Chapter 9
Chapter 9 : Sakura milikku
.
.
.
.
.
Ingatan-ingatan itu kembali berputar, membuat Sasuke memejamkan matanya lelah. Dirinya sudah beberapa menit duduk berdiam diri di dalam mobil tanpa berbicara sepatah kata pun. Tatapan matanya terlihat kosong, tapi pikirannya melayang kemana-mana.
"Aku tahu ini pasti akan terjadi." Akhirnya beberapa kalimat pun keluar melalui bibir Sasuke. Entah dengan siapa Sasuke berbicara, namun kelihatannya pria itu merasa sedih.
"Aku tahu Sakura akan mengetahuinya, tapi aku tidak menyangka secepat ini dia melihatnya. Bagaimana aku bisa menceritakan semua kejadian itu nantinya?" Keluh Sasuke frustasi.
Jujur, Sasuke memang merasa dirinya itu begitu egois. Memaksa kehendak orangtua, memaksa Sakura, dan memaksa takdir untuk mempersatukan mereka. Sasuke tak mengerti- atau lebih tepatnya tak peduli dengan perasaan orang-orang di sekitarnya. Yang ia pikirkan hanya satu, memiliki Sakura.
Tanpa memikirkan itu semua, Sasuke memaksa orangtua Sakura untuk menyetujui- atau bahkan memberikan mereka perjanjian. Kizashi yang dulunya adalah seorang karyawan biasa, kini memiliki pangkat yang lebih tinggi. Dan rumah kecil yang biasa mereka jadikan untuk tempat tinggal, sekarang tergantikan dengan sebuah Mansion mewah atas nama Haruno. Tentu saja, siapa pun yang bekerja sama dengan Uchiha, mereka pasti akan di per-untungkan.
Kizashi dan Mebuki hanya berpikir, Sasuke adalah teman masa kecil Sakura, Sasuke adalah putra dari sahabat dekat mereka, Sasuke adalah bagian dari keluarga Uchiha- clan yang sangat besar, dan Sasuke adalah CEO dari perusahaan utama Uchiha's Corp.
Sasuke memiliki beberapa cabang perusahaan lain yang tersebar luas. Bukan hanya di Jepang saja, tapi di semua benua. Hampir dari mereka semua tahu nama 'Uchiha Sasuke'. Selain itu, Sasuke juga memiliki proyek bangunan-bangunan seperti apartemen, hotel, wahana bermain, mall, tempat wisata, dan lain-lain.
Kejeniusan Sasuke dalam urusan bisnis membuat Kizashi yakin, masa depan Sakura akan sangat-sangat cerah jika memiliki pendamping seperti Sasuke. Putri tunggalnya itu juga pasti tak akan lagi kesulitan dalam urusan ekonomi. Semua kebutuhannya akan di tanggung oleh Sasuke.
Mereka pikir... Sakura akan bahagia.
Tapi kelihatannya tidak. Terlalu banyak rahasia yang Sasuke sembunyikan dari Sakura, membuat gadis itu berpikir kalau Sasuke mengerikan.
"Aku benar-benar tidak punya pilihan lain." Sasuke menghembuskan napasnya kasar. "Aku tidak tahu perasaan ini seperti obsesi atau apa, tapi aku memang mengerikan. Aku hanya ingin Sakura jatuh di pelukanku tapi itu malah membuatnya tidak bahagia." Wajah Sasuke kembali menyorot sedih.
"Tuhan benar-benar menghukumku dengan cara sadis." Sasuke terkekeh pelan, "perasaan benciku yang dulunya sangat kental pada Sakura, sekarang memudar. Dan tergantikan dengan perasaan cinta yang membuatku kesal."
"Ya Tuhan, kenapa aku harus menyukainya, sih?" Mata onyx Sasuke berkaca-kaca. "Aku tidak tahu perasaan cinta itu sesakit ini. Seharusnya dari awal, aku tidak di pertemukan oleh Sakura. Agar aku tidak membebaninya seperti ini. Rasa 'ingin memiliki' di dalam tubuhku terus bergerak buas membuatku linglung sendiri."
Sasuke mengacak surai raven nya kasar. "Apa yang harus aku lakukan?!"
.
.
.
.
.
Tubuh Sakura tergulung hangat dalam selimut. Beberapa kali gadis itu mencoba untuk memejamkan mata, tapi tak berhasil. Pikirannya saat ini tengah rumit. Ia benar-benar tidak bisa terlelap dengan nyaman.
Pernikahan.
Stalker.
Possesif.
Uchiha Sasuke.
Sakura berpikir keras soal keempat hal itu. Pikirannya terus bertanya-tanya, apa ia dan Sasuke pernah bertemu sebelumnya?
