Chapter 18
Chapter 18 : Segalanya
.
.
.
.
.
Sakura melihat gadis di hadapannya dengan pandangan yang sulit di artikan. Dia Uzumaki Karin, yang duduk di hadapannya sekarang, adalah seseorang yang akan bekerja sebagai sekretaris Sasuke- sekaligus 'teman dekat' suaminya.
Sakura tak mengerti. Hal yang pertama berkesan di hatinya saat melihat perempuan ini- yah, dia menarik. Uzumaki Karin punya selera fashion yang luar biasa. Penampilannya cantik dan terlihat dewasa. Sesuai perkiraannya.
Sebenarnya tak ingin jujur, namun wanita ini punya daya tarik dan pesona yang memikat. Jika di bandingkan dengan dirinya, mereka jelas berbeda. Uzumaki Karin memiliki tubuh yang sangat ideal, tinggi tubuh, dan juga kaki jenjang. Rambutnya berwarna merah menyala, sangat berkilau dan terlihat lembut saat di terpa oleh angin.
Perlu di catat, Karin memiliki umur yang cukup jauh di atasnya. Jadi wajar saja jika wanita itu punya aura mempesona yang mengagumkan. Hmm, Sakura sama sekali tak mengerti. Benarkah wanita ini dan Sasuke hanya berteman? Serius! Karin terlihat sangat cantik- seperti model yang berbakat. Sekarang Sakura meragukan jika Sasuke akan tahan dengan pesona wanita ini.
"Kau melamun." Suara Sasuke berhasil menarik Sakura kembali dalam kehidupan nyata. Gadis itu menoleh, menatap sang suami yang tengah menatapnya datar.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Haha, tidak ada, Sasuke-kun." Sakura tertawa sebentar lalu menunduk. Memang sih, sedikit tidak sopan jika melamun di saat-saat seperti ini.
Kedua netra teduh milik Sakura bergerak, melirik Karin yang masih sibuk dengan cangkirnya. Wanita itu terlihat menikmati teh di tempat ini- tak menghiraukan Sasuke dan Sakura di hadapannya. Ya, Karin mengajak mereka bertemu di sini. Dengan alasan ingin berkenalan secara langsung dengan Sakura, tentu saja.
"Bisa katakan padaku, sudah berapa lama kalian menikah?" Karin mulai bertanya sambil tersenyum manis. Yang di pikirkan Sakura hanyalah suara wanita itu. Karin juga memiliki suara yang bagus.
"Tidak lama," Sasuke menjawab datar. Mengangkat cangkirnya, dan meminum kopi hitam kesukaannya dengan wajah tenang.
Karin terdiam, mengalihkan pandangannya ke arah Sakura. Meneliti wajah gadis itu dengan seksama. "Wajahmu manis." Pujinya tersenyum miring. Sakura tak tahu apa maksud dari senyuman itu.
"Terima kasih."
Sasuke mengangguk setuju, lalu kembali menikmati kopinya. "Wajah Sakura memang segalanya. Kau tahu, aku tidak terlalu suka manis, tapi dia pengecualian."
Karin menatap Sasuke datar, merasa malas dengan perkataan pria itu. "Sebaliknya, wajahmu pahit."
"Dan wajahmu lebih buruk dari itu,"
Karin terkekeh dan tersenyum lebar pada Sasuke. "Baiklah, wajahmu memang sempurna. Kau tahu, aku mengatakan ini karena kau akan menjadi atasanku nanti."
"Ya, bersikap baik lah." Sasuke mencibir.
Beberapa menit berjalan, dan selama itu di habiskan hanya untuk obrolan Sasuke dan Karin. Sakura memang sesekali bicara, tapi sangat sedikit di banding dengan Karin yang pintar membuat obrolan. Ah, Sakura benci ini.
