Six teen

6 tahun setelahnya

Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengubah arah pandangan seseorang. Menjalani masa kuliah dengan lancar, didukung oleh beberapa kawan Audi menjadi pribadi yang lebih matang serta tangguh. Hidup bersama Kenant yang semakin hari bukannya semakin sehat namun semakin sekarat. Pengobatan sampai negeri paman sam telah Kenant jalankan tapi tak menunjukkan perubahan signifikan.

Tentang bRyan, bukannya Audi sanggup mengindahkan sosok pria itu di sekitarnya namun pikiran Audi jauh lebih praktis jika menyangkut sosok pria yang terlihat dingin dan kejam itu. Mereka adalah saudara, adik dan kakak ipar yang tak pernah berselaras jalan. Lagi pula dua tahun lalu pria itu memilih mengungsi ke Inggris untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjananya, semua menjadi lebih mudah. Audi juga lebih tenang mendiami rumah utama. Ia juga berperan banyak dalam menjalankan perusahaan Brawijaya sebagai wakil direktur, terkadang menggantikan peran Inggrita yang semakin hari semakin kepayahan termakan usia.

“Di, apa Kenant sudah meminum obatnya?”

“Sudah Mah. Kenant sduah sarapan dan minum obat. Audi yang memastikannya sendiri.” Ucapnya sambil tersenyum tipis tapi yang tak pernah Inggrita tahu Audi selalu menjadi nelangsa jika melihat sang suami yang semakin kurus dan Cuma bisa terbaring di atas tempat tidur. Audi lebih senang melihat Kenant bertingkah manja layaknya anak balita dari pada melihatnya sering istirahat bagai mayat. Senyum jenaka suaminya tak terlihat, hanya berupa garis tipis namun sanggup membuat hati Audi disiram kedamaian.

“Bagaimana pesta penyambutan kedatangan Bryan?”

Audi tak langsung menjawab sebab begitu nama Bryan disebut, jantungnya masih berdebar. “EO sudah mengurusnya dengan baik. Persiapannya hampir selesai.”

“Syukurlah. Mamah sangat berharap dengan kedatangan Bryan. Mamah terlalu lelah memimpin perusahaan apalagi Eva juga akan menikah. Mamah harus banyak membantunya.” Itu dilema yang dihadapi Audi, membantu persiapan pernikahan Eva yang mungkin bisa menyakiti sang sahabat Raya. Menyambut kepemimpinan Bryan di kantor yang bisa membuat keduanya sering bertemu. Audi akan mengahadapi hari melelahkan ke depannya.

🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇

Bryan sama seperti dulu, tak ada yang berubah dari sosoknya yang tampan. Bryan mengenakan jamper mahal dipadukan bawahan jeans dengan merk ternama, kaca mata keluaran desaigner paris pun tak luput bertengger di atas hidungnya yang mancung. Jauh dari rumah tak memberi pelajaran pada Bryan. Fasilitas yang ia dapatkan masih sama hanya sekarang tanggung jawab besar sedang menunggunya. Orang-orang boleh menganggapnya seorang pria cangkang tanpa Brawijaya namun ia akan membuktikan apa yang orang anggap adalah kesalahan yang besar.

Soal cinta atau hubungan asmara Bryan berpikir praktis. Ada sosok Monika yang menunggunya memakaikan cincin pernikahan dan mengenakan gaun pengantin putih. Tak ada rasa cinta yang mendalam, mereka mengikat janji atas dasar untung sama untung. Bukannya Bryan tak berperasaan namun cinta adalah sesuatu yang harus ia kubur di dasar jurang.

“Bryan.” Pekikan kegirangan sang mamah membuat Bryan berhenti mendorong koper lalu perlahan memeluk sang mamah yang sudah dua tahun ia rindukan. Mungkin hanya sang mamah yang merasakan cintanya secara tulus.

“Akhirnya kamu pulang.”
Pulang, akhirnya dia kembali. Kembali ke kehidupan semulanya yang menyesakan hati, melihat gadis yang pernah menarik perhatiannya menjadi kakak ipar sekaligus musuhnya untuk mendapatklan kekuasaan di perusahaan. Audi berhasil membalasnya bahkan wanita itu mungkin sekarang sedang menyiapkan amunisi untuk menghancurkannya.

“Kenant sudah lama begitu?” Inggrita mendesah, Bryan masih sama tidak menghargai Kenant sebagai kakaknya.

“Bisa tidak kau memanggilnya dengan sebutan kakak?”

“Dia tak pantas disebut begitu.”

“Bryan...Dia sakit tidak bisakah kamu menghargainya, memberikan perhatian lebih padanya?”