Jawabannya nol. Sakura tidak mengetahui apa-apa soal ini semua. Dirinya butuh jawaban, agar terlepas dari rasa penasaran yang sedari tadi terus membelenggu relung hatinya.
Ceklek!
Bunyi knop pintu terputar, detik setelahnya pintu kamar itu terbuka lebar. Menampakkan sosok Uchiha Sasuke dengan wajah datarnya. Dengan langkah kaki yang terdengar tenang, Sasuke berjalan menuju ke arah jarum 9, dimana tempat ruang kamar mandi berada . Hingga tanda-tanda keberadaannya tak terdengar lagi di telinga Sakura, membuat gadis itu yakin kalau saat ini Sasuke sudah memasuki kamar mandi.
Beberapa menit berlalu, Sakura masih terdiam pada posisinya. Sebenarnya Sakura ingin sekali bangun dan memberi Sasuke banyak pertanyaan. Tapi nyalinya terlalu kecil untuk melakukan hal itu. Bernapas saja ia sudah sangat gugup, apalagi kalau sampai bangun.
Lagi, terdengar suara pintu terbuka. Pintu yang berasal yang ruang kamar mandi. Sakura dapat mendengar suara langkah kaki Sasuke yang mendekati pintu lemari. Lalu suara pintu lemari terdengar dibuka secara perlahan, membuat Sakura sedikit penasaran.
Beruntung karena posisi lemari itu memudahkan Sakura untuk mengintip, dengan pelan Sakura menurunkan sedikit selimut yang menutupi wajahnya. Lalu melihat tubuh Sasuke yang berdiri membelakanginya karena pria itu tengah mengambil pakaian di dalam lemari-
OH YAAMPUN!
Wajah Sakura sepenuhnya memerah malu. Melihat tubuh Sasuke dari belakang yang hanya menggunakan boxer berwarna hitam dengan corak garis-garis.
Blush...
Pipi Sakura masih merona, merasa malu dengan apa yang ia lihat. Sejenak dirinya berpikir, "apa mengintip seorang pria yang hanya memakai boxer adalah sebuah kejahatan?"
Sepertinya tidak, ini sudah tahap memalukan.
Terlepas dari itu semua, saat Sasuke masih memilah-milah pakaian dalam lemari, tatapan Sakura fokus pada punggung tegap Sasuke yang belum di lapisi apa-apa. Tanpa sadar Sakura sedikit kagum dengan punggung Sasuke yang terpahat sempurna. Apalagi kedua bahu pria itu, begitu tegap dan kokoh. Sakura berpikir kalau kepalanya bersender di bahu Sasuke, ia akan merasa nyaman.
"Ternyata kau belum tidur."
Suara dingin Sasuke membuat Sakura sontak terkejut. Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya heran. "Apa Sasuke berbicara padanya?"
Mustahil. Bukankah posisi Sasuke saat ini tengah membelakangi Sakura? Bagaimana bisa pria itu sadar kalau Sakura tengah mengamatinya sedari tadi?
Sasuke perlahan berbalik, dengan pakaian berwarna putih yang berada di genggaman tangannya. "Tatapanmu terasa menembus punggungku. Aku sadar kau sedari tadi memperhatikanku, Sakura." Ucap Sasuke datar.
Sakura meneguk saliva nya gugup, lalu berdehem canggung. "Be-begini, sebenarnya tad-tadi aku hanya..."
"Kenapa belum tidur? Ini sudah larut malam." Potong Sasuke datar.
"E-em.. kau juga- kenapa baru pulang sekarang?"
"Aku keluar sebentar, berniat menenangkan pikiran." Jawab Sasuke datar. Sedikit heran mengapa Sakura terus membuang arah pandangannya dengan wajah memerah seperti itu.
"Sas-Sasuke-kun," Cicit Sakura menahan napas, "Pakai bajumu!"
"Hn." Respon Sasuke tenang. Dengan gerakan lambat, ia mulai memakai kaos putih yang perlahan melingkupi sepanjang punggungnya.
Deg!
Bulu kuduk Sakura berdiri, merasakan aura berkilauan yang menyebar di antara tubuh Sasuke. Astaga, pemandangan macam apa ini?!
"Sasuke-kun, jangan memakai baju di hadapanku! Apa kau tidak malu?" Protes Sakura mengalihkan arah pandangannya, dimana saja asal kedua matanya tak melihat sosok tampan Sasuke. Eh, apa? Tampan? Sasuke?? Sepertinya Sakura sedang ngelindur.
