Chapter 19
Chapter 19 : Penyempurnaan
.
.
.
.
.
"Ugh," Suara lenguhan berat terdengar di tengah-tengah keheningan kamar. Seorang perempuan berhelai merah muda mengerang karena merasakan sakit pada tubuhnya. Ia membuka mata perlahan, berusaha menghilangkan rasa kantuk dan lelah yang mendera. Haruno- atau lebih tepatnya Uchiha Sakura, mengerjap-ngerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya di sekitar.
Dari balik mata emerald nya, ia bisa melihat cahaya matahari pagi yang masuk melewati celah-celah jendela. Sudah pagi, pikirnya.
Baru saja hendak duduk, bibirnya mengeluarkan sebuah erangan sakit. "Ke-kenapa?" Tubuhnya terasa sakit, seperti mati rasa. Pegal seolah tulang-tulangnya remuk. Ia juga kehabisan tenaga.
"Ada apa dengan-" pikiran Sakura seketika kosong. Ia bertanya-tanya dalam hati dan kini ia menemukan jawabannya. Kepala Sakura menoleh ke arah samping dan mendapati di ranjang hanya ada dirinya seorang. Sakura melirik ke arah tubuhnya yang berbalut selimut tebal berwarna putih. Setelah menyadari sesuatu yang baru saja terjadi, Sakura mengumpat pelan.
"Pria sialan itu," Sakura menutup wajahnya dengan lengan. Napasnya memburu, ia mengingat semuanya.
.
.
.
.
.
"Ada apa dengan wajah anda, Bos?"
Uzumaki Karin mengernyit tak mengerti melihat teman sekaligus atasannya- Uchiha Sasuke, sedari tadi menampilkan raut kosong tak terbaca. "Wajah anda menyeramkan, seperti orang linglung dengan pikiran kosong." Karin mengendikkan bahu, menaruh berkas-berkas penting di atas meja kerja Sasuke.
Pria itu- Sasuke menoleh, memandang Karin dengan tatapan datarnya. "Kau tidak perlu sok formal padaku, biasanya juga bersikap kurang ajar."
Karin melotot kesal.
"Pergilah, urusanmu sudah selesai disini." Sasuke mengeluarkan napas panjang. Dengan malas, pria itu mengambil berkas-berkas yang tadi Karin berikan lalu mengeceknya satu persatu.
"Kau pasti punya masalah,"
"Bukankah sudah kubilang untuk pergi?" Sasuke berbicara sambil terus mengetik di laptopnya.
"Sepertinya kau kurang tidur. Terlihat jelas di kedua matamu. Apa kau begadang semalam?"
Deg.
Pertanyaan sederhana itu mampu membuat Sasuke mematung. Tangannya berhenti mengetik dan tatapan matanya kembali kosong.
"Hah. Ternyata benar kau begadang." Karin mencibir, "untuk apa? Untuk bekerja? Aku tahu kau workaholic, tapi tidak perlu berlebihan seperti itu. Kau sudah bekerja selama pagi, siang, sore. Malam adalah waktumu untuk beristirahat." Oceh Karin panjang lebar.
"Bukan urusanmu," Sasuke kembali bersikap acuh tak acuh. Ia mulai sibuk dengan kerjanya dan tak mempedulikan Karin yang mulai memekik kesal.
"Dasar Uchiha sialan," rutuk Karin membalikkan badan, namun suara Sasuke kembali menginsterupsi nya.
"Panggil Yuuhi kemari, aku ingin segelas kopi panas."
Karin memutar bola mata. Tak menjawab apa-apa, wanita itu hanya bergumam pelan lalu berjalan pergi.
.
.
.
.
.
"Kau baik-baik saja?"
Akasuna Sasori menatap khawatir pada teman nya- Sakura yang kini berjalan cukup aneh bersamanya. Mereka bertemu di halaman universitas, dan kini keduanya hendak masuk kelas bersama-sama. "Kau tidak baik-baik saja, aku tau itu. Ada apa denganmu?" Sasori menahan lengan Sakura, menyuruh gadis itu untuk berhenti berjalan.
