44| Ada apa?

Special chapter : Lisa Poin Of View (POV)

***

Aku sudah berjanji pada Herman agar tidak menerima pelanggan lagi karena dia bilang akan membiayai seluruh kebutuhanku mulai sekarang. Rasanya agak aneh saat tahu kini punya kekasih yang bertanggung jawab atas hidupku.

Menyenangkan. Senyumku mengembang mengingat pernyataan cintanya, rasa-rasanya hidupku kini jauh lebih indah.

Namun, aku terpaksa mengingkari janji saat om-om yang pernah menjadi pelanggan ku datang. Sudah sangat larut untuk bertengkar, ia keras kepala sekali walaupun sudah aku tolak mentah-mentah.

Dengan iming-iming uang jutaan rupiah, aku akhirnya menyetujui nya.

"Ah, kau nikmat sekali," katanya sambil terus memompa pinggulnya.

Pria tua ini sudah tidak berenergi, aku harus berpura-pura mendesah agar dia puas, meskipun rasanya tidak ada apa-apa.

Sudah banyak pelanggan yang mengatakan bahwa pelayanan yang aku berikan sangat memuaskan dan banyak yang ketagihan.

Aku terkadang tidak habis pikir, pria-pria itu rata-rata sudah berumur dan punya istri, apakah istrinya saja tidak bisa memuaskan mereka? Entah ini salah mereka atau salah istrinya yang tidak pintar membuat suami betah di rumah?

Bodoh amatlah, justru karena itu aku bisa makan. Kalau semua suami setia, lalu siapa yang memakai jasaku.

Aku terikikik, om-om tua yang kini banjir oleh keringat terlihat bingung, "kenapa?"

"Enggak, Om. Bukan apa-apa," kataku membelai dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu rambut yang sedikit banyak sudah beruban. Kuhentikan pinggulnya, "mau gantian Om? Biar Lisa yang puasin, Om."

Tidak menunggu jawaban nya, aku membalikkan kondisi, kini ia di bawah. Women on the top. Aku memang lebih menyukai di bawah, tapi jika lawan bermainku pria lemas macam yang satu ini, maka posisi ini lebih menyenangkan.

Sambil maju-mundur, om-om ini kesenangan memainkan payudaraku. Aku geli merasakan remasan di kulit dadaku, hal ini memicu birahiku semakin naik dan mempercepat goyangan pinggul saat gejolak itu mulai muncul.

Si Pria tua ini rupanya merasakan hal yang sama, ia menggoyang pinggulnya membantu ku, juga tangannya yang semakin kuat meremasi dadaku.

"Shhs... Sedikit lagi, Om. Barengan, ya...."

Hanya butuh beberapa saat untuk kami sama-sama bisa merasakan nikmatnya orgasme, tapi gagal karena pintu tiba-tiba terbuka.

Herman muncul, membuat aku seketika panik dan melepaskan diri, menjahui pria tua itu dan buru-buru membalut diri dengan selimut.

"Om Herman?"

Aku kebingungan, terkejut lebih tepatnya. Bagaimana dia bisa ada di sini? Bukannya dia tadi siang yang mengatakan tidak akan datang karena mau bersama istrinya.

Tadi pagi, selepas bertemu dengan Anna, aku memang belum menceritakan apa-apa pada Herman. Karena menurutku waktunya belum tepat.

Herman bilang, jika memang tidak mau menjadi istri kedua, maka aku harus rela jadi selingkuhan nya agar Anna aman.

Aku pun mengiyakan. Meskipun aku bukan wanita baik-baik, tapi aku teman yang setia. Selagi tidak ketahuan, maka Anna tidak akan tersakiti pikirku. Kenyataan bahwa Anna tahu membuat aku kembali pusing apakah pilihanku salah?

Rencananya aku akan memutuskan hubungan berdosa ini dengan Herman, dan mungkin saja pilihan jadi istri kedua bukan hal yang buruk. Aku bisa tetap menjalin hubungan baik dengan Anna.

Mungkin bila didekati dengan cara baik-baik, Anna akan menerima hubungan kami. Begitu pikirku.

Aku sangat tahu meskipun suaminya brengsek, Anna pasti masih membutuhkan sosok Herman dalam hidupnya, bukankah sama sepertiku, dari segi ekonomi Anna masih bergantung pada suaminya.

Kedatangan Herman sungguh tidak terduga, ia melihat pelanggan ku dengan tatapan tidak suka.

"Anjing, beraninya kau asal masuk saja. Keparat, padahal sedikit lagi." Kata pria tua itu sambil menggeram, masih dengan telanjang bulat, tidak tahu malu sekali.

"Keluar!" Seru Herman, disambut tatapan tidak suka pelangganku.

"Siapa kau, aku lebih dulu menyewanya bangsat, kalau mau kau bisa mengantri setelah diriku," ujarnya.

Aku sedikit sakit hati karena pernyataan itu sangat merendahkan diriku hanya saja aku memang sudah rendahan.

"Aku akan mengganti uangmu sekarang keluar brengsek."