Sasuke mengendikkan kedua pundaknya acuh, lalu kakinya melangkah mendekati ranjang. "Kau istriku. Jadi kenapa aku harus malu?" Balas Sasuke datar.
Sakura bungkam, tak bisa membalas ucapan Sasuke lagi. Oh sial! Sasuke pandai sekali membalas ucapannya. Sakura diam tak berkutik, hingga tanpa sadar Sasuke sudah bergerak menaiki ranjang.
"Berhenti memikirkan hal lain. Sekarang tidurlah." Celetuk Sasuke menangkup sebelah pipi Sakura yang mungil dengan telapak tangan besarnya.
"A-aku..." Sakura bergumam ragu-ragu. Sama sekali tak menolak tangan Sasuke yang menyentuh pipinya. "Aku ingin bertanya sesuatu, Sasuke-kun." Ujar Sakura pada akhirnya.
Sasuke menghembuskan napas. "Aku menyuruhmu untuk tidur. Sekarang."
"Tap-tapi... sedari tadi aku terus memendam perasaan ini! Kumohon, jawab pertanyaanku." Mata Sakura berkaca-kaca penuh permohonan. Berharap agar Sasuke mendengarnya kali ini.
"Hn. Apa yang ingin kau tanyakan?"
Sakura menahan napas sejenak selama beberapa detik, sebelum kembali berbicara. "Benarkah kita akan pulang ke Jepang besok? Tapi kenapa?" Tanya Sakura ragu.
"Kupikir aku sudah menjelaskannya tadi pagi. Aku ingin mempercepat hari bulan madu kita, karena pekerjaanku di Jepang sana sudah menungguku untuk menyelesaikannya." Jawab Sasuke sambil berbaring di sebelah Sakura. Ia menarik selimut agar menutupi setengah tubuhnya. jujur, sebenarnya perasaan Sasuke sedang badmood akibat Sakura melihat ruang 'rahasia' nya. Jadi tanpa pikir panjang, ia langsung memutuskan untuk kembali ke Jepang karena rasa kesal.
Sakura terdiam, "boleh... aku bertanya satu hal lagi?"
"Aku mengantuk." Jawab Sasuke dengan mata terpejam.
"Tapi ini soal kejadian tadi pagi, Sasuke-kun." Sakura berkata penuh menuntut, "aku ingin tahu masa laluku. Papa dan Mama tidak pernah memberitahuku soal ini. Kumohon, ak-"
"CUKUP, SAKURA!"
Deg!
Mata Sakura membulat lebar, mendengar teriakan- atau lebih tepatnya bentakan penuh amarah yang baru saja keluar melalui bibir Sasuke. Sakura melihat Sasuke mengerang lumayan keras sambil mengacak rambutnya kasar. "Kau tambah membuatku frustasi! Oh Tuhan. Kumohon, Sakura. Aku tidak ingin kau membahas hal ini lagi. Aku pasti akan memberitahumu suatu saat nanti- tapi tidak sekarang. Ya, tidak sekarang." Lirih Sasuke pelan. Wajahnya terlihat lelah sekali.
"Tap-tapi... aku-" Suara Sakura bergetar, gadis itu berusaha meredam tangisannya dengan cara menggigit bibir bawah. Sakura merasa hidup ini tak adil. Ia menjadi korban, ia di paksa hidup dalam lingkaran kehidupan pernikahan. Dirinya tidak tahu apa-apa. Semua orang menyembunyikan sesuatu darinya, termasuk Sasuke. Tapi apapun yang terjadi, ia tetap harus menjalani kehidupannya sekarang. Bukankah ini sangat jahat? Kenapa takdir selalu mempermainkan Sakura tanpa peduli dengan perasaan gadis itu?
Tes!
Setetes air mata Sakura jatuh melewati pipi. Tanpa berniat mengusapnya, Sakura berbalik berniat tidur. Tapi sebuah lengan kokoh menahan tubuhnya. Dan di detik selanjutnya, Sakura merasakan rengkuhan hangat Sasuke.
"Maaf." Sasuke bergumam pelan, sambil mengecupi pucuk kepala Sakura berulang-ulang. "Kumohon jangan keluarkan air matamu. Aku tambah merasa bersalah." Lirih Sasuke memejamkan matanya, berusaha menghilangkan perasaan tak enak yang terus hinggap di hatinya.
"Sasuke-kun, katakan apa alasanmu melakukan ini semua padaku." Sakura berbicara dengan suara serak. Gadis itu sama sekali tak memberontak dalam pelukan Sasuke.