Mungkin, Karin memang wanita yang baik. Tapi haruskan mata dan telinganya menjadi saksi pembicaraan mereka? Saat mereka berdua tersenyum, bercanda, dan tertawa. Sakura melihatnya dengan jelas. Namun Sasuke mengabaikannya begitu saja.
Serius. Selama ini Sakura belum pernah melihat Sasuke bersikap santai seperti ini pada perempuan manapun. Ternyata, Uzumaki Karin memang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan suaminya.
Sakura merutuk dalam hati. Tertutupi dengan wajah datar miliknya yang saat ini berekspresi. Tak punya pilihan lain, sepertinya Sasuke juga menikmati obrolan dengan Karin. Mereka berdua berbicara lancar- dan Sakura tak ingin mengganggu.
Gadis berhelai pink itu hanya bisa menahan napas, lalu kembali sibuk pada minumannya. Terserahlah. Ia tak peduli lagi.
"Hari ini hari libur, 'kan? Sangat menyenangkan jika pasangan berdiam diri di rumah sambil melakukan sesuatu. Tapi jika kau menolak, kita bisa jalan-jalan setelah ini."
Sial. Sakura jadi mengingatnya.
"Setelah kita bertemu Karin. Kau bilang ingin mengenalnya, kan?"
Ah, seharusnya tadi ia memilih opsi pertama. Bersama dengan Sasuke sepanjang hari di dalam rumah, hanya berdua. Walau sedikit menyeramkan, tapi lebih baik daripada duduk diam di sini- seperti orang tolol yang melihat suaminya sendiri mengobrol santai dengan wanita lain.
Hah! Kenapa dirinya malah berpikiran jauh? Sakura berdecak tanpa sadar. Ini mengerikan.
Suara nada dering pada ponsel Sasuke berbunyi, membuat Karin menghentikan kalimatnya. Begitupula dengan Sakura, yang mengalihkan pandangan pada pria itu.
"Ini panggilan penting. Aku pergi sebentar untuk menjawabnya." Sasuke berdiri dari duduknya, mengucapkan kata 'permisi' dan segera pergi. Sepertinya memang penting, dan pria itu butuh suasana hening untuk menjawab telepon. Tapi-
Bagus. Sasuke meninggalkannya seorang diri bersama Uzumaki Karin? Ini buruk.
Sakura membuang napas pendek sambil memejamkan mata. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Haruskah ia memulai obrolan dengan wanita ini? Ya, Karin memang orang baik. Tapi Sakura sama sekali tak mengerti cara berinteraksi lancar dengan orang yang baru di kenalnya.
"Kau melihatnya?"
Suara Karin berbicara. Sakura mendongak dan menatap heran. Akhirnya wanita itu memulai percakapan."Melihat... apa?"
Ekspresi Karin berubah datar. "Aku dan Sasuke. Kami terlihat cocok, bukan?"
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
Lima det-
"HAH?" Sakura tak tahu harus menampilkan ekspresi apa saat ini. Ia hanya... terlalu terkejut. Suaranya tanpa sadar juga meninggi.
"Apa maksud- tunggu, kau serius mengatakan itu?" Sakura terperangah tak percaya. "Kita baru berkenalan. Dan kau sudah mengatakan itu di depanku? Di depan istrinya sendiri?"
"Jujur saja, status itu tidak cocok denganmu." Karin membuang napas panjang. Kembali menyeruput tehnya dengan santai seolah tak terjadi apapun.
"Kupikir kau orang baik." Sakura berbicara kesal. "Kau pikir kau siapa berani mengatakan hal itu?"
"Aku bisa." Karin berbicara dingin. "Kau tidak cocok dengan Sasuke. Aku tahu tipe karaktermu, seperti wanita lainnya yang rendahan."
Sakura menggeram. Ternyata wanita ini punya mulut yang sungguh manis.
"Kau tidak tahu apapun tentangku. Berhenti berbicara seperti itu sebelum aku mengatakannya pada Sasuke."
