33| Pria Paling Brengsek
[Special part : Lisa's POV]
***
Kalau aku mengingat masa lalu, pada malam-malam panas kami, ada jeda waktu untuk kami saling mengenal satu sama lain.
Om-om yang mengaku sudah berumur itu, kalau kuhitung sekarang umurnya empat puluh tahun, sejak awal emang enggak mau menikah. Ia sadar diri masih ingin main-main walau waktu terus berputar, usianya setiap tahun bertambah.
Katanya dulu padaku begini; "Saya masih suka main perempuan, enggak tega saya menyakiti hati istri saya kelak." Saat aku bertanya kenapa tidak nikah-nikah, padahal kan kalau udah nikah bisa ngewe halal. Manis banget kedengarannya, pria itu terlihat sangat menjagakan perasaan istrinya, sampai beberapa bulan ini aku tahu ia tetap saja menyakiti istrinya meski sudah banyak bermain-main.
Pepatah yang mengatakan sekalinya laki-laki brengsek ya tetap akan brengsek itu benar sekali. Hanya nol koma lima persen perempuan bisa mengubah sifat brengsek pria.
Meski begitu aku tidak pernah sekalipun membencinya, Herman tetaplah om-om yang dulu menjadi pelanggan favorit aku. Bayaran yang ia kasih selalu tinggi, tubuhnya juga terjamin bersih dan kuat, jadi waktu kami bermain aku juga bisa mendapatkan kenikmatan yang sama.
Beberapa kali aku dapat pelanggan om-om bangkotan yang 'anu'-nya telah keriput. Enggak enak banget sumpah!
Tapi karena pekerjaannya aku ini bukan tentang kenikmatan yang aku dapatkan tapi kenikmatan yang pelanggan aku dapat, jadi aku tidak pernah mempermasalahkannya. Yang penting uang, boss!
Bertemu lagi dengannya setelah waktu yang lama membuat aku terkejut bukan main. Apalagi mendapati Ana yang jadi istrinya semakin membuat aku terkejut.
Aku sudah bisa menebak suatu hari kami akan bertemu, berteman dengan Ana, sering ke rumahnya, sungguh memperbesar kemungkinan kami bertemu.
Aku sempat berpikir ia tidak akan mengingat atau merasa tertarik denganku lagi karena sudah ada Ana. Tapi nyatanya hari ini lihat. Om-om sange ini muncul di tempat kerjaku.
"Buat apa kemari?"
"Buat nyewa jalang kesayangan saya yang dulu sempat hilang."
"Emang istri kesayangan lo nggak sanggup memuaskan suaminya ini?" Kataku dengan dengusan.
"Puas sih. Amat puas lagi, meski kadang kesal karena dia sangat amatir," jawabnya membuat aku memutar mata. Apakah harga istrinya serendah itu? Hanya sebatas pemuas nafsu?
Kok yo lemes banget bibirnya ngomong amatiran. Ya jelas amatir, kan Ana cewek baik-baik yang masih polos banget tentang begituan, emang dia yang udah sering coblos sana coblos sini.
"Melihat kamu lagi, aku jadi ingin servis handal kamu." Ia menatap tubuhku lekat.
Sebagai seorang wanita penghangat ranjang pria mesum, dipandang seperti ini sudah biasa. Tapi kali ini rasanya risih. Mungkin ini efek aku mengetahui Herman itu suaminya Ana, teman dekatku.
"Enggak! Om sudah saya blokir dari daftar pelanggan saya," tolakku tegas.
"Saya bayar mahal. Kamu tahu saya selalu royal ke kamu."
Aku lagi-lagi mendengus, serindu itu ia akan tubuhku?
Dasar sangean
"Tetep enggak mau. Sana cari jalang lain."
Wajah Herman mulai mengeras, ia tampak kesal. Aku tidak peduli, sejak Bundanya mengancamku hari itu, aku memang sudah bertekad untuk menjauhi pria ini, bodo amatlah kehilangan bayaran tinggi.
"Saya maunya kamu!"
"Saya mau kerja, pulang sana," putusan terakhir, aku berbalik hendak pergi, tapi ia menahan tanganku.
"Sekali saja. Saya rindu 'punya' kamu."
Lihat .... Wah dia sepertinya sangat menyukaiku, tapi tetap enggak bisa. Aku tidak akan sanggup ngewe dengan bayangan Ana di kepalaku. Lalu bagaimana kalau nanti Ana tahu, pasti dia sangat kecewa. Meskipun bukan sahabat ku, tapi dia wanita baik, aku tidak pernah tega menyakiti orang baik, meskipun bukan perempuan baik-baik.
Aku melepaskan tangannya. "Om ingat istri, saya tidak terima pelanggan yang beristrikan teman saya."
"Sialan, sejak kapan jalang sepertimu berani pilih-pilih pelanggan?!" bentaknya marah, membuat aku frustrasi. Pelanggan sudah datang satu persatu, meskipun imege jelekku sudah ketahuan sesama teman kerjaku, tapi untuk diketahui pelanggan sungguh bukan keinginanku.
"Sana main sama istri lo aja, lo ajari kek biar handal, biar lo puas. Gue. Enggak. Mau. Melayani. Lo!" kataku penuh penekanan di kalimat akhir.