Sasuke menahan napas, "aku akan memberitahumu saat waktunya sudah tepat. Lupakan kejadian tadi pagi dan bersikaplah normal seperti biasanya." Bisik Sasuke membelai surai merah muda Sakura lembut. Sungguh, Sasuke tidak ingin Sakura tambah membencinya. Karena ia yakin, kalau ia menceritakan kejadian masa lalu itu, Sakura akan takut padanya dan berpikir kalau Sasuke memang pria yang sangat buruk.
Sakura mencengkeram erat ujung kaos Sasuke. Dengan wajah yang masih memerah akibat menahan tangis, Sakura mendorong paksa tubuh Sasuke hingga terbaring. Sakura terisak kecil sambil memandang wajah Sasuke di bawahnya. Bahkan, gadis itu tak peduli dengan wajah terkejut Sasuke. Yang menjadi objek penglihatannya adalah, kedua mata onyx Sasuke.
Di lain sisi, Sasuke meringis dengan wajah sedikit memerah. Sasuke merasa moment kali tercampur aduk antara menegangkan dan memalukan. Ah, sial!
Dalam beberapa detik, posisi mereka masih tetap bertahan. Mata emerald Sakura terpaku pada mata onyx Sasuke, begitupun juga sebaliknya.
"Sak-Sakura..." Sasuke menelan ludah susah payah, merasa tak tahan dengan posisi berbahaya mereka.
"Apa yang kau sembunyikan dariku, Sasuke-kun!" Teriak Sakura- tanpa mempedulikan ucapan Sasuke. Gadis itu terengah-engah dengan wajah yang masih memerah akibat menahan tangis. "Kenapa kau bisa mengatur hidupku seenaknya? Dan kenapa aku harus terjebak denganmu disini?"
Sasuke mengepalkan kedua tangannya erat, merasa emosi. Tapi ia berusaha menahannya. "Sakura, kalau kau menghadapi sebuah masalah, jangan terus bersikap kekanakkan begini. Kau harus bersikap dewasa dan menjalani apa adanya. Lagipula... memang aku adalah beban untukmu sampai kau tidak menyukaiku segitunya? Kau pikir hanya aku yang di untungkan dalam pernikahan ini? Tidak."
"Aku menanggung segala kebutuhan hidupmu, aku menaikkan derajat keluargamu, aku membiayai sekolahmu sampai lulus, aku memberimu perlindungan penuh, dan aku memberimu kasih sayang dan cinta. Aku tidak pernah bersikap jahat padamu, lalu kenapa kau membenciku?" Sasuke bertanya tegas.
"Ak-aku..."
"Semua itu kulakukan untukmu, Sakura. Kau tidak pernah memberikanku hak sebagai seorang suami, dan kau juga tidak memberikanku perasaan yang sama. Lantas mengapa kau merasa seperti tidak di untungkan?" Mata onyx Sasuke menyipit tajam membuat tubuh Sakura membeku untuk sesaat.
"Sepertinya memang aku yang tidak tahu diri." Batin Sakura miris. Setelah mendengar ucapan Sasuke, Sakura sadar kalau ia memang salah. Seharusnya ia tidak menyalahkan takdir. Karena Sasuke juga mengorbankan beberapa hal untuk hidupnya.
Lama tak mendengar respon dari Sakura, akhirnya Sasuke kembali menghela napas lelah. Dengan lembut, tangannya mendorong leher belakang Sakura agar gadis bersandar bersandar di dada bidangnya. "Ini sudah larut malam. Tidurlah."
Sakura masih terdiam dalam pelukan Sasuke. Hingga beberapa menit berlalu keadaan masih saja hening, sampai akhirnya terdengar suara dengkuran pulas dari Sakura. Sepertinya gadis itu merasa lelah hingga cepat tertidur.
Sasuke mendekap erat tubuh mungil Sakura di atasnya. "Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik, Istriku."
.
.
.
.
.
Japan, Tokyo, 8:09 PM
Seperti yang sudah dapat kita prediksi, Sasuke memang tak main-main dengan ucapannya. Hari ini pada jam 8:09 mereka kembali ke Jepang dan langsung berangkat menuju Mansion. Sakura terus terdiam dalam mobil mewah yang ia naiki hingga akhirnya, mereka berdua sampai di hadapan sebuah Mansion- tidak, apakah ini istana?
Mulut Sakura terbuka sedikit, menatap tak percaya pada Mansion megah di hadapannya. Dengan ragu-ragu, ia menoleh kearah Sasuke. Tatapan gadis itu terlihat ngeri seolah ingin mengatakan,"kau ini se-kaya apa?"
"Kenapa melamun?" Tanya Sasuke menaikkan sebelah alisnya heran. Koper dan barang-barang mereka sudah di bawa masuk kedalam oleh bawahan Sasuke, tapi Sasuke bingung kenapa Sakura tak segera masuk. "Kau lelah? Ingin kugendong?"