"Mengancam, eh?" Karin tertawa geli. "Silakan saja. Tapi jangan menangis jika Sasuke tidak mempercayaimu, ya?" Wanita itu menunjukkan senyuman manis.
"Terserah." Sakura memilih untuk berhenti berdebat. Ia membuang muka tak peduli, lalu mengambil ponsel dan memainkannya.
"Kau tidak memiliki kelebihan apapun. Bahkan aku sudah tahu asal-usulmu. Kau mahasiswa biasa, dan berasal dari keluarga yang biasa." gumam Karin pelan, kembali berbicara. "Kenapa Sasuke memilihmu?"
Sakura terdiam sejenak, menatap Karin dengan pandangan datar. "Tanyakan saja pada dirinya, kalau kau sangat penasaran."
"Karena cinta. Haha, sejak kapan Uchiha Sasuke mengenal cinta? Kalaupun itu benar, seharusnya aku yang bersamanya." Karin tertawa menyedihkan. "Aku sudah menemani Sasuke cukup lama. Hanya aku, di saat ia tidak dekat dengan perempuan manapun. Tapi... kenapa?"
Sakura terdiam. Sepertinya Sasuke sudah jujur soal perasaannya pada Karin, tapi pria itu tak menceritakan masa lalunya.
"Bukankah seharusnya kau mendukung Sasuke? Karena kau adalah temannya." Sakura terdiam sejenak, lalu memasang wajah kesal. "Dan hilangkan perasaanmu. Karena bagaimanapun juga, sekarang aku adalah istrinya."
Karin tersenyum sinis. "Kau pikir mudah? Sejak pertama kali melihatnya, aku sudah jatuh cinta. Aku terus mendekat, dan terus menemaninya, tapi aku hanya di anggap sebagai teman sekaligus kakak. Bukankah itu menyebalkan?"
"Jangan mengharapkan apapun." Sakura menyahut datar.
"Ya, maka dari itu aku berhenti."
Sakura tersentak, menatap Karin tak percaya. "Kau bilang, kau menyukainya."
"Memang. Tapi aku berusaha berhenti setelah dia mengatakan kalau ia sudah menikah dan mencintaimu. Apa lagi yang harus ku perjuangkan? Aku sudah melihat semuanya. Dia memang tulus denganmu, dan aku tak bisa menentangnya." Karin menghela napas. "Huh, walaupun ini sulit untukku. Sudah kukatakan, kau memiliki wajah yang manis. Tapi kupikir karaktermu tidak semanis wajahmu. Ya, aku bahkan lebih baik darimu. Sasuke sangat bodoh, ya?"
Sakura memutar bola matanya malas. Ia khawatir kalau sifat percaya diri Sasuke berasal dari wanita jahat ini. "Terserahmu."
"Dengar, Bocah. Seharusnya kau bersyukur karena aku merelakanmu dengan Sasuke."
"Hmm, memang aku butuh itu?" Sakura mengangkat sebelah alisnya acuh. "Dan lagi, jangan memanggilku bocah. Aku sudah berusia 18 tahun."
Karin tertawa, "sebenarnya... wajahmu tidak cocok dengan umurmu. Yah, aku tak menyangka selera Sasuke adalah anak-anak."
"Daripada wajahmu? Seperti tokoh antagonis yang sering muncul dalam serial televisi. Apalagi sikapmu tadi... hah, kupikir kau benar-benar berperan menjadi orang ketiga." Cibir Sakura.
"Kau terlalu sering menonton serial drama, sepertinya. Itu tidak bagus. Asal kau tahu, wajahku terlalu cantik jika hanya untuk menjadi wanita yang ingin merebut pria beristri." Karin tertawa.
"Tapi... jika di lihat darimana pun, aku dan Sasuke memang cocok menjadi pasangan. Bagaimana menurutmu?" Seringai Karin melebar, dan Sakura tak kuasa untuk mendengus keras-keras.