"Om keluar aja, maafin Lisa ya, nanti uangnya Lisa tranfer balik," kataku menengahi, tidak mau ada keributan di kos ku. Ini sudah malam, mana mau aku orang-orang datang ke sini karena pertengkaran dua pelanggan ku ini.

Agak menyesal juga menjanjikan transfer balik, padahal pria tua itu sudah dapat setengah servis. Akh, sial, ini rugi.

Pria tua itu pun sambil bersungut-sungut, memunguti bajunya dan memakainya dengan lambat, Herman berusaha sabar untuk tidak melempar keluar pria itu walaupun masih telanjang.

Aku sendiri melakukan hal yang sama, mengambil lingerie yang tergeletak di lantai dan memakainya dengan cepat.

Akhirnya si pria tua keluar juga.

"Kenapa datang?"

"Kenapa kau masih saja tidur dengan orang lain?"

Sial. Ternyata dia masih mempermasalahkan ini. "Sama seperti mu om, dia kayaknya juga ketagihan dengan tubuh Lisa," jawabku cuek.

"Sialan, kau perempuan sialan," ia maju meraih wajahku.

Lalu menciumi diriku penuh damba, tak perlu kuceritakan apa yang selanjutnya kami lakukan, hanya satu yang pasti, kali ini akan jadi menyenangkan.

***

Kami bangun kesiangan, sebenarnya aku masih mau tidur lebih lama lagi, hari ini tidak ada jadwal kuliah, aku bisa mendekam seharian di kamar. Terlebih lagi pelukan om Herman sangat nyaman, meski apalagi sama-sama tidak mengenakan sehelai pakaian di tubuh, tubuhnya yang hangat sangat menyenangkan.

Namun, gedoran pintu membuat aku mau tak mau harus menyudahi kenikmatan tersebut, kemungkinan besar itu ibu kost. Ah, bukan rahasia lagi pekerjaan ku, ibu kost sudah tahu, itu sebabnya berulangkali pelanggan kerap datang, aku tidak pernah ditengur.

Aku bersyukur bisa tinggal di kost-kostan yang lumayan bebas, tamu pria atau wanita bebas masuk, tetanggaku juga sering membawa pacarnya masuk, kegiatan "bercocok tanam" sudah sering aku dengar, maka kami tidak pernah mengusik satu sama lain. Sama-sama tahulah.

Aku mengambil baju kaos oblong dan celana pendek seadanya, lingerie ku sudah tak karuan bentuknya maka tidak pantas untuk dipakai lagi.

Dengan malas aku membuka pintu.

"Andre?"

Mataku terbelalak melihat tamu yang datang, dia rekan kerjaku di cafe, memang dia tahu kost-an ini, tapi dia sangat jarang datang ada angin apa dia tiba-tiba muncul?

"Mana pria itu?"

"Hah?"

"Mana si brengsek itu?"

"Lo ngomong apa, Ndre? Gue nggak paham."

Andre menghela napas, dia mengusap wajahnya, "Jangan coba menyembunyikan manusia kurang ajar itu, Lis."

"Lo bicarain siapa? Gue nggak paham."

Mengabaikan aku yang kebingungan, Andre mendorong tubuhku dan masuk tanpa seizin, ia mendapati Jerman yang kini telah memakai celana boksernya, mungkin ia telah terbangun karena kebisingan kami.

"Tega sekali ya, bapak, masih sempat main di sini, setelah membuat istri anda sekarat."

Aku memandangi Andre dan om Herman secara bergantian, mencoba mencerna apa yang terjadi. Ada apa dengan Anna? Om Herman membuat Anna sekarat?

Demi Tuhan apa yang telah terjadi?

"Jangan ikut campur urusan yang bukan rana kamu anak muda, sekarang pergi dari sini."

Andre mendengus, matanya nyalang menatap Om Herman. Selama aku mengenal dia, Andre sama sekali bukan tipe tempramental, ia selalu bisa mengontrol emosi dengan baik. Kalau sampai dia seperti ini maka kesalahan Om Herman sudah berada di luar batas.

"Om, apa yang terjadi? Anna kenapa?" tanyaku.

"Aku akan jelaskan, tapi tolong usir dia keluar."

Secara tiba-tiba tanpa tedeng andre menyerang Om Herman, aku refleks berteriak dan mencoba melerai meski kutahu tidak akan bisa memisahkan mereka.

"Dasar laki-laki brengsek! Tanggung jawab lo!"

Andre terus-menerus menghujani pukulan ke wajah Herman, sedangkan Herman masih setia mencoba untuk membalas. Saat ada kesempatan, pria itu membalikkan keadaan, menendang perut Andre hingga terpelanting jatuh membentur dinding.

Andre tidak mau kalah mengambil sapu di samping pintu lalu melibas kan ke tubuh Herman.

"DREE, STOP." Aku panik bukan main sapunya patah, aku melihat bahu kanan Om Herman tergores darah segar mengucur dari sana.

"Dia pantas mendapatkan itu!"

Mereka masih terus bergelut, karena itu aku memutuskan untuk keluar dan berteriak minta tolong.

*****

Vote and komentar:)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top