"E-eh?!" Sakura pada akhirnya tersentak kaget. Gadis itu menggeleng kuat sambil tersenyum kikuk. "Ti-tidak. Maafkan aku karena melamun. Ayo masuk."
Sasuke memandang Sakura heran, tapi pada akhirnya pria itu menganggukkan kepala. "Hn."
Mereka berdua pun masuk. Saat pertama kali menginjakkan kaki dalam Mansion, Sakura merinding melihat suasana di sekitarnya. Ia langsung di suguhi oleh pemandangan mewah yang membuatnya ingin memekik tak percaya.
"APA INI MIMPI?!" Inner Sakura berteriak histeris. Dirinya melirik Sasuke sambil meneguk saliva gugup. Sakura yakin, Uchiha Sasuke bukan orang yang sembarangan. Sakura merasa benar-benar tak pantas menginjakkan kaki di Mansion ini.
"Rasanya seperti kisah dongeng." Batin Sakura miris.
"Ada banyak ruang kamar di Mansion ini. Tapi aku ingin memilih ruang di lantai atas sebagai kamar kita." Celetuk Sasuke berbicara santai. Pria itu memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
"Kalau ada banyak ruang kamar, aku ingin memilih kamarku sendiri." Balas Sakura.
"Hn?" Tatapan Sasuke seketika berkilat tajam, membuat bulu kuduk Sakura berdiri.
Tak ingin menambah masalah, Sakura pun menghela napas pasrah. "Mak-maksudku... baiklah."
Sasuke tersenyum tipis, kembali melanjutkan berjalan sambil menggenggam tangan Sakura. Sebenarnya Mansion ini punya dua pilihan untuk naik keatas lantai dua. Tapi karena Sakura kelihatan lelah, akhirnya Sasuke memutuskan untuk menaiki lift daripada tangga.
.
.
.
.
.
Sekali lagi, Sakura di buat tak percaya oleh pemandangan di hadapannya.
APA INI KAMAR SUNGGUHAN?
"Kau melamun lagi." Tegur Sasuke mengernyit tak suka. "Pakaianmu sudah tersusun dalam lemari. Cepat mandi dan istrirahat."
"A-ah... ya." Sakura tersenyum gugup sambil berjalan menuju kearah lemari pakaian yang memang di khususkan untuknya. Sakura mengambil beberapa potong pakaian disana. Serius, Sasuke memberinya pakaian baru yang masih bersegel rapi. Ada pakaian santai, pakaian olahraga, jaket, dress, gaun mewah, dan masih banyak lagi.
Sakura mengamati pakaian di genggamannya dengan seksama, lalu kedua alisnya bertaut tak percaya. DARIMANA SASUKE TAHU UKURAN PAKAIANNYA?!!
Astaga, ini benar-benar creepy.
"Cepat bersihkan dirimu, Sakura." Celetuk Sasuke mengulangi perkataannya dengan wajah datar. "Apa perlu aku yang membantumu?" Lanjut Sasuke menaikkan sebelah alisnya, berniat menyindir.
Sh*t. Sakura tahu apa maksudnya.
"Aku akan mandi sekarang." Jawab Sakura terburu-buru. Dengan cekatan, ia mengambil handuk lalu berjalan menuju arah kamar mandi.
Blam!
Sakura menutup pintu kamar mandi lumayan keras. Di balik pintu, gadis itu mengusap wajahnya yang memerah. "Astaga, rasanya jantungku hampir lepas. Dekat dengan Sasuke benar-benar dapat membahayakan kondisi kesehatanku." Keluh Sakura. Beberapa detik sebelum gadis itu mendongak dan menatap ruang kamar mandi di hadapannya. Ada bathub berukuran besar, wastafel, dan lain-lain.
Tanpa sadar, Sakura kembali menganga tak percaya. "Ru-ruang kamar mandinya besar sekali. Sama luasnya dengan sepetak kamarku di rumah dulu."
Oh Tuhan, sebenarnya Sakura menikah dengan siapa?
.
.
.
.
.
-Skip time-
"Mansion ini milikmu?"
Sakura bertanya penasaran pada pria di hadapannya. Sasuke yang saat itu sedang membaca buku di atas ranjang langsung mengalihkan pandangannya ke arah Sakura. Wajah pria itu nampak kesal. "Kau ini bicara apa, sih?" Sasuke balik bertanya.
"Aku hanya bertanya karena rasa penasaran." Sakura mengendikkan bahu acuh. Gadis itu duduk di seberang Sasuke sambil memainkan ponsel di tangannya. Sakura nampak bersantai hari ini, karena besok pagi adalah hari kembalinya masuk kuliah.