"Dalam mimpimu, Nona. Sasuke sudah sangat mencintaiku, kau tahu? Dan dia tidak akan berpaling." Sakura tersenyum puas melihat raut wajah Karin yang berubah. Sebenarnya ia tidak berniat sama sekali untuk membanggakan diri. Tapi mau bagaimana lagi? Karin sangat menyebalkan.
"Ohh, oke." Karin mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Senyum miring kembali terbit. "Bocah, apa kau serius membiarkanku bekerja di perusahaan Sasuke? Bagaimana nanti kalau pria itu berubah pikiran jadi menyukaiku, dan dia meninggalkanmu?"
"Sudah kubilang, berhenti bermimpi."
"Aku serius. Kau melihatnya tadi, kan? Saat aku berinteraksi dengan Sasuke, dia bersikap tenang dan pembicaraan kita berjalan lancar seperti air yang mengalir. Sebenarnya di antara aku dan Sasuke, kami memiliki banyak kecocokan."
"Aahh! Apa kau sengaja mengajakku bertemu? Untuk menyudutkanku seperti ini?" Kesal Sakura. Bibirnya mendesis sinis. "Jangan membuatku menyesal karena sudah membiarkanmu bekerja di perusahaan Sasuke."
"Memang aku butuh ijinmu untuk bekerja pada Sasuke?"
Sakura mengepalkan tangannya kuat-kuat. Wanita ini benar-benar...
"Hei, maaf membuat kalian menunggu." Suara Sasuke terdengar bersama dengan pria itu yang mendatangi meja dan duduk kembali di tempatnya. "Kalian membicarakan sesuatu?" Ujarnya menaruh ponsel dan memimum sisa kopi yang sudah mendingin.
"Hanya obrolan biasa." Karin menjawab sambil tersenyum manis. "Siapa yang menelpon?"
"Rekan kerja. Beberapa jam lagi aku harus pergi untuk mengurus sesuatu di kantor." Jawab Sasuke.
"Ah, seorang bos memang luar biasa. Bahkan di hari libur pun tetap memikirkan pekerjaan." Cibir Karin.
"Ya. Kau juga, jangan terlambat di hari pertamamu bekerja besok pagi. Sekali terlambat, aku tidak akan memberikan toleransi."
"Siap, bos!"
Sasuke terkekeh melihat Karin yang antusias. Tatapannya perlahan beralih ke arah gadis di sampingnya. Sakura, mengalihkan pandangan saat ia melirik. Wajahnya menyorot datar sekaligus kesal.
Sasuke mengernyit. "Ada apa?"
"Tidak."
"Wajahmu terlihat kesal." Sasuke mendekat hingga sejajar di samping wajah Sakura. Ia memegang pipi gadis itu dan menariknya hingga tatapan mereka bertemu. "Sakura," panggilnya sekali lagi.
Sakura membalas tatapan Sasuke, tanpa sadar sorot matanya menajam. Tentu saja ia merasa kesal! Sudah cukup lama Sasuke mengobrol dengan Karin sampai pria itu mengabaikan dirinya, dan baru sekarang ia berlagak seolah peka dan peduli? Hah.
"Sasuke," Karin memanggil setelah mengecek ponselnya. Ia berdiri dan tersenyum manis, "aku ada urusan mendadak. Aku akan pergi sekarang,"
"Ah, ya."
Tatapan Karin beralih pada Sakura. "Sakura, senang bisa mengobrol denganmu," Ucap Karin masih mempertahankan senyuman manisnya. Terlihat menyebalkan di mata Sakura.
"Sampai jumpa." Karin pun beranjak dari sana, dan keheningan terjadi selama beberapa detik di antara Sasuke dan Sakura.
"Kita juga harus pergi," pria itu mengambil ponsel dan kunci mobilnya, menggenggam tangan Sakura dan berjalan keluar dari cafe menuju tempat parkir.
"Bagaimana menurutmu dengan Karin?" Sasuke bertanya setelah mereka masuk dalam mobil. Sambil sibuk menyetir, sesekali pria itu melirik ke arah Sakura yang masih menampilkan wajah datar.
