tujuh

Tak semuanya awal sebuah cerita terbangun dengan kebahagiaan. Ketika takdir telah menggariskan kesedihan menjadi awal sebuah cerita, melalui proses panjang, bagaikan mengurai benang kusut satu per satu, ia harus lalui demi menuju suatu titik, yaitu kebahagiaan. Bahagia? Apa itu akan datang dengan sendirinya? Sepertinya tidak. Bahagia itu kita sendiri yang merangkai, dengan rajutan kasih dan sayang akan menciptakan kebahagian itu.

"Sayang, hari ini aku medex," seru Ali saat ia bersiap untuk ke Balai Kesehatan Penerbang (Hatpen).

Pagi - pagi sekali Ali sudah bersiap untuk mengikuti tes medex. Itu karena dia tak ingin menunggu antrian yang panjang. Medical Examination (Medex) adalah istilah dari tes kesehatan bagi calon siswa penerbang atau pilot . Medex tidak hanya dikhususkan bagi calon siswa saja, tetapi juga bagi para pilot, pramugari, pramugara serta flight engineer atau teknisi yang dalam pekerjaanya berhubungan dengan pesawat udara secara langsung.

"Iya, aku sudah siapin semuanya," sahut Prilly yang sedang sibuk merapikan kamar.

"Kamu ikut ya?" rajuk Ali memohon.

Prilly mendongak menatap Ali dengan senyuman yang sangat manis. Prilly mendekati Ali dan mengatur rambutnya yang masih berantakan.

"Kenapa aku harus ikut? Biasanya kan kamu sendiri," ujar Prilly sangat lembut tanpa menghilangkan senyuman di bibirnya.

"Tapi aku mau kamu ikut. Biar semua temen - temen aku tahu, kalau cuma kamu wanita yang selalu setia menungguku pulang dan dengan doamu aku selalu bisa pulang dengan keadaan selamat," bujuk Ali menatap wajah meneduhkan milik istrinya.

"Iya, tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu ya?" Prilly mengambil pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Ali yang memperhatikan Prilly begitu sabar dan sangat penyayang merasa sangat bersyukur karena Tuhan menunjukan wanita yang benar - benar tulus menghargainya sebagai suami.

"Ketika Tuhan mengujiku dengan menghadirkan masa laluku, kamu masih setia dan sabar menghadapiku. Aku pria yang beruntung selain kakakku, Pril. Beruntungnya aku karena menikahimu, sehingga aku tak salah memilih istri. Terima kasih ya Allah, Engkau menemukanku dengan tulang rusukku dengan cara yang nikmat dan Engkau sadarkan aku dengan caraMu yang menguji kesetianku." Ali duduk di tepi ranjang menunggu Prilly keluar dari kamar mandi.

Tak pernah Prilly menolak permintaan suaminya meski dia merasa letih dan lelah. Sebuah pantangan bagi Prilly untuk berkata 'Tidak' kepada suaminya. Bagi Prilly, Ali adalah kunci surga yang Tuhan tunjukan di dunia ini.

Prilly keluar dari kamar mandi dengan busana tertutup. Ali yang melihat Prilly, hanya memperhatikan saja dengan senyuman tipis yang memancarkan rasa kekaguman.

"Kok pakai baju itu?" tanya Ali yang tak biasa melihat Prilly memakai baju tertutup saat ingin bepergian.

"Mau pakai hijab," jawab Prilly sambil membuka lemari memilih - milih hijab yang sesuai dengan busananya.

Ali hanya tersenyum melihat hal itu, dengan sabar Ali menunggu Prilly sambil memperhatikan istrinya sedang mengenakan hijabnya.

"Sejak kapan kamu kalau keluar pakai hijab?" tanya Ali memperhatikan wajah cantik Prilly yang serius di depan kaca rias.

"Sejak hari ini, untuk menghargai diri sendiri dan menjaga nama baik kamu. Kalau aku pakai hijab, itu berarti aku menghargai kamu karena tubuhku akan tertutup dari pandangan mata setan di luar sana," jawab Prilly bijak membuat Ali semakin bangga kepadanya.

"Apa sih yang bisa buat kamu marah?" ujar Ali heran kepada istrinya yang begitu sabar menghadapinya. Prilly terkekeh mendengar pertanyaan Ali seperti itu.

"Buat apa marah? Nggak ada manfaatnya, kalau nggak suka tinggal diam dan berpaling saja," seru Prilly membuat Ali geregetan dengan jawaban istrinya yang begitu santai tanpa beban.