"Ya, tentu saja Mansion ini milikku, atas kerja kerasku sendiri." Ujar Sasuke.
"Mansion di Osaka milik keluargaku. Mansion itu biasa di sebut Uchiha's Mansion, tempat utama anggota clan Uchiha tinggal." Sasuke menjeda kalimatnya sejenak, "kalau Mansion di Tokyo, yang tak lain adalah Mansion ini, sebuat saja SS Mansion."
"Hah?" Aku mengerutkan kening tak mengerti dengan ucapan Sasuke. SS Mansion? Nama apa itu?
"SS Mansion adalah singkatan dari nama kita."
"Kenapa harus namaku?"
"Karena Mansion ini milikmu juga, Sakura."
Sakura mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Gadis itu tidak tahu harus berbicara seperti apa lagi.
"Kau... bagaimana kau bisa memiliki ini semua? Dengan umur yang masih terbilang muda?" Tanya Sakura penasaran. Perasaannya tercampur aduk antara tak percaya, ngeri, dan kagum sekaligus.
Sasuke membalikkan lembaran buku yang tengah ia baca. Bibirnya bergumam, "aku punya keahlian dalam urusan bisnis. Karena dari awal keluarga Uchiha sudah memiliki banyak bisnis, yang perlu aku lakukan hanyalah tambah mengembangkan bisnis tersebut sampai aku... berhasil memiliki bisnis sendiri."
"Emm, aku pernah melihatmu di televisi." Gumam Sakura terlihat berpikir. "K-kau... seorang milyader 'kan?"
"Hn."
"Wh-whoaa.. aku tidak menyangka kau sehebat ini, Sasuke-kun. Bagaimana bisa kau menikahiku kalau ada banyak wanita yang kedudukannya sama tinggi denganmu?"
"Sakura," wajah Sasuke menyorot dingin. "Jangan membahas hal itu lagi. Kumohon."
Sakura menunduk dalam, "e-em.. ya."
Dengan lesu, Sakura menghela napas kasar. Padahal ia berharap Sasuke akan berkata jujur. Tapi sepertinya pria itu tidak mudah untuk menceritakan masa lalu mereka. Tak ada yang bisa Sakura lakukan selain pasrah pada diri sendiri. Mungkin memang sebaiknya ia berhenti penasaran, sampai Sasuke sendiri yang mengatakan padanya secara jujur.
.
.
.
.
.
Kedua tangan mungil Sakura membuka jendela, ingin melihat suasana pagi hari di luar kota.
"Wah.. ini hari ketiga musim semi. Suasana nya indah sekali, Shannaroo!" Pekik Sakura senang. Melihat pohon-pohon yang di tumbuhi dedaunan kuning bercampur orange.
Sakura terus menghirup udara di luar hingga tanpa sadar ada sebuah tangan yang perlahan melingkari perut rampingnya. Mata Sakura membulat terkejut, "eh?!"
"Cepat bersihkan dirimu, lalu sarapan." Suara yang terdengar maskulin itu memenuhi indra pendengar Sakura. Sakura menoleh, melihat Sasuke- suaminya yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
"Sasuke?"
"Giliranmu mandi. Ayo cepat. pagi ini aku akan mengantarmu ke kampus." Bisik Sasuke sambil mendekatkan hidungnya pada ceruk leher Sakura membuat gadis itu merinding.
"Ak-aku belum mandiii!!" Inner Sakura memekik dalam hati. Dengan terburu-buru gadis segera melepaskan tangan Sasuke yang sedari tadi masih bertengger di perutnya lalu menjauh. "E-em... kau berangkat awalan saja. Tidak perlu mengantarku, Sasuke-kun."
"Aku tetap akan mengantarmu." Ucap Sasuke tegas. "Kalau aku punya sedikit waktu, aku yang akan mengantar dan menjemputmu setiap hari."
"Lalu apa gunanya supir?" Batin Sakura heran.
"Cepat, Sakura. Aku akan menunggumu di bawah." Sasuke merapikan dasinya, lalu pria itu segera beranjak pergi dari sana.
Sakura meringis pelan. Apa boleh buat. Kalau Sasuke sudah memutuskan, pria itu tidak akan lagi menarik kata-katanya. Maka dengan gerakan tergesa-gesa Sakura segera masuk kedalam kamar mandi sekaligus bersiap-siap untuk berangkat kuliah hari ini.
