My very first kiss...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top