50| Akhir Indah Di Penghujung Cerita

Bunyi gesekan gelas bertemu meja kaca membuat aku menoleh, setelah lebih dari setengah jam bergumul dengan adonan tepung di mangkok. Ibu membawakan segelas jus timun segar membuat aku lekas menenggak habis sampai tak tersisa.

"Istirahat dulu kalau capek," ucapnya sembari menuangkan kembali jus timun dari teko ke gelas kosong tadi.

"Baru juga mulai, Bu."

Hari ini kami membuat kue raya, lebaran tinggal seminggu lagi. Jadi kami menyicil membuat kue dari sekarang. Aku mengambil sejumput adonan tepung roti yang telah dicampur margarin, telur, tepung maizena dan gula halus. Memipihkan adonan tersebut lalu mengisinya dengan selai nanas buatan Ibu. Kami sedang membuat nastar.

Ibu kemudian ikutan, "Kamu ngga boleh capek-capek, ingat kondisi kamu," kata Ibu, aku refleks melihat perutku yang sudah sedikit membuncit. Aku hanya menyengir, lalu mengangguk, tapi tetap melanjutkan pekerjaan.

"Anna paham, Bu."

Semenjak hamil, ibu jadi ekstra protektif padaku. Aku serasa gak bisa ngerjain apa-apa, karena ibu selalu bilang jangan kecapekan, jangan setres, jangan ini, jangan itu.

Huft, padahal kalau enggak mengerjakan apapun, juga buat stress karena kebosanan.

Lagipula karena sedang mengandung, aku tidak menjalani puasa kali ini, malahan seharusnya Ibu yang tidak banyak bekerja karena beliau puasa.

Usia kandungan yang ada di perut aku sekarang sudah menjalani minggu kedua belas. Alhamdulillah, terakhir kali checking kesehatan ke rumah sakit, janinnya sehat. Itu semua berkat Ibu, aku yang hamil beliau yang heboh untuk segala urusan.

Dua loyang sudah penuh dengan nastar siap panggang, saat aku hendak mengambil nya untuk dimasukkan ke panggangan ibu lebih dulu mengambil.

"Biar Ibu aja."

Aku mendengus, lalu berjalan mengikuti Ibu, "Anna bisa, Anna enggak bakalan mati cuma gara-gara manggang nastar, Bu."

"Kamu lupa sekarang kamu lagi berbadan tiga?"

Benar aku sedang hamil, benar juga janin yang aku kandung adalah dua, alias kembar. Tapi aku tidak mau terus menerus dilarang seperti ini. Aku mengerucutkan bibir, kesal terhadap Ibu.

"Sana kamu mandi saja, sudah sore. Ibu aja yang melanjutkan ini, kamu siap-siap sambut suamimu."

Selain karena aku sedang hamil, perlakuan Ibu ini karena masih trauma terhadap kejadian yang pernah menimpaku dulu.

Lima tahun yang lalu. Masa-masa sulit itu masih belum bisa terlupakan sepenuhnya, ibu tak mau aku mengalami hal serupa untuk kedua kalinya. Ia dengan tegas kali ini selalu ikut campur dengan kehidupan rumah tanggaku. Meski sudah berulang kali aku mengatakan, yang ini berbeda.

Sejujurnya, aku juga memiliki ketakutan sama. Takut akan diselingkuhi lagi, takut akan disakiti. Namun, kutahu dengan pasti suamiku yang ini bukan orang seperti itu.

Andre tidak akan menyakitiku.

Kembali ke lima tahun lalu, seminggu setelah cerai dengan Mas Herman. Aku kembali ke rumah Ibu. Pilu sekali rasanya kembali jadi beban orang tua, apalagi kini serentetan cerita menyedihkan beredar di lingkungan.

Gosip tentang kekerasan dan perceraianku menjadi perbincangan hangat para ibu-ibu komplek, setiap aku lewat mereka pasti menatap ku kasihan, seolah aku kucing malang yang sekarat.

Belum lagi nyinyiran yang merebak, mengatakan bahwa aku terlalu muda menikah, ini semua salah orang tuaku yang terlalu memaksa. Membuat keadaan semakin sulit.

Setiap malam aku tak pernah absen menangis. Selain karena omongan-omongan itu. Juga karena kutahu ekonomi keluarga ku semakin merosot.