[Skip Time]
Sakura berjalan menuruni tangga dengan langkah terburu-buru. Alas sepatunya menginjak lantai tangga satu persatu hingga menimbulkan bunyi nyaring. Helai merah muda nya yang biasa terurai kini ia ikat dengan rapi. Senyuman tipis terbit di wajah Sakura kala ia melihat Sasuke sedang duduk di atas kursi meja makan sambil mengunyah roti berselai kacang. Di samping pria itu juga ada secangkir kopi hitam dan kunci mobil.
"Sasuke-kun, aku sudah siap!" Sakura tersenyum lebar nampak bersemangat.
Kedua mata onyx Sasuke melirik kearah Sakura, dan entah kenapa- wajah Sasuke tiba-tiba mengeras.
Menyadari tatapan dingin dari Sasuke, Sakura menunduk, kembali melihat dirinya sendiri. Alis Sakura bertaut heran. "Kenapa Sasuke menatapku seperti itu?" Batin Sakura penuh kebingungan.
"Ada apa, Sasuke-kun?" Sakura tak tahan lagi, gadis itu pun memutuskan untuk bertanya.
"Ganti pakaianmu." Mata onyx Sasuke berkilat tajam membuat Sakura mengerjap-ngerjapkan matanya tak paham.
"Ada yang salah dengan pakaianku?"
Sasuke tak merespon, pria itu berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati Sakura. "Aku tidak akan membiarkanmu keluar dengan pakaian terbuka seperti ini." Jari Sasuke menunjuk kearah perut Sakura.
"Tap-tapi... ini hanya-" Sakura gugup ingin mencari kata-kata. Karena memang benar, perut di bagian pusarnya terlihat jelas.
"Aku tidak mengizinkanmu memakai pakaian sejenis ini. Cepat ganti, Sakura."
"Aku tidak punya waktu untuk menggantinya, Sasuke-kun. Karena aku juga harus sarapan. Nanti aku akan terlambat." Ucap Sakura menangkupkan kedua tangannya. Sungguh, ia berharap Sasuke akan membiarkannya kali ini. Lagipula, memang apa salahnya kalau ia memakai pakaian seperti ini? Sakura pikir itu wajar saja.
"Aku tidak mau mengulang perkataanku, Sakura." Wajah Sasuke mengeras emosi. "Hanya aku. Hanya aku yang boleh melihat ini." Sakura tersentak kala telapak tangan Sasuke menyentuh dasar permukaan kulit perutnya. Sasuke membelai perut Sakura lembut, membuat bulu kuduk Sakura berdiri.
"Kau paham? Sekarang cepat ganti pakaianmu." Sasuke menyentil kening Sakura cukup keras.
"Aduh! Iya-iya baiklah. Aku akan menggantinya." Dengan wajah yang sangat di tekuk kesal, Sakura kembali menaiki tangga menuju kamar.
Satu hal yang kini Sakura tahu dari Uchiha Sasuke.
Pria itu... overprotektif.
.
.
.
.
.
Mobil Mercedes-benz SL -class 550 yang saat ini tengah Sasuke dan Sakura naiki melaju kencang membelah jalanan kota Tokyo menuju arah Universitas tempat dimana Sakura belajar. Di sepanjang perjalanan, mereka berdua terdiam. Sasuke sibuk menyetir, sedangkan Sakura memandang kosong kearah jendela mobil.
"Kenapa diam? Kau tidak merasa nyaman menaiki mobil ini?" Celetuk Sasuke bertanya tiba-tiba. Bola mata onyx nya melirik sekilas kearah sang istri yang sedang duduk melamun di sampingnya.
"Ti-tidak. Aku hanya sedang memikirkan teman-temanku."
"Oh." Wajah Sasuke kembali menyorot tenang. Tapi itu tidak bertahan lama. Karena beberapa menit kemudian wajah Sasuke kembali serius. "Sakura, kalau ada yang menyakitimu disana, katakan padaku."
"Haha, kau pikir aku ini anak kecil?" Sakura terkekeh geli.
"Aku serius, Sakura."
"Eum... ya." Sakura tersenyum gugup. Sepertinya berbicara dengan Sasuke selalu membuatnya merasa tegang. Oh Tuhan, apa Sasuke sama sekali tidak bisa di ajak bercanda?
"Sudah sampai." Kembali asik melamun, Sakura langsung di sadarkan oleh suara datar Sasuke yang baru saja bicara. Kepala Sakura menoleh kearah jendela mobil, dan benar saja. Mobil mereka kini sudah terparkir dalam halaman universitas.
Sakura segera membuka pintu mobil, berniat keluar. Tapi tangan Sasuke mencekal lengannya hingga-
Cup!
Bibir pria itu mengecup keningnya sekilas. Tatapan Sasuke terlihat melembut. "Semangat belajarnya."