"Yah, nanti kita bicarakan di rumah." Jawab Sakura.
Sasuke terdiam beberapa saat, lalu kembali melirik lewat sudut matanya. "Aku akan mengantarmu pulang."
"Hanya aku? Bagaimana denganmu?"
"Aku harus mengurus sesuatu di kantor."
Sakura terperangah tak percaya. Sangat bagus! Setelah Sasuke mengabaikannya karena sibuk mengobrol dengan Karin, kini pria itu berniat meninggalkannya?!
"Kau tidak serius, kan?" Tanya Sakura.
"Aku serius."
"Ini hari libur, Sasuke-kun. Kau tidak seharusnya berpikir lagi tentang pekerjaan!"
"Ini mendadak. Walaupun begitu, aku tak bisa menolaknya karena ini urusan penting." Sasuke membalas datar. "Dan turunkan nada bicaramu. Aku tidak suka kau berteriak padaku."
"Kau sering berteriak padaku." Sakura membantah sengit.
"Sakura-"
"Dengar, tadi kau sangat menikmati obrolan dengan Karin sampai mengabaikanku. Lalu sekarang, kau lebih memilih pekerjaan daripada janjimu sendiri?" Sakura berbisik pelan. Ia mengalihkan pandangan ke arah samping. "Kau bilang, ingin mengajakku jalan-jalan setelah kita bertemu Karin."
Sasuke terdiam, cukup lama sebelum pria itu membuang napas kasar. "Aku tahu. Tapi-"
"Sudahlah. Urus saja pekerjaanmu, dan antar aku pulang."
Sasuke menipiskan bibir. Ia tak tahu harus berkata apa lagi. Yang bisa ia lakukan hanyalah tetap fokus menyetir sambil membisikkan kata maaf.
.
.
.
.
.
Uchiha Sasuke memijat pelipisnya yang terasa pusing. Ia mengecek jam dan menyadari jika ia sudah cukup lama berada di sini, di kantornya.
Sasuke tahu ini adalah hari libur dan tidak seharusnya ia masih duduk di kursi kerja, namun ia masih memiliki urusan penting disini. Ada rekan kerja yang mengadakan pertemuan dan mereka akan bekerja sama untuk sebuah proyek besar. Ia tidak mungkin mengabaikan kesempatan emas, namun sekarang-
Sakura tidak mengangkat panggilannya.
Sasuke mengernyit melihat layar ponselnya dan mendapati ada 12 panggilan darinya untuk Sakura, namun di abaikan oleh gadis itu. Tunggu, apa Sakura marah?
"Hei,"
Seseorang masuk dan dengan tenangnya duduk di atas sofa kerja milik Sasuke. "Kau tidak pulang? Urusan kita sudah selesai."
Sasuke menatap datar orang itu. Suigetsu, temannya yang tadi menelpon dan mengabarkan jika ada urusan penting mendadak.
"Apa? Kenapa menatapku seperti itu?" Suigetsu tertawa kecil. "Sakura masih tidak menjawab teleponmu? Aah, pasti gadis itu marah."
"Diam, sialan. Kau penyebabnya,"
"Hei, bukankah kau harus berterimakasih padaku?" Protes Suigetsu, "kau harus senang karena aku berhasil mendapatkan orang yang tepat untuk bekerja sama denganmu. Jadi bagaimana? Tuan Kara menyetujuinya?"
"Ya, begitulah." Sasuke mengalihkan pandangan. Raut wajahnya dengan kentara menunjukkan kalau pria itu sedang tidak senang.
"Kau tidak pulang?" Suigetsu mengulangi pertanyaan yang sama.
"Aku tidak bisa pulang dengan wajah marah Sakura nantinya. Aku sudah berjanji untuk mengajaknya pergi hari ini, namun aku malah kembali sibuk dengan pekerjaan."