Aku ingin bekerja untuk membantu, tapi ayah dan ibu kompak melarang katanya aku fokus menyembuhkan diri saja. Adikku satu sebentar lagi masuk kuliah, biaya daftar ulang dan UKT pertamanya harus segera dibayar, sedangkan tabungan keluarga kian menipis.

Pada saat itu, Andre kembali hadir di hidupku. Seperti biasa, dia hadir bak pahlawan. Ia membantu meminjamkan uang untuk bayar perkuliahan adikku. Tentu awalnya kami sungkan dan menolak. Tapi pada akhirnya setelah ia selalu membujuk dan kami tidak punya pilihan lain. Akhirnya kami terima dengan sangat sungkan.

Dari sana, hubungan kami semakin dekat. Tidak ada lagi batasan yang membuat aku harus menjaga jarak dengan Andre. Saat hendak menyicil utang kami, Andre menolak dibayar uang langsung.

Andre sama sepertiku, dia hanya lulusan SMA, hanya bekerja serabutan dan malamnya jadi pelayan di kafe. Bedanya, dia gigih sekali ingin mengubah nasib. Dengan tabungannya yang sudah lumayan dan uang dari ibunya, akhirnya pria itu nekat membuat sebuah cafe sendiri.

Ia menyewa sebuah ruko di pinggir jalan yang lumayan rame dilewati. Dewasa ini memang usaha kafe, tempat nongkrong minum kopi ala-ala estetik banyak menjamur dimana-mana, pelanggan nya juga banyak. Sebab, banyak para generasi milenial banyak yang nyaman bekerja di kafe karena WiFi dan tempatnya yang cozy. Beberapa orang juga punya kebiasaan nongkrong bersama teman-teman, beberapa lagi pergi ke kafe untuk foto-foto cantik untuk nantinya dipamerkan di sosial media.

Sebenarnya Andre tidak sungguh-sungguh bekerja sendiri, dia bersama dua temannya mengurus kafe tersebut. Tetapi karena memang sudah rejekinya, semakin hari tempat mereka kian ramai pengunjung. Tiga orang tidak cukup, maka dari itu Andre memintaku bergabung. Selain sekalian untuk bayar utang, aku juga senang karena kini punya kerjaan.

Aku tidak pikir panjang lagi langsung mengiyakan.

Dan, ya, dari sana kami semakin dekat. Setahun bekerja dengannya, tiba-tiba dia melamarku. Mendadak sekali. Ibu dan ayah bahkan menolak, karena takut terlalu cepat bagiku untuk menikah kembali.

Sebenarnya, hati kecilku memang sudah jatuh cinta padanya. Hanya saja rasa tidak percaya diri, karena merasa tidak pantas untuk nya. Juga masih trauma akan pernikahan sebelumnya.

Akhirnya lamarannya yang pertama aku tolak halus.

Ternyata Andre pria yang benar-benar gigih dan pantang menyerah setahun kemudian lagi dia melamarku. Kali ini aku menerima, setelah melihat Andre benar-benar berbeda.

Pilihanku kali ini adalah pilihan tepat.

Ibu Andre sangat baik padaku, begitu juga saudara-saudaranya yang lain. Andre juga tidak hanya manis di awal, hingga tahun ketiga pernikahan kami, dia tetap baik.

Ya, walaupun tetap ada kalanya kamu mengalami pasang surut, beberapa masalah muncul, tapi atas berkat Allah, kami bisa melewatinya dengan baik.

"Assalamualaikum...."

"Walaikumsallam," jawabku lalu bergegas membuka pintu.

Andre pulang, dengan senyum pepsodent aku menyambut kedatangannya. Lalu menyalim tangannya, ia membalas dengan mencium keningku, kebiasaan kami setiap hari.

"Hmm, istriku sudah mandi, baunya harum sekali," puji Andre membuat aku bersemu merah.

"Mas Andre bisa aja!" kataku sambil memukul bahunya pelan, dia hanya terkekeh pelan melihat tingkahku.

"Mas bersih-bersih dulu, bentar lagi buka puasa, Anna dan Ibu sudah menyiapkan."

***

Masih dengan sarungan, selepas pulang sholat tarawih di masjid, Andre langsung bergabung duduk di sofa ruang tengah bersama aku dan ibu.