Berikutnya yang terjadi selepas malam aku menolaknya adalah, ia setiap malam kemari. Memohon minta aku puaskan, aku tolak terus.
Namun, kehadirannya setiap malam membuat aku kesulitan cari pelanggan lain, alhasil aku sudah tiga hari tiga kerja.
Om-om sange kurang ajar emang.
Aku lihat-lihat Ana itu cantik, kulitnya putih bersih wajahnya rupawan, baik lagi. Kok ya Herman masih kurang sih? Heran aku.
"Pria itu datang lagi?" tanya Andre menjumpai aku yang tengah sembunyi di belakang. Sudah setengah jam aku di sini, berharap Herman pulang, tapi tak jua ia pergi.
"Iya. Tolong usir dong, Ndre...."
"Tumben lo nolak pelanggan." sindirnya, masih terasa aura-aura kesal akibat pembicaraan terakhir kamu.
"Dia suami teman dekat gue. Gila aja gue terima. Gue masih punya perasaan kali."
"Apa bedanya? Setiap kali lo main sama om-om lain, lo gak kepikiran tentang istrinya apa?"
"Bedanya gue enggak kenal istri mereka."
"Sama aja sih, Lis."
"Beda dong!" Seruku tidak terima. "Lagi pula, pekerjaan gue bukan jadi selingkuhan, cuma one night stand. Main sekali doang, emang ada yang beberapa kali karena ketagihan, sih. Hihi." Aku cekikikan mengingat pelanggan yang kecanduan padaku. Salah satu Herman ini nih!
"Kapan sadarnya sih, lo, Lisaaa?"
"Kenapa selalu ngurusin hidup gue, sih, Ndre."
"Karena gue peduli, gue khawatir suatu hari pekerjaan lo jadi bumerang bagi lo. Gue sebagai teman lo cuma mau lo baik-baik aja."
Jujur aku tersentuh. Andre emang sepeduli itu sama aku. Tapi aku telah memikirkan pekerjaan ini, hanya menjadi pelacur yang bisa ngasih aku uang banyk untuk biayain hidup gue.
"Baik banget lo." Aku memeluknya tanda terima kasih, "thanks udah peduli."
"Bentar gue suruh om-om itu pergi," katanya memisahkan tubuh kami.
"The best! Lo emang teman paling bisa diandalkan, Ndre!!"
Andre menemui Herman, melalui celah pintu belakang aku melihat Andre berbicara dengan Herman.
Lama mereka berbicara membuat aku bingung, sesulit itulah mengusir Herman?
"SAYA BUTUH BICARA SAMA LISA!"
Bentakan itu membuat aku terkejut, Herman emang pria keras kepala. Ini hari keempat ia kemari, aku benar-benar sudah muak. Tampaknya aku harus turun tangan sendiri untuk mengusir nya.
"Mau apa lagi, sih, Om?"
"Mau kamu!"
Andre mencebik, menatap kami berdua dengan tatapan jengah. Ia akhirnya memilih kebelakang tidak mau ikut campur urusan bisnis haramku.
"Saya kan sudah nolak, kok Om batu banget sih."
"Saya bisa gila kalau kamu nolak begini Lisa. Juniorku benar-benar rindu liangmu."
Aku ingin muntah mendengar ucapan kotor nan mesumnya. Om-om ini benar-benar tidak tahu diri, otak sangean, keras kepala. Arghh!
Frustasi aku!
"Pikirkan Ana goblok!" Akhirnya keluar juga ucapan kasarku, tapi Herman benar-benar sudah kelewatan.
"Itu urusan saya. Enggak penting juga dia!"
"Tapi dia teman Lisa, Om. Enggak bisa. Cari cewek lain aja sana."
"Saya mau kamu. Pokoknya kamu harus mau, saya bayar mahal. Sekali saja Lisaaa. Saya mohon."
Aku menggeleng, "Enggak!"
"Sekali saja atau saya kasih tahu Ana kalau kita pernah tidur bareng!"
Aku terbelalak, ancaman macam apa itu?
"Gila! Seharusnya Om yang takut bila masa lalu kita Ana tahu."
"Hahaha. Saya enggak pernah takut Ana tahu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Perempuan miskin polos itu pastinya cuma bisa sedih, ia tidak akan bisa menggugat cerai saya."
Aku tak percaya akan apa yang aku dengar, Herman pria tergila yang pernah kutemui.
"Tapi kalau sampai Ana tahu teman yang ia percaya ini ternyata pernah bermain dengan suaminya? Bagaimana perasaannya? Ia pasti akan sangat marah padamu Lisa."
Sial. Seandainya aku ini murni perempuan jahat yang tidak punya hati, ancaman Herman pasti mudah kuabaikan. Tapi aku masih punya hati, aku masih ada empati!
Sial.
Sial.
Sial!
"Jadi bagaimana?"
"Brengsek!"
****
Yang ngatain Lisa perempuan jahat masih ada gak ya?
Bagaimana pendapat kalian tentang Herman?
Satu kata buat Herman?
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa bintang atau komentar yak!
Salam sayang
Cangtip1❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top