Deg!
Wajah Sakura merona hebat. Ia tak menyangka Sasuke berani mengecupnya saat pintu sudah mobil terbuka. Beberapa gadis yang lewat mulai memperhatikan mereka lalu berbisik-bisik membuat Sakura malu setengah mati.
"K-kau juga... hati-hati, Sasuke-kun." Gumam Sakura mengalihkan arah pandangannya, karena tak ingin kalau Sasuke melihat wajahnya yang sudah sepenuhnya memerah.
"Hn."
"S-sampai jumpa!" Lambai Sakura setelah gadis itu sudah berhasil menjauh. Ya ampun, jantung Sakura benar-benar memompa dengan sangat cepat. Siapapun gadis yang di perlakukan seperti ini oleh seorang pria- apalagi seperti Sasuke, maka pasti mereka akan gugup.
"Ugh, aku malu sekali. Tadi siapa saja yang melihat, ya?" Keluh Sakura memegang kedua pipinya yang memanas.
"Sakura,"
Sakura mendongak, melihat pria yang baru saja memanggilnya tengah menampilkan senyum manis. "Ah! Sasori!" Pekik Sakura senang.
"Hai. Aku tidak menyangka kau akan datang hari ini." Sasori terkekeh pelan. Membiarkan Sakura yang tiba-tiba memeluk lengannya erat.
"Astaga, aku merindukanmu!"
"Aku juga merindukanmu. Oh iya, yang mengantarmu tadi siapa?" Tanya Sasori tiba-tiba. Mereka terus berjalan seiringan tanpa menoleh ke belakang lagi.
"Sasuke."
Wajah Sasori tersentak, "Sasuke? Uchiha Sasuke- suamimu?"
"Iya."
"Whoaaa... kau beruntung! Karena sedari dulu, kau hanya mengandalkan jemputanku atau kendaraan umum untuk berangkat kuliah. Tapi sekarang? Mobil yang mengantarmu mewah sekali. Oh, apa karena kau menjalin hubungan dengan Uchiha Sasuke, aku harus memanggilmu Tuan putri?" Goda Sasori menahan senyum.
"Jangan memanggilku begitu, Sasori bodoh!"
"Bodoh? Tapi kenapa nilaiku selalu berada di atasmu, ya?" Sasori mengusap ujung dagunya, terlihat berpikir sejenak.
Tak tahan, Sakura segera memukul keras lengan Sasori. "Berhenti melecehkanku, Shannarooo!"
"Ad-aduh. Tenagamu masih sama seperti dulu. Seperti monster." Ringis Sasori mengusap-usap lengannya yang sakit akibat terkena pukulan Sakura tadi.
"Mengejekku lagi, aku akan benar-benar membunuhmu!"
Setelah itu, Sakura terus meracau kesal pada Sasori. Mereka berdua berjalan sampai benar-benar masuk ke dalam gedung universitas. Tanpa menyadari, jika ada sepasang mata onyx yang terus memandangi mereka dari jauh. Ya, Sakura tak tahu kalau mobil Sasuke masih terpakir dalam halaman universitas.
Sasuke mencengkram kuat stir mobilnya. Melihat sang istri dan sosok pria yang tak ia kenal tengah bercanda ria dengan akrab. Bibir Sasuke mendesis marah, merasa tak suka saat tangan pria itu merangkul pundak istrinya. Walaupun Sasuke tak mendengar apa yang mereka katakan, tapi kedekatan mereka berhasil membuat darah Sasuke mendidih.
Sasuke ingin sekali menghampiri mereka berdua, tapi ia juga harus segera berangkat tepat waktu menuju tempat kerja. Posisinya sebagai CEO di perusahaan besar tak boleh di remehkan. Dan hal itu membuat Sasuke segera memutar balik mobilnya agar menjauh dari kawasan universitas. Sungguh, Sasuke tak punya pilihan lain.
Dalam mobil, Sasuke terus-terusan berdecak kesal. Dirinya sangat gelisah membuat mobil yang ia naiki tambah melaju dengan cepat. Kedua mata onyx Sasuke berkilat tajam. Dalam tatapan matanya terdapat perasaan yang tercampur aduk antara marah, kesal, gelisah, dan penasaran sekaligus.
Siapa pria berambut merah itu?
Bersambung...
Maaf lama update. Sebagai permintaan maaf, chapter ini adalah chapter yang paling panjang, lhoh. JADI JANGAN LUPA BERI VOTE DAN KOMENTAR KALIAN. Terimakasih~
P.s : Akan update kalau vote sudah mencapai 300+
©LiaTabiba
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top