"Udah selesai belum? Yuk?" ajak Ali yang melihat Prilly sudah rapi.

Prilly berdiri dan terlihat lebih anggun saat memakai hijab. Ali yang memperhatikan kecantikan istrinya menjadi merasa was - was.

"Subhanallah, kok jadi takut ngajak kamu keluar ya?" ujar Ali yang memperhatikan istrinya dari bawah hingga atas.

Prilly yang merasa heran dengan ucapan suaminya hanya menatap Ali sambil mengerutkan dahinya.

"Kenapa?" tanya Prilly menatap Ali heran lalu melihat penampilannya sendiri takut jika dia salah kostum.

"Takut, kalau mata lelaki di luar sana ikut menikmati kecantikanmu," ujar Ali malu - malu sambil mengerling dan menggigit bibir bawahnya.

Prilly hanya terkekeh lalu menggandeng tangan Ali keluar dari kamar. Akhirnya mereka pun berangkat ke tempat di mana Ali akan melaksanakan medex. Jam menunjukan pukul 05.40 WIB. Di sana sudah terlihat beberapa orang yang menunggu. Ali dan Prilly melihat rekan kerja Ali bersama istrinya juga sedang mengantri.

"Assalamualaikum," sapa Prilly lembut menyadarkan suami istri yang sedang sibuk mengobrol sambil menunggu gilirannya.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatu," sahut pasutri itu bersama sambil mendongak.

"Kak Prilly?! Subkhanallah, cantiknya," puji Nissa sahabat sekaligus teman seperjuangan Prilly sebagai seorang istri Pilot.

Nissa beranjak dari duduknya dan menyambut Prilly mencium kedua sisi pipinya.

"Gimana kabarnya, Capt?" tanya Tius suami dari Nissa kepada Ali.

"Alhamdulillah Capt, baik," ujar Ali menjabat Tius khas pria dewasa dan sebagai sahabat baik.

Tius membalas senyuman yang dilempar Prilly kepadanya. Ali yang melihat itu seolah menyadari ada hal yang mereka sembunyikan darinya.

"Captain Ali, nggak ambil antrian?" tanya Nissa mengingatkan Ali.

"Oh iya, aku ambil nomer antrian dulu ya." Ali pun menepuk bahu Tius lalu berjalan mengambil nomer antrian.

"Kak Prilly baik - baik saja kan?" tanya Nissa khawatir sambil mengajak Prilly duduk di kursi tunggu.

"Alhamdulillah, baik. Seperti yang kamu lihat sekarang," jawab Prilly tersenyum manis menunjukan jika dia baik - baik saja.

"Maafin Mas Tius ya Kak," ucap Nissa tak enak hati kepada Prilly.

"Kenapa mesti minta maaf sih, Nissa. Apa yang dilakukan Mas Tius sama Kakak itu hal yang tepat dan menurut Kakak dia hanya ingin menunjukan kebenaran," jawab Prilly tulus membuat perasaan Nissa semakin tak enak.

"Niatku hanya ingin memeberi tahukan kenyataan, biar Prilly bisa lebih dini mengambil tindakan sebelum masalah itu semakin jauh dan berlarut," jelas Tius memberi pengertian atas tindakannya yang sempat membuat Nissa uring - uringan bersamanya beberapa hari lalu.

"Ehem!" Suara Ali berdehem dari arah belakang mereka, lalu duduk di samping Tius.

Tius menepuk punggung Ali pelan sambil tersenyum santai. Ali yang mungkin tadi sempat mendengar obrolan kecil mereka lalu menatap istrinya dan kedua sahabatnya penuh tanda tanya.

"Sorry Capt, aku yang kasih tahu istrimu tentang perselingkuhanmu," seru Tius gentleman mengakui kesalahannya namun sambil tersenyum was - was.

Ali yang mendengar pengakuan sahabatnya itu terkejut lalu menatapnya. Tius hanya tersenyum sangat manis kepada Ali, bersiap hal apa pun yang akan Ali lakukan kepadanya.

"Thank you, Capt, kamu melakukan sesuatu yang tepat," ucap Ali tak terduga dari Tius dan Nissa.

Prilly yang mendengar jawaban Ali hanya tersenyum lega karena suaminya itu tak marah dengan seseorang yang berjasa menyelamatkan rumah tangga mereka.