"Wajar saja, ini penting dan mendadak." Suigetsu mengendikkan bahu. Suasana di antara mereka menjadi hening. Cukup lama sebelum akhirnya Suigetsu berbicara dengan kesal,
"Hei, bodoh. Kau serius tidak ingin pulang? Sakura bisa tambah marah denganmu,"
.
.
.
.
.
Sasuke pun menyerah, ia harus pulang dan membicarakannya dengan Sakura baik-baik. Mungkin mereka memang tak bisa jalan-jalan hari ini, tapi minggu depan Sasuke akan berusaha agar masalah bisa memberi mereka ruang. Ya, tak lagi ada pertemuan dengan siapapun. Hanya mereka berdua. Bersenang-senang sepuasnya sampai membuat Sakura senang.
Sasuke menghela napas, perlahan tangannya membuka knop pintu kamar dan membukanya. Ia sudah siap melihat wajah kesal Sakura. Dan telinganya juga siap mendengar omelan atau protesan gadis itu.
"Hahaha,"
Tapi lihatlah...
Sasuke membeku di tempatnya. Ia mengernyit melihat Sakura- istrinya yang sedang tersenyum, bahkan tertawa di atas ranjang mereka. Ada apa dengan Sakura?
Ah, ternyata ia sedang menelepon.
Sasuke melihat ponsel yang berada di telinga gadis itu. Sakura masih tersenyum dan asik berbicara hingga tak menyadari keberadaannya. Sasuke kembali menghela napas, berjalan ke arah lemari dan menaruh mantelnya di sana.
Mendengar suara lemari dibuka, Sakura pun menoleh dan mendapati Sasuke juga saat ini tengah menatapnya. Itu terjadi sebentar, sebelum akhirnya Sakura memutuskan kontak mata mereka dan kembali menelpon.
Sasuke terdiam. Masih menatap gadisnya yang asik menelpon sambil tersenyum dan tertawa. Sakura terlihat senang.
Sasuke mengerutkan kening dan mulai berpikir, siapa orang yang di telpon oleh Sakura?
"Ah, Sasori. Sudah dulu, ya? Aku mengantuk sekarang," suara Sakura terdengar. Gadis itu menguap sebentar lalu memperbaiki bantal dan selimutnya, bersiap untuk tidur. "Ya, sampai jumpa besok! Selamat malam.."
Sakura menaruh ponselnya di atas nakas tempat tidur, baru saja akan berbaring kembali, ia mendengar ranjang berderit keras karena ada seseorang yang naik dengan cepat. Ya, siapa lagi kalau bukan Uchiha Sasuke.
"Kau menelpon Sasori?"
"Tidak, dia yang menelponku." Sakura menjawab pertanyaan Sasuke, "pergilah mandi. Pasti pekerjaanmu sangat berat, kan?" Sindirnya.
Sasuke terdiam. Matanya menyipit sinis, "jangan memancingku."
"Apa?"
"Kau sengaja mengangkat panggilan Sasori karena merasa kesal denganku? Bagus sekali,"
"Aku tidak tahu apa maksudmu. Namun ini adalah panggilan pertamanya setelah sekian lama dia tidak ada kabar. Tentu saja aku akan mengangkatnya." Jelas Sakura mengalihkan pandangan,
"Bukankah aku sudah melarangmu untuk berkomunikasi dengannya? Kau melanggar?" Sasuke berbicara dingin.
"Lagipula kenapa kalau aku melanggarnya?" Tantang Sakura merasa kesal, "kami berteman sejak lama. Bahkan aku sudah mengenalnya sebelum aku menjadi istrimu!"
"Kau melanggarnya, berarti kau sudah bersiap untuk hukuman, kan?" Sasuke menaikkan sebelah alis. Sebelum Sakura sempat berbicara, ia sudah memposisikan diri berada di atas tubuh kecil gadis itu.
"Sasuke-kun, memang apa salahnya aku berteman dengan Sasori?" Tanya Sakura, lelah.
