Twelve

Safitri agak tenang. Semenjak Thomas di amankan warga dan keamanan. Ia merasa tak terganggu lagi dan usaha yang di jalankannya maju lumayan pesat. "Ya ampun loe gak ada capeknya apa!!"

Audi hanya pandai menjadi kasir, kadang di suruh mengambil pakaian saja sering tertukar. "Kenapa?" jawab Safitri yang tengah menyletika beberapa pakaian.

"Habis ini kita kuliah. Cabut sekarang yuk. Jajan dulu di kantin."

Safitri tersenyum gugup. "Aku masak tadi, aku bawa bekal." Lagi pula Safitri bekerja keras juga demi ayah dan ibunya. Ia sedikit-sedikit memberi orang tuanya uang. Yah paling tidak mereka sekeluarga tak terlalu bergantung pada keluarga Thomson lagi.

"Nasinya ada kan?"

"Ada, emang kenapa?"

"Gue makan di sini aja. Masakan loe soalnya di jamin enak." Tanpa tahu malu, Audi ke arah tempat penyimpanan makanan. Ia sebenarnya masih sangat penasaran kenapa Thomas kemarin datang dan hampir menghancurkan ruko tapi ketika mau bertanya. Melihat wajah Safitri yang lumayan tertekan dengan pekerjaan serta pikiran. Ia jadi mengurungkan niatnya. Padahal dia heran, hanya kehilangan satu pelayan Thomas bisa semarah itu?

"Ck.. capeknya" Diaz datang dengan menggunakan sebuah motor butut yang langsung duduk di bangku plastik. Tanpa sungkan mengambil sebotol air mineral di depan Safitri.

"Kamu habis dari mana? Kok kucel sama bawa motor?"

"Aku tadi ada urusan. Motornya minjem punya temen." Agak tak percaya. Pasalnya Diaz tak mungkin berteman dengan kawan miskin kecuali dirinya. Safitri juga heran kenapa Diaz dan Audi tanpa canggung dan sungkan mengajaknya menjalin hubungan pertemanan. Tanpa mereka menanyakan tentang masalah kemarin itu. Safitri tak menyangka jika Thomas nekat hampir merusak tempat usahanya.

"Masalah Thomas kemarin aku minta maaf."

"Kenapa harus minta maaf? Bukan lo yang salah Thomas aja gak punya aturan." Diaz meremas bekas botol mineral yang ia teguk tadi lali melemparkannya ke tong sampah.
"Lagi pula Thomas harusnya bisa sadar diri dan ngerelain lo keluar dari rumahnya."

"Makasih, karena kamu udah nampung aku di sini."

"Jangan bilang makasih terus. Gue gak nampung lo. Kita kerjasama, lo jalanin bisnis laundry ini. Jangan ngerasa rendah hati terus, jangan kebanyakan minta maaf juga. Sikap lo yang kek gini bikin Thomas gampang nindas lo. Berhenti merendahkan diri Safitri!! Keputusan lo menjauh dari Thomas udah bener." Safitri menutup mulut, karena terlalu kaget. Diaz mengatakan sesuatu, yang secara tak langsung membuka jati dirinya.

"Kamu tahu hubungan aku sama Thomas?"

Diaz mengangguk santai. "Gue dan Thomas temenan lama. Kalian juga pasti udah berhubungan lama. Hubungan kalian yang bagaimana gue tahu tapi gue memilih gak ikut campur."

"Aku sadar diri, kalau hubungan kami tak sehat dan tak akan yang menjamin ujungnya dimana? Di antara kami tak ada cinta," ungkap wanita itu getir. Safitri merasa perempuan, pihak yang banyak di rugikan. Ia kehilangan masa depan, tak bisa memimpikan bersanding dengan lelaki baik-baik.

"Tapi lo cinta sama dia"

Safitri semakin menunduk dalam. Ia merasa malu sekaligus getir. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Bagaimana ia pernah bermimpi jika menjadi seorang nyonya besar jika derajat mereka saja berbeda jauh. "Dan dia gak cinta sama aku."

Diaz malah melengos miris, Safitri terlalu bodoh apa Thomas yang terlalu arogan. Hingga amukan kemarin tidak di kategorikan sebagai cinta. Di saat sedang mabuk, biasanya manusia akan terlihat wujud aslinya. Apa juga Safitri tak berpikir, sejauh itu Thomas murka dan bertindak. Tak cinta dimananya coba? "Kalian itu emang cocok. Yang satu berpikir lambat banget, yang satu egonya setinggi kahyangan."

Belum juga Safitri bercakap lebih lanjut tapi Audi dari belakang datang dengan mulut penuh makanan. "Lo.. kapan datang?"

"Di, lo kalau di sini kerja. Bukan numpang makanan. Nyetlika sana."

"Orang laundrinya belum begitu rame. Setlikaan udah selesai, di rampungin Safitri."

"Di, gadis kalau makan harusnya duduk. Bukan sambil jalan." Kali ini Safitri yang menegur, karena di tangan Audi masih terdapat wadah nasi.