"Kamu nggak marah kepadaku, Captain Ali?" ujar Tius terkejut.

Padahal Tius sudah jauh - jauh hari menyiamkan diri jika Ali akan marah kepadanya dan membencinya. Hingga Tius juga siap jika Ali akan menjauhinya.

"Aku menerapkan suatu pelajaran hidup dari wanita yang benar - benar sabar dan ikhlas menghadapi suatu masalah. Jika seseorang sudah mengakui kesalahannya dan menyadari bahwa perbuatannya itu keliru, aku nggak akan marah, Capt. Aku akan tetap memberikannya maaf, karena dia sudah mengucapkannya dengan tulus," ujar Ali melirik Prilly yang tersenyum haru karena kesabarannya telah membuka pikiran dan hati suaminya.

"Yaelah, Capt. Itu mah kata - kata dari Kak Prilly. Aku lah sering digituin kakak kesayanganku ini," seru Nissa memeluk Prilly dari samping dan menyandarkan kepalanya sayang di bahu Prilly.

Prilly membalas pelukan manja sahabat yang selalu ada ketika dia membutuhkan tempat untuk mencurahkan hatinya kala dadanya sudah tak lagi mampu menampungnya. Dengan senyum terbaiknya Prilly mengelus rambut Nissa lembut.

"Aku punya alasan sendiri kenapa sampai melakukan hal itu, Capt," ujar Tius yang berusaha meluruskan duduk permasalahannya.

"Sudahlah, aku mengerti dan harusnya aku berterima kasih denganmu, Capt. Berkat kamu aku sadar dan dapat melihat, mana wanita yang tulus mencintaiku dan wanita yang pantas mendampingiku," seru Ali menepuk bahu Tius pelan.

"Iya Capt, adanya masalah kemarin semoga menjadi pelajaran berharga untuk ke depannya ya? Jangan ulangi lagi kesalah terbodohmu itu. Sebagai sahabat, aku hanya bisa mengingatkan jika kamu tersesat aku hanya bisa menunjukkan jalan pulang. Seterusnya semua kembali ke kamu dan Tuhan," ujar Tius membalas menepuk bahu Ali pelan.

"Aaaaa, kok kalian so sweet sih. Kan aku jadi terhura," pekik Nissa yang merasa terharu dengan persahabatan suaminya dengan rekan kerja sekaligus kawan perjuangannya saat pendidikan.

"Captain Tius," panggil seorang petugas Hatpen.

"Saya Bu!" sahut Tius lalu bersiap diri menuju ke ruang medex.

Rasa was - was menyelimuti hati Nissa, karena ini adalah penentuan karir suaminya. Prilly yang melihat ketegangan dan kerisauan hati Nissa hanya menggenggam tangannya, menyalurkan keyakinan dan kekuatan bahwa semua akan baik - baik saja.

"Aku takut Kak," ujar Nissa menoleh dengan wajah tegang dan resah.

"Pasrahkan kepada Allah, kan kita sudah memberikan yang terbaik untuk suami kita. Yakinkan dirimu dan tenanglah, semua akan baik - baik saja," kata Prilly lembut sedikit menghangatkan perasaan Nissa.

"Iya Kak, makasih," ucap Nissa membalas genggaman tangan Prilly.

Ali yang melihat istrinya dan istri sahabatnya saling menguatkan di depan matanya, hanya tersenyum bangga. Ternyata masih ada di dunia ini pertemanan yang tulus dan saling mendukung seperti mereka.

"Captain Ali," seru seorang petugas memanggil, dan kini saatnya giliran Ali.

"Iya Bu!" Ali berdiri mengangkat tangannya ke udara memperlihatkan jika dirinya berada di tempat itu.

"Aku masuk dulu ya, kalau kalian mau cari makan dulu nggak papa. Nanti aku sama Captain Tius cari kalian," pesan Ali kepada Nissa dan Prilly sebelum masuk ke ruang tes kesehatan.

"Iya, gampang nanti kalau soal makan. Kamu yang tenang ya, letakkan dulu semua pikiran dan beban kamu," seru Prilly mengelus lengan Ali lembut yang membuat perasaan Ali menghangat dan tenang.

"Makasih, Insya Allah," ucap Ali lalu beranjak ke ruang kesehatan.

Prilly dan Nissa sangat sabar dan setia menunggu suaminya menghadapi suatu hal yang akan memutuskan mereka masih layak atau tidaknya menjadi seorang pilot.