Bryan menggosok hidung lalu memijit pelipisnya. “Dia punya istri yang memperhatikannya. Dia punya mamah yang dekat dengannya. Bryan mau ke kamar Mah. Mau istirahat.”

Inggrita Cuma melihat sang putra kedua meninggalkan kamar sang kakak. Dalam pikirannya bertanya-tanya, Apa Bryan iri pada Kenant atau masih menganggap Kenant seseorang yang harus disingkirkan namun apa yang perlu Bryan khawatirkan dari sosok Kenant. Bryan normal, tampan serta berpikiran waras.

🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓

Seperti biasa Pagi Audi berpacu dengan waktu, berpacu dengan uang. Ia bangu pagi sekali mengurusi keperluan dasar Kenant lalu menyiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Sarapan untuk dirinya sendiri kadang luput, tak jarang ia harus makan di dalam mobil sembari menata make up.

“Pagi..” sapa seorang anak buahnya yang ia lewati mejanya. Audi mempunyai ruangan sendiri. Tak lebih luas dari ruangan pemimpin namun cukup nyaman untuk dirinya.

“Bu, ditunggu di ruangan direktur.”
Audi hanya masuk ke ruangan untuk meletakkan tas dan juga berkas lalu bergegas ke ruangan Inggrita. Tanpa mengetuk pintu ia masuk namun begitu kursi direktur berbalik, Audi tak sanggup mengatupakn mulut.

“Apa sopan masuk tanpa mengetuk pintu?”

“Ku pikir mamah yang memanggilku.”

Di kursi ada sosok Bryan yang duduk sembari meletakkan sikunya di meja. Aura kekuasaan pria itu begitu kentara namun Audi sudah menyiapkan diri sejak lama. “Walau dia mertuamu, kalian di kantor tetap harus profesional.”

“Apa mamah sudah menyerahkan posisinya kepadamu?”

“Belum secara resmi namun segera. Ku harap kau mau menyesuaikan diri. Aku tahu.” Bryan berdiri, membuatnya seketika waspada. Pria ittu berjalan pelan namun hentakan keras nan dalam sepatunya menunjukkan jika Pria ini hendak memangsa Audi. “Selama aku tidak ada. Kau jadi lebih berkuasa.”

“Aku hanya menjalankan apa yang mamah amanatkan padaku,” jawabnya sambil menegakkan punggung.

“Sambil menyelam minum air kan? Saham yang Kenant miliki membuatmu berkuasa di sini.”

“Aku hanya berperan sebagai wakil suamiku.”
Bryan menyunggingkan sudut bibirnya. “Suami yang sekarat, lama kelamaan dia akan mati dan semuanya akan menjadi milikmu. Kau cukup pandai kan?”

“Jangan pernah mengharapakan suamiku mati. Dia pasti akan sembuh, aku akan merawatnya sampai Kenant kembali normal.”

“Jangan berpura-pura peduli. Dari awal yang kau inginkan Cuma harta Kenant.”

“Sudahlah. Berbicara denganmu adalah sesuatu yang buang-buang waktu. Jadi apa tujuanmu memanggilku?”

Bryan menaruh satu tangannya di saku sedang tangannya yang lain memainkan papan nama yang bertuliskan Inggrita. “Aku Cuma ingin menyapamu, membuatmu mengerti jika mulai hari ini keadaanmu di perusahaan ini tidak akan sama. Mamah bisa kau tipu namun aku tidak.”

Audi melempar senyum meremehkan. “Aku cukup lama memegang peran sebagai wakil direktur sedang kau baru datang sekarang. Kita tidak sama, kita tidak seimbang.” Desis Audi sambil mencodongkan tubuh dekat dengan Bryan.

Bryan menggeram marah, beraninya wanita rendahan ini menantangnya. Audi akan segera tahu posisinya dimana, sekali lumpur akan tetap menjadi lumpur walau dicoba untuk dibakar dan dijadikan porselen. “Lihat saja nanti Audi.”

Tidak perlu diijinkan Audi berbalik lalu ke luar ruangan. Hubungan mereka walau sempat berpisah akan tetap sama. Keduanya bagai dua ekor binatang pengerat yang saling menggigit. Mungkin beberapa tahun lalu Audi akan menangis mendengar hinaan Bryan namun sekarang ia Cuma bersedih sedang Bryan merasa bisa melupakan wanita itu namun terkaannya salah, hatinya kalah. Ia tetap mendambakan sang kakak ipar sama seperti enam tahun lalu.

🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇

Jangan lupa love dan komentarnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top