"Lah dia kan bukan gadis lagi!!" Audi melotot di ledek begitu, sendoknya siap melayang ke atas kepala rambut Diaz yang ikal itu. Tapi Diaz lebih sigap memakai pelindung kepala berupa keranjang timbangan laundri.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Safitri tersenyum senang sepanjang koridor kampus. Ia melihat sebuah kertas tanda pembayaran kampus. Baru pertama kali ia membayar uang semester yang begitu mahal dengan keringat sendiri. Tanpa campur tangan keluarga Tompson atau pun yang yang ia dapat dari melayani Thomas. Mulai hari ini ia akan sedikit-sedikit lepas dari rasa balas budi. Tinggal lulus kuliah lalu sukses mendapat pekerjaan hingga dapat membawa keluarganya keluar dari kungkungan Tompson.

"Safi..!!" Teriak Audi dari kejauhan sambil melambaikan tangan. Safitri membalas, tapi sebelum ia mengangkat. Seseorang lebih dulu menyergap lengannya kuat. Menyeretnya menjauh.

"Thomas... Lepas!!" Teriaknya minta di lepas tapi sayang walau sudah jadi tontonan tapi Thomas enggan melepaskan anak pelayannya begitu saja. Sedang Audi yang berniat mengejar malah di hadang iparnya, Bryan.

"Diem!! Nurut sama aku!!" Tubuh Safitri di seret ke parkiran lalu di masukkan paksa ke mobil sport Thomas. Audi jelas panik karena melihat sendiri sahabatnya di bawa kabur. Di saat genting seperti ini Diaz juga kemana.

"Lo, kenapa sih halangin gue!! Minggir nggak!!" Ancamnya pada Bryan yang tak mau beranjak barang seinchi pun. Dasar pria brengsek, arogan, kasar dan juga jahat.

"Percuma juga, mobil Thomas juga udah gak ada di kampus!!"

"Sebenarnya apa mau kalian. Kenapa Thomas bawa temen gue pergi. Apa belum cukup dia kemarin teror Safitri!!" Bryan memutar bola matanya dengan malas sambil menutup telinga. Ia memang sengaja membantu Thomas untuk memblokade jalan kakak iparnya ini.

"Lo gak usah lebay. Lagian temen lo gak sebaik yang orang pikir, gak sepolos penampakannya!!"

Plakk

Pipi Bryan terasa panas, beraninya wanita rendah ini melayangkan tamparan dengan tangan kotornya. "Gak semua perempuan sekotor yang lo pikir. Safitri memang miskin bahkan di mata lo, dia gak berharga sama sekali karena kemiskinannya. Tapi bagi gue, dia sahabat terbaik!!"

Mata Bryan memanas karena marah, ia menggeret kasar lengan Audi hingga mereka sampai di belakang halaman bangunan kampus yang cukup sepi. "Sahabat terbaik?" Lelaki itu malah tersenyum sarkastik. "Lo baru kenal cewek itu gak lebih dari setahun. Lo gak tahu apapun tentang Safitri. Lo gak pernah tanya. Kenapa Thomas bawa dia paksa? Atau kenapa Thomas kemarin ngamuk di ruko sampai harus menginap di penjara semalam?"

"Kenapa?" tanya Audi lirih karena merasa penasaran sekaligus terpojok.

"Karena temen lo. Perempuan yang lo anggap polos baik dan juga miskin itu sebenarnya pelacurnya Thomas!!"

Audi syok sekaligus tak percaya. Bryan dari dulu seorang pembual, dia saja bisa menipu Audi hingga perempuan itu terjebak dengan kubangan penderitaan hidup. Namun saat tangan Audi hendak menampar kembali, Bryan lebih sigap mengantisipasinya. "Loe bohong!!" Jeritnya tak terima, karena tangan kanannya sudah Bryan cekal.

"Terserah lo mau percaya atau gak. Gue juga ragu Safitri nganggap lo sahabatnya. Hal segede ini dia gak cerita. Selama ini dia hidup dari melacur, menjual tubuhnya ke Thomas. Lo gak pernah tanya gimana Safitri bisa dapat duit kalau kerja jadi pembantu mana mungkin bisa patungan buka usaha." Mata Audi menajam. Saat ini ia hanya ingin mencacah Bryan hidup-hidup. Sahabatnya di katai pelacur, jelas ia tak terima namun logikanya berdenging nyaring. Dari mana Safitri mempunyai tabungan sebanyak itu? Mengumpulkan gajinya sebagai pelayan berapa lama. Pelayan yang sambil sekolah, gajinya pun tak akan di bayar penuh.

"Lo jangan begok kayak suami loe!!" Bryan malah dengan lancang menunjuk-nunjuk pelipis Audi. "Safitri itu bukan sepolos yang lo kira. Sahabat?" Bryan malah tersenyum miris. "Mungkin kalian emang cocok jadi sahabat. Kalian sama-sama perempuan kotor. Lo jual diri ke kakak gue sedang Safitri ke Thomas. Selamat kalian benar-benar cocok!!" ucap Bryan telak sebelum melepas tangan Audi.

Sedang Audi masih mencerna semuanya sambil terdiam di tempat. Rasanya sulit percaya. Safitri jadi pelacur, Safitri jual diri. Bayangan gadis itu yang tersenyum tulus seperti tak ada beban, Safitri yang pandai memasak, Safitri yang pintar membuat catatan ketika dosen menerangkan, Safitri yang begitu sabar mrngadapi cucian laundry yang banyak, lalu senyum gadis itu yang kadang ia tangkap pahit, kadang Safitri juga melamun sambil menata pakaian. Audi tak menyangka di balik wajah malaikatnya, Safitri adalah sosok yang begitu rendah layaknya iblis perempuan yang merayu hawa agar makan buah kuldi hingga di turunkan ke bumi.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top