"Aku baik-baik saja! Kau tidak perlu khawatir, oke?" Sakura tersenyum lebar. Menepuk bahu Sasori lalu melanjutkan berjalan. "Dan lagi, aku yang seharusnya mengatakan itu. Apa kau baik-baik saja? Sudah lama kau tidak melihatmu." Mereka berdua duduk di atas bangku setelah masuk dalam kelas.
"Apa kau marah padaku karena aku menjaga jarak padamu waktu itu?" Sakura menampilkan raut bersalahnya. "Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku melakukannya,"
"Tak apa. Kau pasti punya alasan saat melakukannya. Yang terpenting, jangan mengulanginya lagi. Kita adalah teman, jika ada masalah, katakan saja padaku secara langsung." Sasori mengacak surai merah muda milik Sakura dengan gemas.
"Ya," Sakura mengangguk semangat. "Jadi, selama ini kau kemana?"
"Aku hanya mengantar kakakku ke luar negeri untuk pekerjaannya. Bukan masalah besar," jawab Sasori. "Jadi, bisa kau ceritakan tentang masalahmu pagi ini?"
"Apa?" Sakura melirik, tatapan matanya menyorot tak mengerti.
"Bercak merah di lehermu mengatakan semuanya," kedua mata hazel Sasori terfokus pada leher jenjang Sakura yang terbuka, menampakkan banyaknya bercak merah kebiruan. "Sangat banyak,"
Deg.
"I-ini... bukan hal semacam itu. Aku hanya di gigit nyamuk," Sakura segera melepas ikatan rambutnya, membuat helai merah muda itu tergerai dan menutupi sepanjang leher.
Sasori memutar bola mata. "Alasan yang masuk akal."
"Ba-bagaimana kalau sore nanti kita ke perpustakaan buku? Ada banyak buku dari Vaylee Grown terbaru. Kau harus membacanya." Sakura berbicara cepat untuk mengalihkan pembicaraan. Ia tersenyum lebar ke arah Sasori, memandang pria itu yang sedang terdiam. Sakura tahu, Sasori sangat suka membaca, apalagi jika buku itu dari penulis kesukaannya.
"Ide yang bagus."
.
.
.
.
.
"Bukankah sudah kukatakan? Jangan biarkan dia pergi!" Sasuke berteriak pada seseorang yang tengah melakukan panggilan suara dengannya.
"Maafkan saya, Tuan. Nona yang memaksa agar berangkat pagi tadi. Saya sudah melarangnya-"
"Kau benar-benar tidak berguna, Sayaka. Apa kau ingin lepas dari pekerjaanmu? Aku tidak butuh pelayan yang tak mendengar perintahku!"
"To-tolong maafkan saya, Tuan. Nona Sakura juga berkuasa di sini, saya tidak bisa menentang permintaannya."
Sasuke menggeram marah. "Aku yang membayarmu, bukan dia!"
"Saya mohon maaf,"
"Lihat perbuatanmu. Dia tidak seharusnya berangkat kuliah setelah-"
"Setelah?"
Sasuke tak menjawab. Tentu saja ia tak akan menjawab apa penyebabnya. Merasa kesal, Sasuke membuang telepon itu ke lantai hingga rusak. "Tidak berguna," rutuknya.
"Hei, bisakah kau berhenti merusak barang?" Suara Karin terdengar. Sasuke bisa melihat wanita itu baru saja masuk lewat pintu kerjanya.
"Apa lagi urusanmu disini?" Sasuke menyipit sinis.
Karin mengambil duduk di atas sofa sambil tersenyum manis. "Dari pembicaraan yang baru saja kudengar, sepertinya kau bersikap aneh hari ini gara-gara istri kecilmu itu."
Sasuke menghela napas panjang, tubuhnya kembali duduk di atas kursi kerja dengan kasar. "Bukan urusanmu, Karin."
"Aku benar, kan?" Karin mengendikkan bahu. "Lagipula sekarang adalah waktu istirahat, kau bisa bercerita padaku."
"Ingat posisimu,"
"Apa Sakura membuat ulah? Dia hebat sekali, sampai bisa membuat Uchiha Sasuke terlihat frustasi seperti orang idiot." Cibir Karin.
"Sudah kubilang, bukan urusanmu!"
"Kau membuat kesalahan? Apa itu? Kalian bertengkar?" Karin bertanya penuh rentetan kata yang tersirat rasa penasaran. Wanita itu seolah mengabaikan semua gertakan Sasuke. Tentu saja, Sasuke tahu Karin adalah wanita keras kepala.