"Aku tidak suka,"
"Lalu bagaimana dengan Karin?" Sakura bertanya datar, "dia juga menyukaimu."
Sasuke terdiam.
"Karin sangat menyukaimu. Jika kukatakan itu, apa kau percaya?"
"Tidak, Karin tidak mungkin," Sasuke menatap Sakura datar, "jangan menyangkut-pautkan namanya untuk masalah ini."
Sakura terdiam. Ternyata benar, Sasuke tidak percaya. Huh, tanpa sadar Sakura merenggut. Karin menang kali ini.
"Kenapa diam?"
Sakura melirik wajah datar Sasuke. Ia kemudian sadar dengan posisi dekat mereka. "Tidak, lupakan saja."
Sasuke terdiam sesaat, kemudian bersuara pelan, "aku minta maaf soal hari ini."
"Untuk?"
"Aku mengingkari janjiku." Ujar Sasuke, "minggu depan, aku akan usahakan kita bisa jalan-jalan."
"Maksudmu, kencan? Ya, tidak masalah. Lagipula aku tidak marah, hanya merasa kesal." Sakura membalas santai. "Jadi, mau sampai kapan kita berada di posisi seperti ini?" Selanjutnya Sakura mendengus sambil mendorong Sasuke agar menjauh. Lalu ia bergerak untuk duduk.
"Kau bau, oke? Pergilah mandi."
Kini giliran Sasuke yang mendengus keras-keras. "Yang benar saja,"
"Aku serius!"
"Baiklah," Sasuke menyerah dan langsung turun dari ranjang. Sebelum benar-benar beranjak dari sana, Sasuke sempat berkata, "aku tidak menyangka, kau bersikap tenang seperti ini padaku setelah apa yang terjadi. Biasanya, kau akan marah dan langsung menjaga jarak."
Sakura hanya mengendikkan bahu dan melanjutkan tidur, ia hanya... berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan mereka.
Ya, tak ada lagi pertengkaran, apalagi hanya karena masalah sepele.
.
.
.
.
.
"Kau belum tidur,"
Sakura tersadar dari lamunan panjangnya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata lalu meoleh, menatap Sasuke yang sudah selesai mandi. Pria itu naik ke atas ranjang dan berbaring di sebelahnya. "Kupikir kau sudah tidur, ada apa?"
Sakura terdiam. Ia merutuk dalam hati. Sial, kenapa tanpa sadar ia terus memikirkannya? Memikirkan Uzumaki Karin, tentu saja.
Entah setan apa yang merasuki pikirannya hingga terus terbayang-bayang dengan wanita itu. Perasaannya gelisah karena ucapan Karin tadi siang. Walau Sakura tahu wanita itu mungkin saja baik, namun-
"Bocah, apa kau serius membiarkanku bekerja di perusahan Sasuke? Bagaimana nanti kalau pria itu berubah pikiran jadi menyukaiku, dan dia meninggalkanmu?"
Ugh, tiba-tiba Sakura terus mengingat perkataan wanita itu. Ia sedikit khawatir jika Sasuke benar-benar akan tertarik pada Karin. Tidak mungkin, tapi kemungkinan besar bisa saja terjadi.
"Sasuke-kun," Sakura memanggil tanpa sadar. Ia membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah Sasuke. Ia melihat kelopak mata pria itu terbuka perlahan,
"Apa?" Sasuke menoleh, "kau masih belum tidur? Kemarilah, akan kupeluk."
"Kau pikir aku bayi?" Kesal Sakura, "aku ingin mengatakan sesuatu,"
"Hn?" Sasuke merespon setengah mengantuk.
"Karin sangat cantik,"
"Ck, jangan menyebut namanya lagi," Sasuke mengeluh malas. "Lebih baik kau tidur."
"Tunggu dulu!" Sakura memandang wajah Sasuke dengan ekspresi berharap. "Aku hanya ingin tahu, kau tidak akan berpaling, kan?"