"Ada yang Andre ingin sampaikan," katanya membuat perhatian kami kini tertuju pada pria yang kini sedang melepas pecinya dan menaruh di meja.

"Ada apa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Lisa bulan depan bisa bebas."

Ah, belum kuceritakan dengan lengkap apa yang telah terjadi lima tahun ini.

Lisa, dia benar-benar menyesali perbuatannya. Aku mengunjunginya karena penasaran mengapa dia sampai membunuh Bunda, padahal tidak perlu sampai melakukan sejauh itu.

Saat melihatku datang, Lisa langsung menangis dan meminta maaf sambil berlutut, katanya dia benar-benar telah melakukan kesalahan.

Aku yang sudah sempat sangat membencinya tentu tidak semudah itu memaafkan, sampai dia bercerita tentang hidupnya dan alasan-alasan mengapa ia melakukan hal berdosa tersebut.

Kebangkrutan keluarganya, ibunya yang gila harta dan kejam, serta ia sempat jatuh cinta pada Herman, penolakan Bunda pada hubungan mereka.

Aku akhirnya memahami, kondisi yang membuat Lisa seperti itu.

Setiap bulan aku mengunjunginya secara berkala untuk mendapatkan cerita-cerita sedih dan ucapan maafnya yang tidak pernah absen ia lontarkan.

Lisa juga bilang ia berharap aku bisa menemukan hidup baru yang baik.

Perlahan aku memaafkan dirinya, kata Ibu memang tidak baik terlalu membenci seseorang.

Kami kembali berteman, Lisa berterima kasih padaku, sebab ia mengaku selain aku, tidak ada satupun yang mau mengunjunginya.

Karena Lisa bersikap baik selama di penjara. Maka setiap hari besar ia selalu kebagian jatah pemotongan masa tahanan. Makanya sebenarnya aku tidak kaget dia bisa bebas walaupun masih lima tahun.

Pada sisi lain, Herman tidak lagi dipenjara sejak empat tahun lalu.

Bukan.

Dia tidak dapat pemotongan masa tahanan ataupun keluarganya membayar kompensasi tahanan. Hanya saja pria itu kini mendekam di rumah sakit jiwa.

Jiwanya terguncang hebat setelah berbagai hukuman dari Allah ia terima. Kehilangan Bunda, bercerai, dipenjara dan harus impoten dini karena insiden tendangan maut Lisa padanya.

Meskipun semua yang ia lakukan padaku, aku tetap merasa prihatin padanya. Pernah kucoba memberanikan diri menengoknya di rumah sakit jiwa sekali.

Pria itu kini kurus kering, ia tidak suka makan, sering melamun dan berbicara sendiri, kadang kalau kambuh bisa teriak-teriak sendiri, nangis tiba-tiba bahkan tertawa tidak jelas, begitu penuturan perawat dan dokter yang menanganinya.

Untung saja Mas Fauzan abangnya setia mengunjungi dan merawatnya.

Allah maha adil, maha penyayang dan maha pengasih. Semua indah pada waktunya.

****
Tamat
****

-

-

-

Yeay finally tamat!

Maaf bab terakhirnya kurang memuaskan 😭🙏🏻

Terima kasih banyak sudah membaca sampai di titik ini. Kalian luar biasa ❤️.

Semoga kalian semua tidak mengalami hal yang Anna rasakan, semoga bisa ambil pelajaran dari cerita ini.

Maaf ya, selama nulis cerita ini lama banget updatenya 😭🙏🏻

Soalnya aku juga punya kehidupan nyata yang lebih banyak drama dan masalah  wkwkw

Terima kasih atas vote dan komentar, itu semua membuat aku semangat sampai akhirnya bisa menamatkan cerita ini.

Sebenarnya bab ini sudah setengah selesai berminggu-minggu yang lalu, tapi aku lanjut hari ini karena sebelumnya sibuk pendaftaran kerja, tes dan wawancara. Sama seperti Anna aku tidak mau jadi beban orang tua huhuhu. Tanggal 29 pengumumannya, doakan aku lulus yaaaa, katanya doa banyak orang bisa terkabul 😁😄🙏🏻

Sekian cuap-cuap menyerempet curhat ini.

Sekian cerita ini, sekali lagi terima kasih banyak sudah membaca ❤️❤️

Sampai jumpa di cerita yang lain (jika berkenan membaca)

Salam penuh cinta

Cangtip1 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top