"Pergilah, aku sedang ingin sendiri."
"Kau serius tidak ingin bercerita padaku? Aku bisa memberi saran atau solusi agar hub-"
"Tidak." Jawab Sasuke singkat, padat, dan jelas.
"Huh!" Karin pun merenggut kesal, "kau sangat tidak seru, Sasuke. Aku doakan agar Sakura membenci orang arogan sepertimu!"
"Kau ingin potong gaji?"
"Tidak," Karin menjawab cepat. Ia lalu membungkuk dan terpaksa dengan langkah berat keluar dari ruangan Sasuke. Meninggalkan pria itu dalam keadaan hening yang mencekam.
.
.
.
.
.
"Kau akan pulang bersama siapa hari ini?" Pertanyaan itu di suarakan oleh Akasuna Sasori untuk Sakura. Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari halaman universitas.
"Bersama supir, mungkin." Sakura membuang bekas gelas jus yang baru saja ia minum dalam tempat sampah. Ia kembali berjalan, diikuti oleh Sasori di sampingnya. Pemuda itu menatap Sakura sambil mengernyit,
"Apa kau sudah merasa lebih baik? Jalanmu tidak seburuk yang tadi,"
Tangan Sakura memukul pelan lengan Sasori lalu tertawa. "Ya, aku baik-baik saja sekarang."
Kaki mereka berhenti melangkah setelah mendapati sebuah mobil mewah- Bugatti Veyron yang tiba-tiba berhenti di hadapan mereka. Sasori mengernyit, "mobil supirmu?"
"Tidak." Sakura menggeleng pelan, "ini... mobil Sasuke,"
Dan benar saja. Setelah pintu mobil terbuka, Sakura bisa melihat Sasuke yang kini berdiri sambil menatapnya. Jasnya terlihat rapi, Sakura bisa menyimpulkan jika pria ini meninggalkan pekerjaannya untuk menjemputnya.
"Kau yang menjemputku?"
"Ya." Sasuke menjawab datar. Tatapannya beralih pada pemuda di samping Sakura. Senyuman sinisnya terbit, "senang bertemu lagi denganmu, Akasuna Sasori."
"Aku juga."
"Sakura, masuklah." Perintah Sasuke. Wanita itu memandang Sasuke dengan tatapan sinis sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.
Pandangan Sasuke kemudian beralih pada Sasori. Ia berbicara dingin, "tidak ada kesempatan untukmu."
Sasori tersenyum, "aku tahu."
Wajah Sasuke mengeras. Ia memutuskan pandangan mereka dan langsung bergegas masuk dalam mobil. Ada banyak masalah yang belum ia selesaikan, ia tidak boleh membuang-buang waktu.
.
.
.
"Kenapa kau tetap berangkat hari ini?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Sasuke setelah mereka berdua duduk dalam mobil. Perlahan, Sasuke menekan pedal gas lalu mobil itu berjalan cukup kencang membelah jalanan kota. "Ah, aku tahu alasannya. Kau sangat ingin bertemu dengan Sasori."
"Kau berbicara seperti ini padaku setelah apa yang terjadi? Kupikir kau akan meminta maaf," gumam Sakura.
Sasuke terdiam. Setelah lampu merah menyala, ia menghentikan mobilnya sejenak. "Kau pikir aku bisa menahannya berapa lama? Aku adalah pria normal, Sakura." Gumam Sasuke.
"Ck, pria sialan."
"Kau mengumpatku?" Kedua mata onyx Sasuke melirik ke arah Sakura, tepat pada wajah gadis itu yang merenggut kesal.
"Ya! Kau arogan, gila, dingin, protektif, posesif, abusif, seenaknya, menyebalkan!" Pekik Sakura tanpa sadar. Suara kerasnya memenuhi keadaan mobil yang sedari tadi hening.
Bibir Sasuke terkatup rapat. Ia mengeluarkan napas berat dan kembali fokus pada jalanan yang saat ini sedang ramai, alias macet. Membuat mobilnya berjalan dengan perlahan-lahan.