Sasuke menguap lebar. Lalu mendecak pelan. "Berpaling ke siapa?"
"Ka-Karin. Kau pasti mengakui jika wanita itu cantik, bagaimana?" Sakura menekuk alisnya, dan Sasuke masih heran mengapa gadis itu tak mengantuk di jam seperti ini.
"Kau tahu, kami berteman." Jawab Sasuke singkat.
"Aku tahu, namun siapa yang sangka jika perasaanmu itu bisa berubah? Waktu terus berjalan, Sasuke-kun."
"Aku memberinya pekerjaan, bukan berarti aku memberinya perasaanku." Balas Sasuke berusaha untuk tidur karena menganggap obrolan mereka tidak penting.
"Ayolah, jawab yang serius, Sasuke-kun!"
"Kenapa kau terus ngotot seperti itu? Kau cemburu pada Karin hanya karena dia dekat denganku? Tidak masuk akal, Sakura."
"Memang tidak boleh?" Sakura mulai merasa kesal dengan respon menyebalkan Sasuke, "walaupun pernikahan ini hanya keputusanmu sepihak, tapi aku juga ingin mempertahankan hubungan kita. Karena pernikahan adalah hal yang sakral dan tidak boleh main-main."
Sasuke terdiam. Sudut bibirnya tertarik sedikit, "jadi?"
"Jadi, aku akan memastikan agar kau tidak berpaling!" Sakura meninggikan suaranya, ia terlihat kesal.
"Wah, kau percaya diri sekali." Sasuke terkekeh pelan. Rasa kantuknya menghilang sedikit akibat sikap sang istri yang membuatnya gemas.
Sakura mulai tersenyum lebar. Ia mendekat ke arah Sasuke dan naik ke atas tubuh pria itu dengan posisi menindih. "Aku tahu kau tidak akan berpaling, sangat tahu."
"Kalau begitu, kenapa masih bertanya?" Mata Sasuke berkilat. Ia menahan napas saat jari Sakura menyentuh bibirnya. Gadis itu tersenyum manis sambil berbisik,
"Aku hanya ingin memastikan," mata mereka bertemu. Dan keduanya sadar jika jantung mereka berdetak keras. Suara jam berdetak dan angin malam yang berhembus melewati celah-celah jendela membuat Sasuke dan Sakura terdiam cukup lama, entah karena menikmati keheningan ini atau keduanya tak lagi tahu apa yang harus di bicarakan.
Sakura menggigil pelan. Bukan karena angin dan suhu AC yang menyerap tubuhnya, tapi karena tatapan Uchiha Sasuke. Pria itu menatapnya dalam dan tak sekalipun mengalihkan pandangan, membuat Sakura harus menelan salivanya karena rasa gugup yang bergejolak.
"Kau benar," suara Sasuke terdengar di tengah-tengah keheningan. "Aku tidak akan bisa berpaling," netra onyx pria itu masih mengunci tatapan Sakura, membawa pikiran mereka hanyut dalam perasaan yang samar-samar.
"Bagaimana bisa aku berpaling dari istriku yang paling cantik ini?" Suara baritone itu kembali terdengar di antara keheningan. Sasuke menarik sudut bibirnya keatas, menciptakan sebuah senyuman mempesona dan mengerikan di saat bersamaan. Sebelah tangan Sasuke perlahan menyentuh pinggang kecil Sakura, mengelusnya lembut disana.
Sakura langsung tersentak, ia menyadari Sasuke tambah menekannya, membuat jarak mereka dekat- tak ada lagi ruang yang membatasi. Jantung Sakura berdegup kencang.
Ia membuat kesalahan besar.
Bersambung...
Menurut kalian, chapter depan kayak gimana nih?
Btw, Karin bukan tokoh antagonis yaa. Jadi kalian tenang aja. Jangan lupa vote dan komentar. Terimakasih!
©azkiauchiha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top