Sedangkan di dalam ruang kesehatan Ali bersiap diri untuk melakukan tes kesehatan pertamanya.

"Captain Ali, ambil urinnya dulu ya, setelah itu baru nanti kita ambil darah untuk cek laboratorium," seru sang Dokter.

Ali mengikuti perintah sang Dokter, dia masuk ke kamar mandi memasukkan urinnya ke wadah kecil yang sudah Dokter siapkan. Lalu setelah itu Ali merebahkan diri di atas brankar dan sang Dokter mengambil darah, secukupnya untuk kepentingan tes laboratorium.

"Jangan lupa selalu jaga kesehatan dan asupan gizi ya, Capt," ujar sang Dokter setelah mengambil darah Ali melalui suntikan.

"Iya Dok, kalau itu sudah pasti terjaga," jawab Ali sambil menahan kapas di lengannya bekas suntikan Dokter tadi.

"Habis ini ke ruang THT ya Capt. Tes audiometri," kata Dokter itu sambil menempelkan nama Ali ke sempel darah yang di simpan pada sebuah tabung kaca kecil.

"Baik Dok, makasih," ucap Ali lalu keluar dari ruang tersebut.

Ali berpindah tempat ke ruang kesehatan THT. Di sana dia bertemu dengan Tius.

"Baru sampai sini Capt," sapa Ali yang baru saja masuk.

"Eh, iya Cpat. Antri," jawab Tius bergeser tempat duduk memberi ruang untuk Ali.

"Tadi aku suruh istri kita cari makan dulu, daripada mereka bosen nunggu di ruang tunggu," ujar Ali kepada Tius.

"Iya, kalau mau Capt. Istriku itu kalau lagi begini yang ada malah risau dan nggak doyan makan. Padahal kita yang menjalani santai, kalau kita menjalankan sesuai aturan, Insya Allah semua akan baik - baik saja," seru Tius yang sudah dapat memahami bagaimana kegelisahan hati istrinya.

"Iya, Capt. Betul kata kamu," ujar Ali yang menerka, mungkin saja istrinya juga merasakan seperti apa yang di rasakan Nissa.

Setelah menunggu cukup lama, kini akhirnya giliran mereka yang di tes. Tes audiometri adalah semacam tes pendengaran untuk mengetahui pendengaran masih normal atau tidak.

"Sudah Capt?" tanya Tius setelah mereka selesai mengikuti tes.

"Sudah Capt. Setelah ini kita ke mana lagi?" tanya Ali menatap Tius.

"Dok, habis ini kita ke ruang apa dulu?" tanya Tius memastikan kepada sang Dokter THT.

"Oh, ke Dokter gigi dulu, Capt," jawab Dokter tadi.

"Okey, makasih Dok," ucap Tius lalu mengajak Ali keluar dari ruang THT.

"Berasa tur kita ya, Capt. Pindah tempat ke tempat lain," ujar Ali yang berjalan santai beriringan dengan Tius.

Mereka telah melupakan permasalahan yang sudah terjadi. Dari permasalahan itu kini Ali mau pun Tius dapat mengambil pelajaran yang akan selalu mengingatkan mereka kepada istri dan keluarga di rumah yang selalu setia menunggu dan mendoakan untuk keselamatan mereka.

Sedangkan Nissa dan Prilly sibuk bercerita dan berbagi pengalaman berbagai hal. Dari apa pun yang dapat dibagi dengan seorang teman. Saat mereka sedang asyik mengobrol, Prilly tak sengaja mendongakkan kepalanya dan menangkap wajah seorang wanita yang dia kenal. Nissa mengikuti arah pandang Prilly, ada rasa kebencian di hati Nissa saat melihat orang itu. Wanita yang tadinya tak menyadari jika di tempat itu ada Nissa dan Prilly, saat dia hampir duduk di kursi tunggu dan tak sengaja melihat mereka, terlihat keterkejutan dari wajahnya.

"Mbak Cinta," sapa Prilly.

##########

Cintaaaaaaa, wah duh.
Bu ukinurpratiwi bawa Cinta kembali ke Raka dong. Please. Biarkan Aliku dan Prillyku bahagia di sini. Hahahahaha lol

Makasih ya untuk dukungannya dan support kalian semua. Semoga nggak membosankan. Kalau garing, kriuk - kriuk nikmatin aja buat makan bakso kalau nggak soto. Enak tuh. Hihihihih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top