"Waktu berjalan sangat lambat. Aku tidak sabar sampai di mansion, lalu memberikanmu hukuman manis. Seperti malam kemarin." Bisik Sasuke datar. Ia menyadari tubuh Sakura menegang di sampingnya.
"K-kau gila!" Suara gadis itu kembali terdengar memekik keras. "Kau bisa membunuhku jika harus meladeni tenaga monstermu! Bahkan aku tidak tidur sampai jam 3 pagi! Kau mengerikan,"
"Tapi kau tidak menolaknya." Balas Sasuke tenang. Pria itu selalu membalikkan kata-kata yang membuat Sakura terdiam membisu.
"Sudah, jangan di ungkit lagi. Aku tidak ingin menambah masalah untuk hari ini." Sasuke menceletuk datar. Sudut matanya melirik ke arah Sakura yang menggerutu dalam diam. Jujur, sebenarnya ia merasa bersalah karena sudah membuat istrinya kelelahan- bahkan sampai sekarang. Sasuke bisa melihat tatapan lelah sekaligus kantung mata yang menghitam. Menandakan jika wanita itu kelelahan dan kurang tidur. Tentu saja, itu semua karena perbuatannya.
"Sore nanti aku ingin izin keluar." Sakura menceletuk tiba-tiba.
"Hari ini kau tidak kuizinkan pergi keluar kemana pun. Kau perlu banyak istirahat," ucap Sasuke penuh penegasan.
"Tidak mau. Aku sudah berjanji ingin menemani Sasori ke perpustakaan kota." Sakura menggeleng keras,
Mata Sasuke menyipit sinis. "Tidak."
Sakura merenggut jengkel, "apa yang harus kulakukan di rumah? Hanya tidur? Tidak mau! Lagipula kau juga tidak ingin menemaniku seharian, kan? Lebih baik aku keluar bersama Sasori, kami hanya ingin membaca buku."
"Bukan tidak ingin, hari ini jadwalku sangat padat. Bahkan untuk menjemputmu sekarang saja, aku meminta Karin mengurus pekerjaanku sementara." Balas Sasuke.
Sakura diam, tak mengatakan apapun. Mendadak ia merasa kesal, entah kenapa.
Mobil Sasuke berhenti di hadapan halaman mansion. Ia segera turun dan melihat Sakura yang ikut turun dengan wajah tertekuk kesal.
"Kalau masih sakit untuk berjalan, biarkan aku menggendongmu." Sasuke memegang lengan Sakura, menahan wanita itu untuk melanjutkan langkah.
"Tidak perlu." Sakura melotot, melepaskan tangan Sasuke dan langsung berjalan menjauh. "Kembali sana, urus pekerjaanmu! Sekalian berduaan romantis bersama sekretaris barumu itu, bukankah kau kasihan padanya? Dia pasti sangat kesepian karena bosnya malah disini, mengantar orang yang tak begitu penting." Cibir Sakura.
Sasuke mengernyit, melihat siluet tubuh mungil Sakura yang sudah menghilang di balik pintu. Sebagai laki-laki yang memiiliki tingkat kepekaan sebesar 45%, Sasuke tak mengerti kenapa istrinya marah-marah lagi.
Sasuke mengecek jam di pergelangan tangannya. Ia sangat ingin menemani Sakura sekarang- di saat suasana hati wanita itu sedang buruk. Tapi ia tak bisa, alasan pekerjaan menuntutnya untuk segera kembali ke kantor. Sebentar lagi ia juga mengadakan rapat penting antara investor perusahaan.
Bibir Sasuke mengeluarkan helaan napas berat, bersamaan dengan dirinya yang berbalik dan kembali masuk ke dalam mobil. Sasuke berpikir, ia bisa mengurus masalah Sakura nantinya. Wanita itu masih muda, memiliki pemikiran labil dan berubah-ubah.
Hhh, melelahkan.
Bersambung...
Kembali lagi dengan cerita iniii (>_<) aku kangen kalian wahai para readers yang unyu-unyu! (^o^) btw, aku baru update padahal besok udah pulang ke pondok. Haduh T_T aku kelupaan cerita ini huhu.. maaf ya. Baru bisa update 1 chapter. Btw jangan lupa vote dan komentar. Thank youuu~
(^,^)
♥=/ \=♥
By : azkiauchiha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top